Mohon tunggu...
Ari Sukmayadi
Ari Sukmayadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pelajar Forever

Aku baca. Aku pikir. Aku tulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Mempersiapkan Anies Menjadi Presiden Berikutnya

11 November 2022   15:55 Diperbarui: 11 November 2022   16:01 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghadapi Pilpres 2024...

Ada yang menafsirkan Jokowi akan mendukung Prabowo Subianto.

Ada yang menafsirkan Jokowi akan mendukung Ganjar Pranowo.

Ada yang menafsirkan Jokowi akan mendukung Puan Maharani.

Ada yang menafsirkan Jokowi akan mendukung Airlangga Hartanto.

Bahkan di awal tahun 2020, ada pula yang menafsirkan Jokowi akan mendukung Sandiaga Uno.

Orang-orang pun masih menerka-nerka, sebetulnya siapa sih yang akan didukung oleh  Jokowi ?

Satu yang mengerucut, siapapun Capresnya, yang penting Asal BAB alias Asal Bukan Anies Baswedan.

Padahal...

Bagi yang pilihan Capresnya berharap pada "restu" Jokowi, justru suaranya akan terpecah untuk beberapa kandidat sekaligus. Ada yang ke Prabowo, ada yang ke Ganjar Pranowo, ada yang ke Puan Maharani, ada yang ke Airlangga Hartanto, ada yang ke Sandiaga Uno, atau bisa jadi nanti muncul nama lain. Mereka akan berebut suara dari ceruk yang sama.

Sedangkan suara dari ceruk yang berbeda, hanya akan ada satu suara bulat...Anies Baswedan.

Berita-berita yang berseliweran di permukaan umumnya menafsirkan ada "ketidaksukaan" Jokowi kepada Anies, hingga tuduhan akan nada "penjegalan" kepada Anies.

Tapi kalau dicermati, Jokowi justru tampaknya sedang mempersiapkan istana baru  di IKN itu untuk Anies.

Sebelum membahas lebih lanjut hubungan Jokowi -- Anies, coba kita sedikit tengok sejarah.

Soekarno dan Soeharto itu dikesankan seperti "bermusuhan".  Jumhur umat sejauh ini bermazhab bahwa Soekarno itu dijatuhkan oleh Soeharto. Tidak heran bagaimana keluarga dan pendukung setia Soekarno begitu bencinya dengan Soeharto. Hingga saat ini.

Padahal...

Kalau Soekarno tidak suka kepada Soeharto, kenapa Soeharto pernah ditunjuk menjadi Panglima Mandala Trikora ? Bahkan pasca peristiwa G30S, Soekarno tetap mempercayakan Soeharto sebagai Pangkopkamtib. Dan, Supersemar adalah suatu bentuk kepercayaan yang tinggi dari Soekarno kepada Soeharto untuk mengatasi keadaan negara.

Dalam  Pidato Laporan Pertanggungjawaban Presiden Soekarno di hadapan MPRS, Soekarno pun tidak "menjelek-jelekan" Soeharto. Justru Soekarno mengucapkan "terima kasih" kepada Soeharto sebagai pengemban Supersemar.

Mungkinkan ada mazhab alternatif, bahwa sebetulnya Soekarno lah yang merancang skenario menjadikan Soeharto sebagai penerusnya ?

Sebelumnya, banyak diceritakan bahwa sosok Ahmad Yani adalah jenderal kesayangan Soekarno, dan pernah digadang-gadang sebagai calon kuat pengganti Soekarno. Namun, Ahmad Yani adalah jenderal yang dimusuhi oleh PKI, salah satu partai penyokong utama Soekarno. Dan Ahmad Yan pun begitu galak kepada PKI. Kalau Ahmad Yani jadi Presiden, pasti banyak kekacauan negara.

Di sisi lain,  Soekarno pun tak mungkin membubarkan PKI, mengingat Soekarno terlanjur mempromosikan konsep Nasakom kepada dunia yang ketika itu tengah dilanda perang dingin antara blok barat yang berideologi liberal dengan blok timur yang berideologi komunis. Soekarno menawarkan konsep persatuan ideologi yang dicontohkan dengan Nasakom, bahwa ideologi Nasionalis, Agama dan Komunis bisa hidup berdampingan secara damai. Kebayang kan kalau tiba-tiba Soekarno membubarkan PKI ? Apa kata dunia ?

Di sisi lain, Soekarno pun tampaknya sudah lelah mengatasi masalah ekonomi bangsa yang dilanda superinflasi. Jika Soekarno mengundurkan diri begitu saja, beliau gak tega dengan kolega-koleganya dari negara-negara nonblok ataupun blok komunis, seolah-oleh beliau lepas tanggung jawab begitu saja dalam perjuangan melawan neo kolonialisme imperialisme dan dominiasi negara-negara barat.  

Maka, dirancanglah skenario memunculkan sosok Soeharto. Diberi panggung untuk mengatasi krisis G30S, sekaligus "diberi kuasa" untuk membubarkan PKI, agar Soeharto terlihat memiliki kemampuan dan jasa kepada negara, hingga memberi alasan  kepada rakyat kenapa Soeharto layaknya dicalonkan menjadi Presiden berikutnya.

Soekarno sendiri sebetulnya sudah mulai sakit-sakitan. Mundur teratur. Menjauhkan diri dari politik dan membiarkan dirinya diisolasi, agar tidak ada rakyat pendukungnya yang menghasut macam-macam. Biarkan rakyat Indonesia bersatu mendukung Soeharto, pemimpin yang baru.

Soeharto pun memegang teguh prinsip mikul duwur mendem jero. Di buku-buku sejarah resmi yang diterbitkan negara, nama Soekarno tetap harum, nyaris tidak ada pembahasan tentang kasus-kasus bahkan skandal-skandal politik era Soekarno. Semua orang tetap mengagungkan dan mengidolakan Soekarno.

Kondisi serupa mirip dengan proses peralihan kekuasaan dari Soeharto kepada Habibie. Sejenak setelah membacakan keputusan pengunduran dirinya sebagai Presiden, Soeharto pergi begitu saja meninggalkan istana, sekaligus meninggalkan Habibie yang beridir melongo, tidak disapa ataupun disalami. Bahkan Soeharto terus menjaga jarak dengan Habibie hingga beliau wafat.

Soeharto harus melakukannya agar rakyat Indonesia tidak memandang Habibie sebagai kepanjangan tangan dari Soeharto. Karena jika hal ini terjadi, maka Habibie akan terus diserang sehingga negara akan semakin kacau pasca pengunduran diri Soeharto. Di sisi lain, jika Soeharto menyerahkan keadaan kepada ABRI, diyakini pula tidak akan memperbaiki suasana, tidak akan memuaskan rakyat yang menggelar demonstrasi.

Sejarah pun kemudian mencatat, Habibie hanya menjabat seumur jagung, hanya sekadar mengantarkan terlaksananya pemilu yang dipercepat. Sesuatu yang memang sebelumnya pernah ditawarkan oleh Soeharto, bahwa supaya tidak terjadi kekacauan, Soeharto akan mengundurkan diri setelah melakukan proses percepatan pemilu. Namun usul Soeharto ditolak, bahkan para menteri yang selama ini menjadi kepercayaannya, mengundurkan diri secara berjamaah.

Pasca Pemilu 1999, Habibie mengundurkan diri di Sidang Umum MPR sebagai Calon Presiden. Tibalah skenario berikutnya. Bahwa Gus Dur dan Megawati itu sebetulnya sudah dipersiapkan oleh Soeharto sebagai calon penggantinya.

Cerita represif-nya Orde Baru kepada Gus Dur dan Megawati, sebetulnya adalah cara Soeharto sebagai orang tua mendidik calon penerusnya. Mendidiknya dengan perjuangan, sekaligus memberi panggung agar mereka lebih dikenal oleh rakyat. Agar rakyat melihat mereka-mereka ini layak untuk diangkat sebagai Presiden.

Banyak aktivis yang dipenjara, diculik, bahkan dihilangkan di era Orde Baru. Tapi keluarga Soekarno sebetulnya relatif aman-aman saja. Kehidupan keluarga Soekarno memang tidak semewah di istana kala Soekarno masih menjadi Presiden. Tapi hidupnya gak melarat-melarat amat.

Gus Dur dikenal sebagai "penentang" Soeharto. Faktanya Gus Dur pernah masuk Golkar dan melenggang ke MPR. Gus Dur pun pernah digandeng Soeharto untuk membumikan asas tunggal Pancasila.

Gus Dur memang pernah digoyang saat pemilihan Ketua PB NU. Megawati pun pernah digoyang saat pemilihan Ketua PDI, hingga akhirnya melahirkan PDI Perjuangan. Tapi sekali lagi, inilah cara Soeharto mendidik, menguji  dan memberi panggung kepada mereka.

Gus Dur pun pernah mengikuti pola ini ketika mempersiapkan Muhaimim Iskandar sebagai calon penggantinya di PKB. Kisruh PKB-nya Gus Dur dengan PKB-nya Muhaimin adalah cara Gus Dur mendidik dan memberi panggung bagi Muhaimin, agar warga PKB yakin dengan kapabilitas Muhaimin yang teruji, karena Muhaimin memperoleh amanah kepemimpinannya dengan perjuangan, bukan hadiah gratis. Faktanya Muhaimin sampai sekarang masih menjadi Ketua PKB, aman-aman saja, dan suara PKB di Pemilu 2019 pun meningkat dari pemilu sebelumnya.

Megawai pun tampaknya sedang mempertimbangkan metode yang sama. Tampaknya beliau sedang mendidik, menguji dan memberi panggung kepada Ganjar Pranowo. Popularitas dan elektabilitas Ganjar pun melesat tinggi.

Kembali kepada Jokowi dan Anies.

Anies memang pernah dicopot Jokowi sebagai Mendikbud. Tapi tidak pernah ada berita ataupun cerita jika Anies keberatan dengan pencopotan dirinya.

Anies bisa jadi memang disiapkan untuk menghadapi Ahok di Pilkada DKI 2017. Mungkin posisinya Anies sebagai Mendikbud tidak terlalu strategis untuk mengangkat popularitasnya sebagai Calon Presiden. Kondisi DKI yang ketika itu sedang panas, tampaknya akan menjadi medan laga yang tepat untuk memperoleh panggung nasional.

Anies dnilai sebagai orang yang paling memungkinkan untuk bisa menghadapi Ahok. Sosok lain, seperti Yusril Ihza Mahendra dan Syafrie Syamsudin sepertinya kurang kuat untuk diandalkan. Bisa jadi ini adalah cara Jokowi untuk "membayar kesalahannya". Tangan Yusuf Kalla sang Wapres ketika itu yang digunakan untuk menggalang dukungan kepada Anies. Karena Presiden Jokowi tidak mungkin melakukan dukungan nyata di depan publik.

Kinerja Ahok sebetulan dinilai baik sebagai Gubernur. Hanya sayangnya, Ahok dinilai terlalu kasar. Banyak ribut sana sini. Kata-katanya kasar. Penggusuran banyak terjadi. Bukan masalah benar atau salah. Penggusuran itu bisa jadi benar secara hukum. Tapi, bukankah yang membuat Jokowi terkenal ke tingkat nasional berawal dari keberhasilan beliau sebagai Walikota Solo memindahkan pasar tanpa keributan ? Padahal biasanya rakyat kita itu suka ribut kalau pasar mau dipindah. Nah, setelah Jokowi ditarik menjadi Gubernur Jakarta, lho kenapa prestasi yang dibanggakan beliau ini seolah menjadi bertolak belakang ?

Kinerja Ahok dinilai tetap baik. Jokowi pun memandang lebih tepat jika Ahok ditempatkan sebagai Komisaris Utama Pertamina. Supaya "galaknya" Ahok berada di waktu dan tempat yang tepat.

Di sisi lain, bisa jadi Anies disiapkan untuk menjadi Gubernur DKI yang bisa menghadapi para oligarki yang menjadi pendukung Jokowi. Barangkali Jokowi tidak enak hati jika berhadapan langsung dengan para naga, misalnya dalam kasus reklamasi. Bukankah citra Jokowi adalah sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat kecil ? Kalau pulau reklamasi yang ekslusif itu tetap dibiarkan, tetapi tidak bisa dimasuki rakyat umum, kan bisa rusak citra Jokowi.

Jokowi sengaja "menjaga jarak" dengan Anies, bukan berarti tidak pernah berjumpa. Dalam beberapa kesempatan, mereka berdua sering tampak di depan umum, dan mereka asyik-asyik saja ngobrol santai. Seperti yang tampak terlihat ketika Jokowi meninjau sirkuit Formula E di Ancol.

Dalam gelaran Formula E pun, Jokowi sengaja membiarkan Anies seolah "sendirian". Tidak seperti Moto GP Mandalika misalnya, dimana Jokowi menggelontorkan dana triliunan ke sana. Jokowi ingin memberikan panggung kepada Anies, supaya orang-orang melihat bahwa Anies mampu kerja dengan baik, walaupun tidak di-support dana dari pusat.

Secara keseluruhan, sejak pencopotan Anies sebagai Mendikbud pada tahun 2016, pemberitaan Anies justru terus meningkat. Popularitas tentunya meningkat pula. Memang banyak yang menyerang Anies, tapi seringkali justru serangan demi serangan itu malah semakin menambah panggung buat Anies. Selain membuat program-programnya menjadi viral, Anies malah punya kesempatan untuk memberikan penjelasan yang lebih terang benderang mengenai program-programnya, sehingga bisa menjawab kritik yangn dialamatkan kepadanya.

Jabatan Gubernur DKI pun habis tahun 2022 ini, dan tidak diperpanjang. Dikiranya Anies akan kehilangan panggung. Tapi, fakta terjadi sebaliknya. Panggung tetap ada, bahkan Anies bisa lebih fokus mempersiapkan diri, dibandingkan para kandidat lain yang fokusnya masih terbelah dengan jabatan yang masih dipegangnya, entah sebagai gubernur, menteri, DPR, dll. Anies betul-betul bebas.

Dan kali ini, tampaknya tangan Surya Paloh yang digunakan. Partai Nasdem yang dipimpin Surya Paloh sejatinya adalah koalisi Jokowi. Tapi inilah satu-satunya cara agar Anies punya kesempatan untuk menjadi Capres. Dengan kondisi Gerindra yang tampaknya masih tetap ngotot mencalonkan Prabowo sebagai Capres untuk ketigakalinya, maka hanya tersisa PKS dan Demokrat yang potensial mencalonkan Anies. Tidak cukup kursi yang dimiliki dua partai ini untuk mencalonkan Anies. Maka bagaikan langkah kuda catur yang sulit ditebak, bermainlah Partai Nasdem, memberi panggung terbuka untuk Anies.

Ingat, ketika Anies selesai menjabat Gubenur DKI, beliau justru pamitannya ke Jokowi lho. Anies malah belum sowan ke Prabowo, orang yang dulu mencalonkannya sebagai Gubernur DKI.

Hmmm...waktunya terbangun dari tidur.

Ini hanya sejarah mazhab alternatif. Kalau sudah jadi pemenang, bisa menjadi sejarah yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun