"Ayah, apakah ada berkas-berkas penting di map kertas paling atas? Tadi sempat berantakan" Dodi bertanya pelan dengan sedikit cemas. Karena dia khawatir itu berkas-berkas pekerjaan Ayah.Â
"Itu, kertas-kertas berisi artikel-artikel tulisan Ayah. Tidak apa," kata Ayah dengan suara dikeraskan. Tidak ada nada kesal. Ayah seolah sangat memahami tabiat putri kesayangannya, Ratri.
Pintu kamar terbuka, Ratri mendengar suara Ayah yang dikeraskan bagian tidak apa. "Maaf Ayah, Ratri tidak sengaja"
Ibu membelai rambut Ratri lembut "Apa yang tadi sedang kau pikirkan Nak?"Â
Dodi hendak membuka mulut menimpali pertanyaan Ibu. Namun urung niatnya berkata-kata saat melihat gerakan telunjuk Ibu diletakkan di depan mulut Ibu. Tandanya dia tak boleh bicara.Â
"Ratri, menghilangkan buku perpustakaan yang Ratri pinjam seminggu lalu, besok batas akhir mengembalikan, kalau tidak, kena denda"
Ayah menatap Ratri, "buku apa? Kapan terakhir kau membacanya?" Masih berlanjut menyeruput teh manis buatan Ibu.
"Judul bukunya: Ketika Bunga Bicara"Â
Jawab Ratri singkat. "Bukunya warna kuning putih ada gambar bunga matahari. Ratri baca di ruang kerja ayah semalam, tapi pagi ini Ratri cari seharian, tidak ketemu, karena panik Ratri ga sadar menubruk meja kerja ayah. Ratri cari-cari di rak buku Ayah. Siapa tahu Ratri lupa taruh di situ, tapi tak ada"
Dodi menepuk keningnya, itu kan buku yang dibacanya tadi. Tapi kenapa Ratri tidak bilang kalau cari buku itu ya.Â
"Kenapa tidak bilang kalau cari buku itu? Semalam, memang aku ambil dari meja ayah, aku pikir buku baru punya ayah, kan ada label true story"