Aku bekerja bersama tim. Ada sekitar 3 orang tim inti dan beberapa orang tim pendamping yang bertugas membantu pelaksanaan penelitian.Â
Belum ada satu bulan aku bekerja, aku dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang tiba-tiba di depan rumah bu Karti. Dia mencariku. "Siapa ya?" Batinku ketika bu Karti memanggilku sore itu.Â
Masih terasa lelah sisa bekerja di kantor, aku paksakan juga untuk keluar sebentar menemui tamuku. " Mas Gilang? Apa yang mas lakukan di sini? Astaga. Apakah liburan? Jauh sekali"Â
Keterkejutanku tak terkira melihat mas Gilang, seorang teman dekat yang tinggal satu kota denganku. Di Kota kelahiranku, kami bertemu. Mas Gilang adalah teman kuliahku dulu. Dia kakak kelasku. Tapi setelah lulus masih sering menjalin relasi denganku.Â
Aku merasakan kalau mas Gilang menaruh hati padaku. Aku tak mau memberinya harapan. Sementara aku saja masih ingin serius bekerja. Belum ada rasa lain ingin kubina. Terlebih membangun rumah tangga. Biar itu urusan nanti, bukan sekarang.Â
Mas Gilang sejauh ini selalu baik dan penuh perhatian padaku. Meski aku sudah jelas mengatakan padanya kalau aku masih ingin berkarir. Mas Gilang hanya membalas dengan senyum saja.Â
Aku tidak memberitahu mas Gilang tentang rencanaku bekerja di luar kota, sekaligus di luar pulau. Bukannya mau main rahasia, tapi waktu itu belum ada kepastian dari Bunda, apakah memberi restu atau tidak. Sampai akhirnya Bunda ijinkan, dan pas Mas Gilang sedang sangat sibuk di pekerjaannya. Tak mau kuganggu dengan beritaku.
"Apa boleh Mas duduk dulu?" Jawab mas Gilang. Senyuman itu masih sama. Kulihat ada lelah pula di wajahnya. "Eh maaf, lupa. Silakan duduk mas Gilang. Tiara buatkan teh manis ya. Aku tahu kesukaan mas Gilang, cukup secangkir teh manis panas.
Anggukan kepala dari mas Gilang membuatku secepat kilat masuk rumah lagi dan mempersiapkan dua cangkir teh manis. "Kenapa tak cerita kalau akan kerja di sini?" Pertanyaan mas Gilang memang sering langsung pada intinya.Â
"Iya maaf. Sebenarnya pengen cerita ke mas Gilang. Tapi kan pas itu mas Gilang sedang sangat sibuk. Lagian juga belum pasti. Nunggu ijin Bunda, lama." Jawabku.
"Kalau Tiara cerita padaku, pasti Bunda akan kasih ijin lebih cepat" sambil menyeruput teh manisnya. Aku tak paham maksud kalimatnya barusan.Â