Mohon tunggu...
Ariani Kartika
Ariani Kartika Mohon Tunggu... Freelancer - Sudah keluar dari pekerjaan 9-5

Suka menulis dan membuat sabun artisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Candi Sari dan Candi Kalasan, Candi Cantik Yang Berpendar Dikala Bulan Purnama

26 Desember 2024   09:16 Diperbarui: 26 Desember 2024   09:16 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Sari ( Dokri penulis)

“Duhai Dewi Tara, betapa engkau sangat dicintai sehingga makluk-makluk di bumi mempersembahan sebuah candi megah yang indah dan cantik untukmu.” 

Pada hari Kamis tanggal 19 Desember 2024, saya dan teman-teman blogger beserta UMKM Batik, berkesempatan berkunjung ke Candi Sari dan Candi Kalasan atas undangan Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman. Kedua candi tersebut adalah candi Budha tertua, yang sudah ada sebelum Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Candi Sari yang tampak seperti kastil

Candi Sari letaknya tersembunyi di area pemukiman penduduk, tidak tampak dari jalan besar. Secara administratif candi bercorak Budha ini berada di Dusun Bendan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tampak depan Candi Sari itu langsung mengingatkan saya akan kastil di Eropa, tapi versi mini. Begitulah kesan pertama saya ketika melihat Candi Sari. Sayapun jadi berpikir, apa yang membuat saya mendapat kesan seperti itu?

Disain tampak depan Candi Sari itu simetris. Pintu masuk di tengah dengan jendela di kiri dan kanan, serta jendela ditingkat atasnya. Lalu ada relung kosong, ditingkat paling atas, yang memberi kesan seperti jendela. Stupa-stupa berujung lancip diatas candi, sekilas mengingatkan saya pada menara pengawas diatas kastil.

Sayapun buru-buru mengambil gambar candi itu, mumpung belum ada orang  dari rombongan kami yang berdiri depan candi. Tapi di depan sana justru terdapat sebuah tempat sampah plastik berwarna hijau dengan tutup kuning. Benar-benar merusak pemandangan. Mengapa tempat sampah itu diletakan disana? Tidak lama kemudian seorang petugas keluar dari pintu candi sambil membawa sapu dan kemudian membawa tempat sampah itu pergi.

Mengutip  dari https://paniradyakaistimewan.jogjaprov.go.id/informasi/wisata-candi-candi-sari, Candi Sari ditemukan dalam kondisi rusak. Jawatan Purbakala Hindia Belanda (Oudheidkundige Dienst) memugar Candi Sari pada tahun 1929-1930. Hasil pemugaran belum sempurna karena banyak batu-batu penyusun candi yang hilang, antara lain: sebagian kaki atau selasar yang mengelilingi bangunan, bilik penampil yang menjorok keluar dari dinding depan, dan beberapa stupa atap, ukiran maupun hiasan.

Candi biasanya memiliki gerbang yang dijaga oleh arca Makara, makluk berupa binatang dalam mitologi Hindu – Budha, dan selasar  sebelum kita masuk ke candi utama. Dua komponen itu yang tidak dimiliki oleh candi Sari saat ini. Itu yang membuatnya tampak seperti kastil dimata saya.

Ruang Dalam Candi Sari

Tertulis dalam prasasti Kalasan (778M), pemuka agama Wangsa Syailendra meminta kepada penguasa saat itu  Rakai Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci Candi Kalasan tempat memuja Dewi Tara dan Candi Sari sebagai  wihara tempat tinggal para biksu.

Dalam prasasti tidak tertulis jelas bahwa Candi Sari adalah wihara tempat tinggal para biksu, karena itu kita harus masuk kedalam untuk melihat bukti fisik bahwa candi ini pernah menjadi tempat tinggal.

Candi Sari berbentuk persegi panjang dengan ukuran 17.3 X 10 meter dengan tinggi 18 meter jika dihitung sampai puncak stupa.  Ruangan dalam candi dibagi menjadi 3 bagian yang sama besar. Di dinding dalam tampak lekukan  tempat meletakan balok kayu yang menyangga papan sebagai lantai ditingkat 2.  Diperkirakan para biksu tinggal ditingkat atas yang dilengkapi dengan jendela untuk sirkulasi udara.

Tentu saja balok dan papan kayu sudah punah dimakan usia, yang tersisa adalah ruang kosong dengan langit-langit batu yang tinggi. Beberapa kalelawar yang terbang diatas kami, tampaknya kedatangan pengunjung mengganggu tidur mereka. Pantas saja tadi ada petugas yang membawa sapu dari dalam candi, rupanya untuk membersihkan kotoran kelelawar yang menempati langit-langit candi.

Relung tempat arca yang dijaga oleh Kalamakara (dokpri penulis)
Relung tempat arca yang dijaga oleh Kalamakara (dokpri penulis)

Sebagaimana tempat pemujaan, dipercaya terdapat arca di ketiga ruangan tersebut, namun kini keberadaan arca-arca tersebut tidak diketahui. Di dinding juga terdapat relung  yang biasanya diisi dengan arca berukuran kecil. Pinggiran relung dihiasi dengan relief sulur-suluran, bunga dan daun. Dan tidak ketinggalan ukiran Kalamakara dibagian atas sebagai penjaga

Menurut kepercayaan Hindu-Budha, Kalamakara ini digambarkan dengan wajah hewan mitologi dengan mata melotot, mulut terbuka lebar dan bertaring. Dipercaya bahwa Kalamakara akan menghisap semua energi  enegatif . Karena itu Kalamakara sering dijumpai di pintu dan jendela.

Pahatan Dinding  Candi Sari

Pintu utama Candi Sari menghadap kearah Timur dan dihias dengan 8 buah pahatan arca Boddhisatva. Begitu juga di sisi bagian utara dan selatan  terdapat 8 arca, sedangkan dibagian barat (belakang) terdapat 12. Total ada 36 arca Boddhisatva diukir di badan candi. Secara umum pahatan arca  Boddhisatva digambarkan membawa bunga teratai dan dalam sikap Tribangga atau lemah gemulai.

Boddhisatva  digambarkan sebagai laki-laki dan perempuan. Arca perempuan tampak memiliki buah dada. Ada juga arca Kinara Kinari, makluk mitologi berkepala manusia berbadan burung, yang juga menggambarkan pasangan laki-laki dan perempuan. Relief dekoratif sulur-suluran bunga dan daun, yang disebut Kumuda, melengkapi keindahan tampak luar Candi Sari.

Arca Boddhisatva yang dilapisi dengan semen Vajralepa (dokpri penulis)
Arca Boddhisatva yang dilapisi dengan semen Vajralepa (dokpri penulis)

Pada awalnya saya mengira kalau arca-arca Boddisatva di dinding candi adalah hasil rekonstruksi yang pengerjaannya kurang rapi karena meninggal lapisan semen berwarna coklat kream yang tampak belepotan, kontras dengan batu candi yang berupa batu andesit hitam.

Tapi saya salah. Lapisan semen coklat krem itu disebut Vajralepa. Konon ada satu bahan rahasia dalam campuran semen Vajralepa yang membuat arca-arca tersebut berpendar jika terkena cahaya bulan purnama. Bisa dibayangkan betapa cantiknya Candi Sari saat itu.

Baguanan candi tersusun dari bongkahan batu dan dipahat,  sambungan antar bongkahan batu tersebut terlihat jelas. Campuran semen Vajralepa yang melapisi arca Boddhisatva memberi kesan kalau arca tersebut dipahat dari satu batu.

Biasanya candi dinamai sesuai dengan nama dusun tempat candi ditemukan. Tapi Candi Sari tidak dinamakan Candi  Bendan. Apakah karena kecantikannya candi ini dinamakan Candi Sari, karena sari berarti bunga lambang kecantikan?

Candi Kalasan

 Kalau melintas jalan raya Jogja-Solo, kamu bisa melihat puncak candi Kalasan yang badannya tersembunyi dibalik  deretan toko-toko. Seperti halnya Candi Sari, Candi Kalasan sudah dikepung oleh pemukiman penduduk.

Letak Candi Kalasan berada di Dusun Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

Prasasti Kalasan

Di sekitar area candi ini temukan Prasasti Kalasan yang dipahat pada batu berbentuk persegi panjang dengan ukuran tinggi 69 cm, lebar 44 cm, dan tebal 10 cm. Prasasti ditulis menggunakan aksara sidhham, bahasa Sanskerta, dan dikeluarkan pada tahun 700 Saka atau 778 Masehi. Kini Prasasti Kalasan menjadi koleksi di Museum Nasional Indonesia.

Dalam prasasti itu disebutkan bahwa sebuah bangunan suci didirikan  untuk menghormati Dewi Tara yang telah dikirim setelah melihat makluk-makluk dunia tenggelam dalam kesengsaraan. Dewi Tara adalah satu-satunya bintang pedoman arah di dunia dan di tempat dewa-dewa.

Struktur dan Hiasan Candi Kalasan

Candi Kalasan (dokpri penulis)
Candi Kalasan (dokpri penulis)

Kesan pertama saya ketika melihat Candi Kalasan adalah sebuah candi yang solid, tebal dan kokoh. Candi Kalasan memiliki alas yang berukuran 45 X 45 meter dan tinggi 23 m. Candinya berbentuk segiempat sama sisi, dengan muka candi menghadap timur.

Sayang sekali karena kondisi candi tidak memungkinkan untuk dimasuki pengunjung jadi kita hanya bisa melihat dari luar. Candi ini sudah tidak mungkin direnovasi dengan cara membongkar batu penyusun candi satu per satu . Candi ini sudah  disemen oleh pemerintah Belanda pada saat itu. Tujuannya baik yaitu untuk memperkuat candi yang sudah hampir roboh saat itu. Alhasil sistem kuncian batu-batu penyusun candi sudah tidak bisa dibongkar pasang lagi.

Terdapat 4 ruangan  yang mengikuti arah mata angin Timur – Barat dan Utara – Selatan. Masing-masing ruangan dijaga oleh sepasang Makara berbentuk hewan laut dengan mulut terbuka lebar dan didalam mulutnya terdapat hewan singa. Keempat ruangan itu seharusnya diisi dengan arca dewa-dewa Budha, tapi yang kita lihat sekarang hanyalah ruang kosong.

Salah satu keunikan candi ini terdapat Moonstone (batu bulan) di pintu masuk Timur yang diapit oleh Makara. Moonstone ini biasa dijumpai di candi-candi Budha di Srilanka, sebagai pembatas memasuki daerah suci.

 Sisi selatan menyisakan pahatan dan relief paling bagus dan utuh dibandingkan dengan sisi-sisi lainnya. Di bagian tengah terdapat dinding yang menjorok keluar dan terdapat pintu masuk yang sekelilingnya dihiasai pahatan dan relief dekoratif, dan diatasnya terdapat ukiran Kalamakara yang rumit tapi halus pengerjaannya karena kita bisa melihat detail ornamennya.

Disisi kanan dan kiri pintu masuk terdapat relung tempat arca Boddhisatva. Seperti di Candi Sari, relung arca itu juga dijaga oleh Kalamakara, tapi Kalamakara di candi ini lebih unik. Tepat diatas Kalamakara terdapat ukiran berbentuk candi, seakan-akan menjadi mahkota.

Relung arca berlapi Vajralepa di Candi Kalasan (dokpri penulis)
Relung arca berlapi Vajralepa di Candi Kalasan (dokpri penulis)

Karena candi ini dipersembahan untuk Dewi Tara, secara keseluruhan pahatan dan relief  Candi Kalasan lebih banyak detailnya dibandingkan dengan Candi Sari. Relung beserta  arca didalamnya dilapisi dengan Vajralepa yang sudah mengelupas, tapi sisa-sisanya masih bisa dilihat. Bisa dibayangkan  Candi Kalasan ini memancarkan kesan indah, syahdu sekaligus mistis ketika berpendar di malam bulan purnama.

Disekeling kaki candi terdapat beberapa relief Purna Kalasa, yang digambarkan dengan sebuah pot dengan tanaman yang menjulur keluar. Purna Kalasa berasal dari dua kata, purna yang berarti penuh dan kalasa yang berarti wadah air. Purna Kalasa melambangkan kelimpahan, kesuburan dan pencapaian dalam kehidupan.

Sebagai candi Budha, tentu saja Candi Kalasan memiliki banyak stupa. Selain stupa yang terletak dipuncak candi, disekeliling candi terdapat 52 stupa, namun hanya 1 stupa yang berhasil direkonstruksi dengan sempurna. Sisanya tersebar di halaman candi dalam bentuk yang tidak utuh.

Kemegahan dua  candi ini  adalah bukti bahwa nenek moyang kita sudah memiliki pengetahuan dan teknologi  tinggi untuk membuat sebuah bangunan besar dan megah.  Pahatan dan relief yang rumit dan halus menunjukan bahwa nenek moyang kita memiliki kepekaan artistik yang tinggi. Setiap pahatan dan relief adalah lambang yang memiliki makna filosofis yang berhubungan dengan kehidupan, ini menunjukan tingkat intelektual  yang dimiliki oleh nenek moyang kita.

Yang Hilang

Prihatin rasanya kalau melihat banyak artefak-artefak sejarah yang hilang. Seperti di Candi Sari dan Candi Kalsan nyaris tidak ada arca yang tersisa, hanya meninggalkan relung-relung kosong sebagai bukti. Selain arca-arca yang memiliki nilai artistik dan historis  tinggi, balok-balok batu penyusun candi juga menjadi sasaran penjarahan.

Dulu penduduk sekitar candi memanfaatkan batu-batu tersebut untuk membuat fondasi rumah. Wajar saja, karena saat itu penduduk belum mendapat edukasi mengenai pentingnya sebuah candi. Bagi mereka ketersediaan batu yang melimpah adalah berkah.

Pemerintah Belanda juga tidak mau kalah, mereka juga mengambil batu-batu tersebut dalam jumlah besar untuk membuat jalan raya atau proyek besar lainnya. Mungkin juga batu-batu itu terkubur dibawah jalan Jogja-Solo, yang kini memisahkan Candi Sari dan Candi Kalasan.

Bukan  bermaksud menormalisasikan perilaku penjarahan. Ada masa dalam sejarah sebuah monumen ditinggalkan dan terlupakan, dan saat itu  terjadi penjarahan.

Piramida di Mesir berkali-kali mengalami penjarahan oleh orang lokal sebelum akhirnya penjajah Eropa melakukan penjarahan besar-besaran dan mengirim barang jarahannya ke benua Eropa.  Colloseum yang megah di Roma, kini hanya berdiri ‘telanjang’ dengan batu dan semen setelah lapisan marmer luarnya dipreteli dan dijadikan bahan membangun rumah-rumah mewah orang kaya.

Tugas kita sekarang adalah untuk menjaga dan melestarikan yang masih tersisa.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun