Saya memastikan bahwa tak ada tanda-tanda bahaya seperti salah satunya yakni nyeri saat menelan ataupun tanda-tanda perdarahan saluran cerna sehingga belum ada indikasi untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat sekunder.Â
Pasien mengeluhkan nyeri pada ulu hati, sensasi panas pada dada, dan rasa mual setiap selesai makan. Masih belum diketahui apakah itu merupakan dispepsia fungsional yang artinya tak ada kelainan organik pada saluran cerna atau dispepsia organik yang artinya terdapat kelainan organik pada saluran cerna.Â
Untuk memastikan apakah ada kelainan organik atau tidak kita akan memerlukan "teropong" yang berguna untuk meningkatkan jangkauan pandangan kita hingga ke dalam saluran cerna yang disebut dengan prosedur endoskopi.Â
Namun tentu saja tidak langsung pada seluruh pasien dilakukan prosedur yang invasif ini mengingat kita harus memberikan obat golongan Proton Pump Inhibitor (obat yang berfungsi menghambat pompa yang menghasilkan asam lambung) terlebih dahulu sambil memantau paling tidak dua minggu ke depan apakah terdapat respon terhadap terapi atau tidak.Â
Jika iya maka terapi akan saya lanjutkan. Diperlukan evaluasi berkelanjutan dengan pasien dispepsia untuk mencapai kesuksesan terapi sehingga memotivasi pasien untuk dapat mengubah gaya hidup dan pola serta jenis makanan lalu rutin dalam meminum obat adalah suatu kewajiban.
Diagnosis saya di atas memang sangat sederhana. Sebuah diagnosis klinis berdasar sekumpulan gejala yang dirasakan pasien. Pemeriksaannya 'hanya' lewat mendengarkan keluhan pasien, memastikan tak ada tanda bahaya, dan melakukan pemeriksaan fisik pada perutnya.Â
Namun saya ingat betul pesan dosen-dosen saya di Universitas Gadjah Mada untuk dapat menganamnesis pasien secara terarah sejak seorang dokter melontarkan pertanyaan pertama.Â
Dengan begitu seorang dokter akan percaya diri dengan diagnosis yang dimilikinya dan sekalipun tak ada alat ataupun bahan untuk melakukan pemeriksaan penunjang di sekitarnya. Dengan kepercayaan diri tersebut, dokter dapat memberikan edukasi yang optimal kepada pasiennya.Â
Edukasi tersebut tentu diperoleh dari menggali faktor risiko yang ada pada pasien. Perlahan-lahan saya tanyakan satu per satu hal-hal yang mungkin menimbulkan kondisi tersebut pada pasien.Â
Pasien mengakui ia makan pada jam tak beraturan dan hanya makan saat ia benar-benar dalam keadaan yang sangat lapar karena ia sibuk bekerja.Â
Pasien pun senang meminum kopi untuk membantunya tetap terjaga untuk menyelesaikan pekerjaan yang diminta atasan di perusahaan ia bekerja.