"Pak Rian tahu itu bunga seruni? Apakah pak Rian juga penggemar bunga?" Tanya Sekar padaku. Ditanya malah bertanya balik. Aku memang tahu bunga serubi bukan karena aku penggemar bunga. Tapi aku melihat foto-foto bunga seruni mendominasi gambar-gambar foto ilustrasi puisi Putri Bunga. Tak lebih dari itu.
"Siapa?" Kataku lagi pada Sekar.Â
"Maaf pak Rian, itu saya yang bawa. Tapi kalau bapak tidak berkenan, bisa saya ambil sekarang. " jawab Sekar sopan dan gugup.Â
"Biarkan di sana, terimakasih" Jwabku singkat, lalu kembali masuk ruang kerjaku dan langsung mulai mengerjakan tumpukan file adminitrasi yang tersisa.
Berdering telepon di ruang kerjaku menjelang jam makan siang. Kuangkat dan terdengar suara renyah Ardi yang mengajak makan di kantin. Sudah 1 bulan lebih aku tidak ke kantin. Aku lebih suka makan makanan yang kupesan di luar dan diantar ke ruang kerjaku. Banyaknya tugas dan harus mengajari Sekar, sangat menyita waktu. Istirahat pun membuat kaki malas melangkah ke kantin.Â
Taoi siang itu tak bisa kutolak permintaan sahabatku, Ardi untuk makan bersama di kantin.Â
"Aku sudah tahu siapa Putri Bungamu" kata Ardi mengejutkan saat bertemu di kantin. Aku mengerutkan kening tak percaya. "Hai Pria tanpa suara, ingat kau harus bersuara sekarang dan jangan diam saja. Paham"Â
Aku hanya menggeleng. Aku masih tak paham arah pembicaraan Ardi.Â
"Si Putri Bunga adalah Sekar. Karyawati baru di divisimu." Ardi mengatakan dengan penuh keyakinan dan senyum lebar tanda kemenangan.
"Aku tahu dari teman kerja Sekar. Tanpa sengaja melihat Sekar buka akun blog Putri Bunga dan menulis puisi di sana kemaren sore sepulang jam kantor."Â
Terkejut aku, masa iya semudah itu aku dipertemukan dengan Sekar, si Putri Bunga yang kukagumi puisinya selama ini. Dan mengapa saat aku bersama dia dalam bekerja tak kurasa apapun. Aku hanya menganggap dia rekan kerja yang rajin. Tak pernah juga berbicara hal-hal lain selain pekerjaan. Aku tak terlalu mengenal dia.Â