“Duhai Dewi Tara, betapa engkau sangat dicintai sehingga makluk-makluk di bumi mempersembahan sebuah candi megah yang indah dan cantik untukmu.”
Pada hari Kamis tanggal 19 Desember 2024, saya dan teman-teman blogger beserta UMKM Batik, berkesempatan berkunjung ke Candi Sari dan Candi Kalasan atas undangan Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman. Kedua candi tersebut adalah candi Budha tertua, yang sudah ada sebelum Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Candi Sari yang tampak seperti kastil
Candi Sari letaknya tersembunyi di area pemukiman penduduk, tidak tampak dari jalan besar. Secara administratif candi bercorak Budha ini berada di Dusun Bendan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tampak depan Candi Sari itu langsung mengingatkan saya akan kastil di Eropa, tapi versi mini. Begitulah kesan pertama saya ketika melihat Candi Sari. Sayapun jadi berpikir, apa yang membuat saya mendapat kesan seperti itu?
Disain tampak depan Candi Sari itu simetris. Pintu masuk di tengah dengan jendela di kiri dan kanan, serta jendela ditingkat atasnya. Lalu ada relung kosong, ditingkat paling atas, yang memberi kesan seperti jendela. Stupa-stupa berujung lancip diatas candi, sekilas mengingatkan saya pada menara pengawas diatas kastil.
Sayapun buru-buru mengambil gambar candi itu, mumpung belum ada orang dari rombongan kami yang berdiri depan candi. Tapi di depan sana justru terdapat sebuah tempat sampah plastik berwarna hijau dengan tutup kuning. Benar-benar merusak pemandangan. Mengapa tempat sampah itu diletakan disana? Tidak lama kemudian seorang petugas keluar dari pintu candi sambil membawa sapu dan kemudian membawa tempat sampah itu pergi.
Mengutip dari https://paniradyakaistimewan.jogjaprov.go.id/informasi/wisata-candi-candi-sari, Candi Sari ditemukan dalam kondisi rusak. Jawatan Purbakala Hindia Belanda (Oudheidkundige Dienst) memugar Candi Sari pada tahun 1929-1930. Hasil pemugaran belum sempurna karena banyak batu-batu penyusun candi yang hilang, antara lain: sebagian kaki atau selasar yang mengelilingi bangunan, bilik penampil yang menjorok keluar dari dinding depan, dan beberapa stupa atap, ukiran maupun hiasan.
Candi biasanya memiliki gerbang yang dijaga oleh arca Makara, makluk berupa binatang dalam mitologi Hindu – Budha, dan selasar sebelum kita masuk ke candi utama. Dua komponen itu yang tidak dimiliki oleh candi Sari saat ini. Itu yang membuatnya tampak seperti kastil dimata saya.
Ruang Dalam Candi Sari
Tertulis dalam prasasti Kalasan (778M), pemuka agama Wangsa Syailendra meminta kepada penguasa saat itu Rakai Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci Candi Kalasan tempat memuja Dewi Tara dan Candi Sari sebagai wihara tempat tinggal para biksu.
Dalam prasasti tidak tertulis jelas bahwa Candi Sari adalah wihara tempat tinggal para biksu, karena itu kita harus masuk kedalam untuk melihat bukti fisik bahwa candi ini pernah menjadi tempat tinggal.
Candi Sari berbentuk persegi panjang dengan ukuran 17.3 X 10 meter dengan tinggi 18 meter jika dihitung sampai puncak stupa. Ruangan dalam candi dibagi menjadi 3 bagian yang sama besar. Di dinding dalam tampak lekukan tempat meletakan balok kayu yang menyangga papan sebagai lantai ditingkat 2. Diperkirakan para biksu tinggal ditingkat atas yang dilengkapi dengan jendela untuk sirkulasi udara.
Tentu saja balok dan papan kayu sudah punah dimakan usia, yang tersisa adalah ruang kosong dengan langit-langit batu yang tinggi. Beberapa kalelawar yang terbang diatas kami, tampaknya kedatangan pengunjung mengganggu tidur mereka. Pantas saja tadi ada petugas yang membawa sapu dari dalam candi, rupanya untuk membersihkan kotoran kelelawar yang menempati langit-langit candi.
Sebagaimana tempat pemujaan, dipercaya terdapat arca di ketiga ruangan tersebut, namun kini keberadaan arca-arca tersebut tidak diketahui. Di dinding juga terdapat relung yang biasanya diisi dengan arca berukuran kecil. Pinggiran relung dihiasi dengan relief sulur-suluran, bunga dan daun. Dan tidak ketinggalan ukiran Kalamakara dibagian atas sebagai penjaga
Menurut kepercayaan Hindu-Budha, Kalamakara ini digambarkan dengan wajah hewan mitologi dengan mata melotot, mulut terbuka lebar dan bertaring. Dipercaya bahwa Kalamakara akan menghisap semua energi enegatif . Karena itu Kalamakara sering dijumpai di pintu dan jendela.
Pahatan Dinding Candi Sari
Pintu utama Candi Sari menghadap kearah Timur dan dihias dengan 8 buah pahatan arca Boddhisatva. Begitu juga di sisi bagian utara dan selatan terdapat 8 arca, sedangkan dibagian barat (belakang) terdapat 12. Total ada 36 arca Boddhisatva diukir di badan candi. Secara umum pahatan arca Boddhisatva digambarkan membawa bunga teratai dan dalam sikap Tribangga atau lemah gemulai.
Boddhisatva digambarkan sebagai laki-laki dan perempuan. Arca perempuan tampak memiliki buah dada. Ada juga arca Kinara Kinari, makluk mitologi berkepala manusia berbadan burung, yang juga menggambarkan pasangan laki-laki dan perempuan. Relief dekoratif sulur-suluran bunga dan daun, yang disebut Kumuda, melengkapi keindahan tampak luar Candi Sari.
Pada awalnya saya mengira kalau arca-arca Boddisatva di dinding candi adalah hasil rekonstruksi yang pengerjaannya kurang rapi karena meninggal lapisan semen berwarna coklat kream yang tampak belepotan, kontras dengan batu candi yang berupa batu andesit hitam.
Tapi saya salah. Lapisan semen coklat krem itu disebut Vajralepa. Konon ada satu bahan rahasia dalam campuran semen Vajralepa yang membuat arca-arca tersebut berpendar jika terkena cahaya bulan purnama. Bisa dibayangkan betapa cantiknya Candi Sari saat itu.
Baguanan candi tersusun dari bongkahan batu dan dipahat, sambungan antar bongkahan batu tersebut terlihat jelas. Campuran semen Vajralepa yang melapisi arca Boddhisatva memberi kesan kalau arca tersebut dipahat dari satu batu.
Biasanya candi dinamai sesuai dengan nama dusun tempat candi ditemukan. Tapi Candi Sari tidak dinamakan Candi Bendan. Apakah karena kecantikannya candi ini dinamakan Candi Sari, karena sari berarti bunga lambang kecantikan?
Candi Kalasan
Kalau melintas jalan raya Jogja-Solo, kamu bisa melihat puncak candi Kalasan yang badannya tersembunyi dibalik deretan toko-toko. Seperti halnya Candi Sari, Candi Kalasan sudah dikepung oleh pemukiman penduduk.
Letak Candi Kalasan berada di Dusun Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Prasasti Kalasan
Di sekitar area candi ini temukan Prasasti Kalasan yang dipahat pada batu berbentuk persegi panjang dengan ukuran tinggi 69 cm, lebar 44 cm, dan tebal 10 cm. Prasasti ditulis menggunakan aksara sidhham, bahasa Sanskerta, dan dikeluarkan pada tahun 700 Saka atau 778 Masehi. Kini Prasasti Kalasan menjadi koleksi di Museum Nasional Indonesia.
Dalam prasasti itu disebutkan bahwa sebuah bangunan suci didirikan untuk menghormati Dewi Tara yang telah dikirim setelah melihat makluk-makluk dunia tenggelam dalam kesengsaraan. Dewi Tara adalah satu-satunya bintang pedoman arah di dunia dan di tempat dewa-dewa.
Struktur dan Hiasan Candi Kalasan
Kesan pertama saya ketika melihat Candi Kalasan adalah sebuah candi yang solid, tebal dan kokoh. Candi Kalasan memiliki alas yang berukuran 45 X 45 meter dan tinggi 23 m. Candinya berbentuk segiempat sama sisi, dengan muka candi menghadap timur.
Sayang sekali karena kondisi candi tidak memungkinkan untuk dimasuki pengunjung jadi kita hanya bisa melihat dari luar. Candi ini sudah tidak mungkin direnovasi dengan cara membongkar batu penyusun candi satu per satu . Candi ini sudah disemen oleh pemerintah Belanda pada saat itu. Tujuannya baik yaitu untuk memperkuat candi yang sudah hampir roboh saat itu. Alhasil sistem kuncian batu-batu penyusun candi sudah tidak bisa dibongkar pasang lagi.
Terdapat 4 ruangan yang mengikuti arah mata angin Timur – Barat dan Utara – Selatan. Masing-masing ruangan dijaga oleh sepasang Makara berbentuk hewan laut dengan mulut terbuka lebar dan didalam mulutnya terdapat hewan singa. Keempat ruangan itu seharusnya diisi dengan arca dewa-dewa Budha, tapi yang kita lihat sekarang hanyalah ruang kosong.
Salah satu keunikan candi ini terdapat Moonstone (batu bulan) di pintu masuk Timur yang diapit oleh Makara. Moonstone ini biasa dijumpai di candi-candi Budha di Srilanka, sebagai pembatas memasuki daerah suci.
Sisi selatan menyisakan pahatan dan relief paling bagus dan utuh dibandingkan dengan sisi-sisi lainnya. Di bagian tengah terdapat dinding yang menjorok keluar dan terdapat pintu masuk yang sekelilingnya dihiasai pahatan dan relief dekoratif, dan diatasnya terdapat ukiran Kalamakara yang rumit tapi halus pengerjaannya karena kita bisa melihat detail ornamennya.
Disisi kanan dan kiri pintu masuk terdapat relung tempat arca Boddhisatva. Seperti di Candi Sari, relung arca itu juga dijaga oleh Kalamakara, tapi Kalamakara di candi ini lebih unik. Tepat diatas Kalamakara terdapat ukiran berbentuk candi, seakan-akan menjadi mahkota.
Karena candi ini dipersembahan untuk Dewi Tara, secara keseluruhan pahatan dan relief Candi Kalasan lebih banyak detailnya dibandingkan dengan Candi Sari. Relung beserta arca didalamnya dilapisi dengan Vajralepa yang sudah mengelupas, tapi sisa-sisanya masih bisa dilihat. Bisa dibayangkan Candi Kalasan ini memancarkan kesan indah, syahdu sekaligus mistis ketika berpendar di malam bulan purnama.
Disekeling kaki candi terdapat beberapa relief Purna Kalasa, yang digambarkan dengan sebuah pot dengan tanaman yang menjulur keluar. Purna Kalasa berasal dari dua kata, purna yang berarti penuh dan kalasa yang berarti wadah air. Purna Kalasa melambangkan kelimpahan, kesuburan dan pencapaian dalam kehidupan.
Sebagai candi Budha, tentu saja Candi Kalasan memiliki banyak stupa. Selain stupa yang terletak dipuncak candi, disekeliling candi terdapat 52 stupa, namun hanya 1 stupa yang berhasil direkonstruksi dengan sempurna. Sisanya tersebar di halaman candi dalam bentuk yang tidak utuh.
Kemegahan dua candi ini adalah bukti bahwa nenek moyang kita sudah memiliki pengetahuan dan teknologi tinggi untuk membuat sebuah bangunan besar dan megah. Pahatan dan relief yang rumit dan halus menunjukan bahwa nenek moyang kita memiliki kepekaan artistik yang tinggi. Setiap pahatan dan relief adalah lambang yang memiliki makna filosofis yang berhubungan dengan kehidupan, ini menunjukan tingkat intelektual yang dimiliki oleh nenek moyang kita.
Yang Hilang
Prihatin rasanya kalau melihat banyak artefak-artefak sejarah yang hilang. Seperti di Candi Sari dan Candi Kalsan nyaris tidak ada arca yang tersisa, hanya meninggalkan relung-relung kosong sebagai bukti. Selain arca-arca yang memiliki nilai artistik dan historis tinggi, balok-balok batu penyusun candi juga menjadi sasaran penjarahan.
Dulu penduduk sekitar candi memanfaatkan batu-batu tersebut untuk membuat fondasi rumah. Wajar saja, karena saat itu penduduk belum mendapat edukasi mengenai pentingnya sebuah candi. Bagi mereka ketersediaan batu yang melimpah adalah berkah.
Pemerintah Belanda juga tidak mau kalah, mereka juga mengambil batu-batu tersebut dalam jumlah besar untuk membuat jalan raya atau proyek besar lainnya. Mungkin juga batu-batu itu terkubur dibawah jalan Jogja-Solo, yang kini memisahkan Candi Sari dan Candi Kalasan.
Bukan bermaksud menormalisasikan perilaku penjarahan. Ada masa dalam sejarah sebuah monumen ditinggalkan dan terlupakan, dan saat itu terjadi penjarahan.
Piramida di Mesir berkali-kali mengalami penjarahan oleh orang lokal sebelum akhirnya penjajah Eropa melakukan penjarahan besar-besaran dan mengirim barang jarahannya ke benua Eropa. Colloseum yang megah di Roma, kini hanya berdiri ‘telanjang’ dengan batu dan semen setelah lapisan marmer luarnya dipreteli dan dijadikan bahan membangun rumah-rumah mewah orang kaya.
Tugas kita sekarang adalah untuk menjaga dan melestarikan yang masih tersisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H