Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.888 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 17-07-2024 dengan 2.280 highlight, 17 headline, dan 109.421 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pria Tanpa Suara dan Putri Bunga

10 Oktober 2019   20:18 Diperbarui: 2 Oktober 2021   01:11 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga Seruni. Photo by Ari.

Belum ada yang baru lagi. Ini sudah satu minggu. Sehari sampai 3 kali sudah kubuka blognya. Tak satupun tulisan baru kutemui. Aku ternyata mulai rindu tulisan-tulisannya. Aku rindu rangkaian kata dalam larik-larik puisinya. Tanpa ku sadari, aku sudah hanyut dalam pikirku sendiri. 

"Hai, bengong aja dari tadi kau!" Seruan sobatku mengangetkanku dan sejenak buyar ingatanku tentang penulis blog itu. Dalam sekejap, Ardi sudah ada di sebelahku, tanpa sungkan sudah ikut nimbrung melihat ke laptopku yang terbuka lepas tanpa penghalang. 

"Mengecek blog puisi itu lagi?" Tanya dia lagi,  masih tak memberiku ruang untuk menjawab. Aku hanya mengangguk. Lalu mulai mematikan laptopku. Siap-siap mengobrol bersama sohibku ini. 

"Ri, kapan sih kamu sadar kalau menjadi pengagum rahasia penulis puisi itu tak baik buat kesehatan mentalmu." Sambung sohibku ini tanpa sungkan menyampaikan penilaiannya yang tak berdasar itu. Aku masih diam, sambil merapikan peralatanku. 

"Coba Ri, kamu bayangkan, tiap kali kamu mengagumi puisi-puisinya. Tapi kamu tak oernah jua tahu siapa si dia yang kamu kagumi. Lihat saja di profile penulis. Dia bahkan tak.mencantumkan nama. Hanya sebuah sebutan saja, putri bunga. Nama yang aneh menurutku"

Sementara itu pesanan makanan dan minuman milik Ardi sudah datang. Dia pun sudah siap bersantap siang di kantin tempat kami biasa mengobrol berdua setiap jam istirahat kerja. Menurut Ardi, kebiasaanku yang selalu mengecek pemuisi itu sudah mengganggunya. Kata Ardi aku seperti tenggelam dalam dunia ilusi dalam puisi-puisi itu.

Tak satupun tanggapan kuberikan. Ada benarnya kata Ardi. Sejak aku menemukan akun Putri Bunga ini, aku jadi sering sekali termangu dan hanyut dalam rangkaian indah kata-katanya yang selalu menginspirasi. Memang aku penyuka musik. Tidak terlalu mahir layaknya musisi kenamaan. Tapi masih bisa menciptakan satu atau dua lagu sendiri. 

Sering aku mencipta alunan nada yang akan menjadi rangkaian irama sebuah lagu. Sering aku terhenti dalam kata-kata untuk syair laguku. Lagu tanpa lirik. Aneh juga ya. Tapi nyatanya begitu. 

Ardi terus bicara menyampaikan aneka opininya yang sudah tersimpan lama rupanya. Baru bisa terkuak semua siang ini di sela-sela jam makan siangnya. Aku hanya diam memdengarkan tanpa sepatah kata menanggapi. Dan herannya Ardi seperti tambah semangat berkata-kata. 

Akhirnya aku tersenyum geli dengan semua analisanya. Intinya menganggapku menjadi pria tanpa suara gara-gara si gadis bunga. Astaga, sebegitunyakah pesona si putri bunga, sampai aku dapat julukan itu dari sahabat dekatku. 

Aku yang biasanya selalu ramai membicarakan kisahku dan musikku pada Ardi, menjadi seorang pria pendiam dalam sekejap hanya karena sering hanyut memikirkan alunan kata yang terangkai indah dalam untaian puisi si Putri Bunga yang tak ku tahu nama. 

Usai jam makan siang kami jalan beriringan menuju ruangan kantor kami masing-masing yang tidak terlalu jauh. 

Saat melewati ruang interview, aku dikejutkan oleh keberadaan seorang wanita muda duduk manis menunggu. 

"Selamat siang pak Rianto" katanya mendadak berdiri melihat aku melewati ruangannya. Koq dia tahu namaku. Aku bahkan tak tahu siapa dia. 

"Perkenalkan Pak Rianto, nama saya Sekar. Saya mendaftar sebagai karyawati baru di kantor ini. Tadi saya diminta menunggu pak Rianto untuk wawancara."

Sekar. Aku bahkan lupa jadwal kerjaku siang ini kalau ada tugas mewawancarai seorang calon karyawati baru. Aku sudah diberitahu tadi pagi oleh bu Rinita, iya tapi aku memang lupa. 

"Baik, tunggu saya sebentar" jawabku ringan pada calon karyawati baru itu, Sekar namanya. 

Aku berjalan ke ruanganku dan mengambil berkas biodata Sekar, sebagai salah satu bekalku mewawancarainya. Kubaca lagi sekilas, mengulang saja setelah tadi pagi kubaca. Saat ku lihat di bagian biodata, dia mencantumkan hobinya menulis. Aneh sekali menurutku. Jarang juga aku mendapati calon karyawati yang mencantumkan hobinya. Apalagi menulis.

Aku melangkah menuju ruang interview dan mulai memberinya pertanyaan-pertanyaan standar untuk calon staf baru di kantor. Lowongan pekerjaan yang ada sebagai staf administrasi. 

Harus kuakui, meski bertahun-tahun bekerja di kantor ini, dan mengerti aneka tigas adminsitrasi yang harus dikerjakan, namun tetap saja aku belum bisa sepenuhnya mencintai pekerjaan ini. 

Tapi meski demikian semua pekerjaanku selalu bisa kuselesaikan dengan baik. Karwna aku termasuk orang yang suka belajar menekuni pekerjaanku. Suka atau tidak suka tetap harus aku kerjakan. Jadi mau tidak mau akupun harus memperlajari semua tugas berkaitan dengan urusan adminsitrasi di kantor ini.

Bermain musik pun menjadi kegemaranku yang kujadikan pelepas lelah di kala penat pekerjaanku. Ada kalanya aku menulis lagu hanya untuk selingan dari padatnya tugasku. Sekilas saja tentang aku.

Bulan lalu satu karyawati sudah mengundurkan diri karena memtuskan merawat anaknya setelah melahirkan. Selama satu bulan sudah aku kerjakan tugasnya. Belum ada yang menggantikannya. Saat ini di depanku ada Sekar yang ingin mencoba mengisi lowongan pekerjaan ini. 

Singkat cerita, Sekar ini memenuhi semua persyaratan sebagai karyawati di kantor tempatku bekerja. Tugas-tugasku pun beralih sebagian pada Sekar. 

Sudah berlalu satu bulan saja dan Sekar bekerja dengan sangat antusias, juga semangat. Aku menyukai kinerjanya. 

Terlepas dari semua kisah pekerjaanku di kantor, aku masih juga sering membuka akun milik Putri Bunga yang tidak kunjung kutemui tulisan baru. Apakah dia sedang sangat sibuk? Ingin rasanya kusapa melalyi pesan pribadi di akunnya. Tapi aku malu. Akupun tak kenal dia. 

Malam itu sebelum tidur, aku sempatkan lagi membuka akun blog milik Putri Bunga. Kaget, senang dan melonjak hatiku. Ada sebuah puisi singkat yang baru. Sangat singkat tapi membuatku bersemangat.

"Dalam kesah yang kurasa sesaat

Hati penat berubah tak lagi berat

Aroma indah sekar kusuma menyengat

Kembali menyapa memberi hangat


Dalam resah yang kutahan

Melebur lenyap dalam pekerjaan

Hanya pelipur lara itu bebungaan

Membuang semua gundah berlarian


Putri Bunga"

Itu puisi karya terbaru Putri Bunga. Apa maknanya ya. Apakah ada yang sedang dia pikirkan. Namun kulihat ada semangat dalam bebungaan. Apakah dia selalu dikelilingi bunga? 

Kuambil gitarku, kupetik satu persatu senar gitarku dan melantunkan lagu rindu yang terpuaskan. Kucoba merangkai nadaku sendiri. Entah mengapa aku merasa sangat bersemangat membaca puisi indah ini. 

Keesokan harinya aku berangkat ke kantor dengan hati berseri dan penuh semangat. Tanpa sadar ada yang sedari tadi memperhatikanku. "Selamat pagi pak Rianto, Anda nampak sangat bahagia. Saya senang melihatnya" sapaan Sekar si karyawati baru itu mengagetkanku. Sudah 1 bulan kami berelasi sebagai tim kerja di bagian administrasi. Dia belajar cukup cepat dan sangat menolong pekerjaanku. 

"Panggil saya pak Rian seperti yang lainnya." Jawabku singkat dan berlalu melewati Sekar menuju ruanganku. 

Lebih terkejut lagi aku saat masuk ruanganku dan mendapati vas bunga dengan bunga seruni menghias indah meja kerjaku. Aku terdiam. Siapa yang melwtakan bunga seruni itu di atas mejaku?

"Sekar, apakah kamu tahu siapa yang meletakkan bunga seruni di atas meja kerja saya?" Tanyaku pada Sekar yang masih berada di depan ruanganku. Masih belum beranjak ke ruang kerjanya sendiri.

"Pak Rian tahu itu bunga seruni? Apakah pak Rian juga penggemar bunga?" Tanya Sekar padaku. Ditanya malah bertanya balik. Aku memang tahu bunga serubi bukan karena aku penggemar bunga. Tapi aku melihat foto-foto bunga seruni mendominasi gambar-gambar foto ilustrasi puisi Putri Bunga. Tak lebih dari itu.

"Siapa?" Kataku lagi pada Sekar. 

"Maaf pak Rian, itu saya yang bawa. Tapi kalau bapak tidak berkenan, bisa saya ambil sekarang. " jawab Sekar sopan dan gugup. 

"Biarkan di sana, terimakasih" Jwabku singkat, lalu kembali masuk ruang kerjaku dan langsung mulai mengerjakan tumpukan file adminitrasi yang tersisa.

Berdering telepon di ruang kerjaku menjelang jam makan siang. Kuangkat dan terdengar suara renyah Ardi yang mengajak makan di kantin. Sudah 1 bulan lebih aku tidak ke kantin. Aku lebih suka makan makanan yang kupesan di luar dan diantar ke ruang kerjaku. Banyaknya tugas dan harus mengajari Sekar, sangat menyita waktu. Istirahat pun membuat kaki malas melangkah ke kantin. 

Taoi siang itu tak bisa kutolak permintaan sahabatku, Ardi untuk makan bersama di kantin. 

"Aku sudah tahu siapa Putri Bungamu" kata Ardi mengejutkan saat bertemu di kantin. Aku mengerutkan kening tak percaya. "Hai Pria tanpa suara, ingat kau harus bersuara sekarang dan jangan diam saja. Paham" 

Aku hanya menggeleng. Aku masih tak paham arah pembicaraan Ardi. 

"Si Putri Bunga adalah Sekar. Karyawati baru di divisimu." Ardi mengatakan dengan penuh keyakinan dan senyum lebar tanda kemenangan.

"Aku tahu dari teman kerja Sekar. Tanpa sengaja melihat Sekar buka akun blog Putri Bunga dan menulis puisi di sana kemaren sore sepulang jam kantor." 

Terkejut aku, masa iya semudah itu aku dipertemukan dengan Sekar, si Putri Bunga yang kukagumi puisinya selama ini. Dan mengapa saat aku bersama dia dalam bekerja tak kurasa apapun. Aku hanya menganggap dia rekan kerja yang rajin. Tak pernah juga berbicara hal-hal lain selain pekerjaan. Aku tak terlalu mengenal dia. 

"Ri, aku sungguh-sungguh. Putri Bunga itu ya Sekar. Staf baru di kantormu itu. Dia hari ini bagi-bagi bunga seruni ke para staf kantor. Masing-masing dapat 1 tangkai. Kata dia bunganya di rjmah sedang mekar semuanya. Jadi dia potong bunga-bunga Seruninya dan bagikan ke teman-teman kerjanya. Katanya sih agar suasana kerja jadi lebih ceria"

Oh jadi dia berikan bunga ke semuanya. Bukan ke aku saja. Tapi mereka masing-masing hanya dapat satu tangkai. Kalau aku dapat satu vas. Berbarti dapat lebih banyak. Mulutku kembali terkunci mendengar semua kisah yang dituturkan sahabat dekatku ini. Dan lagi-lagi dia memanggilku pria tanpa suara karena keterkejutanku yang membuatku kembali terdiam.

Jam makan siang habis. Kami pun segera kembali ke kantor kami masing-masing. Saat masuk ruang kerjaku, aku dikejutkan kehadiran Sekar yang sudah siap dengan berkas-berkas administrasi baru. Sambil tersenyum sopan dia kembali menyapaku dan memberikan semua berkas yang sudah selesai dikerjakannya. 

Aku hanya mengangguk dan menerina semua berkas itu. Sekar tiba-tiba bertanya di luar tema pekerjaan. 

"Apakah pak Rian menyukai bunga Seruni ini? " tanya Sekar sambil menunjuk satu vas bunga seruni di mejaku. 

Ini kesempatanku untuk bertanya tentang Putri Bunga padanya. 

"Bunga Seruni mengingatkan saya pada seorang penulis puisi yang saya tak kenal nama. Hampir semua ilustrasi puisinya adalah gambar bunga seruni. Apakah kamu pernah baca juga?" kataku sedatar mungkin tanpa ekspresi. Lalu duduk di kursi kerjaku sambil memperhatikan reaksi pemberi bunga seruni di meja kerjaku. 

"Pak Rian baca puisi itu di mana?" Tanya Sekar terkejut dan nampak gugup. "Apakah pak Rian menyukai puisi-puisi itu?" Lagi-lagi tanyaku dibalas dengan tanya yang lainnya oleh Sekar. 

"Kau ini selalu menjawab pertanyaan saya dengan pertanyaan lainnya. Tidak bisakah kamu jawab saja? " lanjutku tanpa ada nada marah. 

"Maaf Pak" Jawab Sekar. "Sa-saya pernah baca puisi-puisi dengan gambar bunga Seruni, tapi kenapa pak Rian menanyakan pada saya?" Selidik Sekar. 

Ada kesal melanda. Aku yang seharusnya menyelidikinya malah ini sepertinya kebalikannya. Dia memberikan pertanyaan menyelidik. Tapi rasa penasaranku membuatku menahan diri. 

"Karena kemarin saya membaca puisinya lagi dan ada gambar bunga Seruni di puisinya. Lalu pagi ini saya dapat bunga seruni di meja kerja saya. Bukankah di lamaran pekerjaanmu waktu itu ada penjelasan hobimu menulis? " pertanyaanku mulai mengarah ke inti rasa ingin tahuku.

"Pak Rian ingat ya. Be-benar saya suka menulis. Saya memang suka berpuisi. " Jawabnya mulai gugup. Aku rasa pembicaraan ini sudah tidak pada tempatnya. Ini masih jam kerja. Baiknya membicarakan pekerjaan saja. Kalau kegemaran dan lain-lain bisa dibicarakan lagi nanti. 

"Baiklah. Kamu boleh lanjutkan pekerjaanmu" kataku mengakhiri perbincangan singakt kami. 

Entah mengapa ada debar kurasa yang tidak biasa saat mengakhiri perbincangan dengan Sekar. Rasa apakah ini? Sekar pun mengangguk lalu pamit keluar ruangan dengan sopan.

Lagu: Cerita Cinta

Kahitna

...

Bersambung

Written by Ari Budiyanti

1o Oktober 2019

#CerpenAri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun