Dalam beberapa tahun ke belakang, banyak anak muda di seluruh dunia, termasuk di Indoensia semakin bergairah untuk menjajal daya kreatifitasnya dengan membangun perusahaan atau startup sendiri.
Untuk mereka yang cash-flownya terus menerus defisit tentu akan limbung, untuk yang kelamaan limbung, ya kolaps. Sementara mereka yang terbilang ‘sukses’ akan terus tumbuh. Meskipun sebenarnya belum tentu cash flow nya positif.
Alasannya? Dana Investor.
Kita ambil contoh startup yang belakangan ini sedang seru serunya ‘ngebakar duit’, Bukalapak.
Sejak kehadirannya di tahun 2010, kinerja strategi marketing Bukalapak tercatat tumbuh progresif. Khususnya, pada dua tahun terakhir. Jika tahun 2013 jumlah seller Bukalapak baru pada kisaran 80 ribu seller, maka saat ini jumlah seller sudah menembus 800 ribu, berarti pertumbuhannya sebesar 10 kali lipatnya.
Namun sepak terjang Bukalapak juga mengambarkan pelajaran yang amat berharga. Dimulai dari valuasi - ekspektasi Investor - hingga strategi pemasaran online - offline yang ditempuh.
Eskpektasi Investor
Berbicara soal valuasi dan ekspektasi Investor terlebih dahulu kita perlu mengenal sebutan Venture capital.
Pengertian Venture Capital atau juga dikenal pemodal Ventura, Mereka inilah yang tidak segan-segan menggelontorkan dana besar dengan harapan mendapat keuntungan berlipat lipat saat startup yang mereka danai mulai bisa membiayai operasionalnya sendiri.
Dana mereka tentu bukan dalam jumlah yang kecil, apalagi jika ukurannya dibandingkan dengan bisnis tradisional.
Misalnya saja Tokopedia, startup ini mungkin yang paling moncer. Dilihat dari valuasinya, dua kali Toped mendapatkan pendanaan dari venture capital, masing-masing senilai sekitar 1 triliun. Jadi total sudah 2 triliun disuntikkan sebaga pendanaan. Jika dana 2 triliun itu dikonversi menjadi 50% saham, maka valuasi total Tokopedia menjadi sekitar Rp 4 triliun
Lalu saingannyapun ngak kalah besar, Bukalapak sekitar awal mei lalu, Bukalapak mendapat pendanaan baru senilai Rp 500 milyar yang nilainya dikonversikan menjadi 35 % saham. Artinya, valuasi Bukalapak senilai 1,5 triliun. Amazing.
Dari ilustrasi diatas rasanya sudah bisa kebayang kan? seberapa besar ekspaktasi investor.
Cash Flow Positif atau Negatif ?
Dengan kucuran dana yang besar bukan berarti neraca cash flownya menjadi positif. karena ukurannya sederhana saja.
Jika uang masuk lebih besar daripada pengeluaran, Anda aman Sebaliknya, jika pengeluaran lebih gede daripada dana yang masuk, ya Anda defisit. Nah, kalau kelamaan defisitnya, ya kolaps. Siap siap deh gulung tikar.
Kemudian dengan bisnis model marketplace, Bukalapak dan Toped masih dalam fase burning rate yang harapannya jika fase burning rate ini telah selesai baik Toped ataupun Bukalapak bisa mulai menghasilkan neraca positif dari bisnis modelnya sendiri. Bukan dari pendanaan ventura.
Burning rate. Ini istilah kecepatan start up dalam “membakar” dana investor. Harapannya, dengan cara pemasaran yang jor-joran membakar uang untuk iklan dan ekspansi, maka pertumbuhan akan melesat. Pertumbuhan atau Growth ini berarti, meningkatnya jumlah pelanggan, tingginya nilai transaksi, ataupun pangsa pasar.
Simulasinya begini..
Dari model bisnisnya, Bukalapak mendapat pemasukan dari semacam iklan para member-nya. Dan juga komisi dari setiap transaksi, mirip dengan eBay atau Amazon. Berdasarkan data yang bisa dipercaya dan pengalaman kerja menjadi konsultan di bukalapak, estimasi pemasukan bukalapak dengan model bisnis Marketplace ada di kisaran Rp 1 milyar per bulan.
sebagai catatan, Bukalapak saat ini belum memungut komisi dari setiap transaksi. Ini berarti estimasi pemasukannya bisa kurang dari Rp 1 Milyar
Pengeluarannya?
Dengan karyawan sekitar 150 orang dan biaya iklan yang gencar, estimasi pengeluarannya bisa menembus angka Rp 2 – 3 milyar per bulan. Artinya desifit 1- 2 milyaran per bulan.
Lalu dari mana defisit ini ditutup? Ya dari dana investor tadi.
Nilai sebuah Growth untuk Valuasi yang Gila
Bagaimana Bukalapak, Tokopedia atau startup lainnya bisa mendapatkan dana invest?
Sudah tentu dari akselerasi pertumbuhan atau dikenal dengan Growth.
Semakin tumbuh maka semakin besarnya daya tawar startup dimata Investor.
Jadi prinsipnya : growth, growth, growth. Meski prinsip ini harus menghabiskan ratusan milyar. Growth dianggap lebih manis dibanding sekedar profit.
Nilai valuasi Tokopedia dan Bukalapak yang tembus triliunan, diasumsikan pertumbuhan pemasukan mereka bisa menembus 30 kali lipat dalam tempo 3 tahun ke depan. Pemasukan ya, bukan jumlah transaksi dan jumlah merchant yang bergabung.
Pertanyaannya, Bisakah pemasukan cash flow mereka melesat 30 kali lipat dalam 3 tahun ke depan? Mudah-mudahan bisa. Sebab hanya dengan itu, maka valuasi mereka menjadi masuk akal dan justified.
Jika tidak bisa bagaimana?
Artinya Investor terjebak euforia dan optimisme berlebihan.
4 Contoh Strategi Pemasaran Online untuk Mengejar Valuasi
Dengan beban ekspektasi Investor dan tentunya dana yang sudah dikucurkan tentu strategi pemasarannya tidak bisa sembarangan.
Untuk perusahaan atau startup yang memiliki dana lebih atau minimal rada lebih bisa menjajal 4 contoh strategi pemasaran yang berikut ini
1. Menghantui atau Hadir dimana mana
Anda pasti pernahkah merasa “dihantui” atau “diikuti” oleh iklan dari website tertentu saat sedang browsing di web? Membuka Facebook, muncul iklan Lazada. Membuka Detik, iklan Lazada muncul lagi. Buka 9gag, ada lagi itu iklan Lazada. Pas nonton YouTube, eh ada lagi iklan Lazada!
Nah, sebenarnya teman-teman kena “jebak” salah satu strategi di periklanan digital yang disebut remarketing.
Gampangnya: ini adalah fitur dari periklanan digital yang memungkinkan kita menampilkan iklan hanya ke orang yang pernah mengenal kita (atau masuk ke website kita).
Oh iya, nama lain remarketing adalah retargeting.
Dalam penerapannya Bukalapak ataupun Tokopedia, strategi pemasaran remarketing ini bukan bukan hanya diterapkan di media online saja tapi juga ada di media konvensional.
Harapannya pengguna yang native dengan media online dan belum fasih dengan online shop akan memberikan perhatiannya.
2. Menyambut di social media setelah Iklan TV
Pengguna baru eCommerce/marketPlace disasar lewat media TV, Iklan di TV masih diperlukan untuk menggapai penonton yang lebih luas. Kita harus mengakui bahwa orang banyak mengakses TV kalau kita bicara mass audience terutama di daerah, terlebih TV bagus untuk content delivery.
Setelah content disampaikan Bukalapak menyambutnya dengan social media, hasilnya bisa dilihat dari analisa yang kami lakukan tentang Brand Perception Bukalapak, dan sentiment audience positif atau negatif .
3. Pengembangan mobile aplikasi
Melihat perkembangan perangkat mobile, Bukalapak memutuskan untuk fokus pada kanal marketing ini. Aplikasi mobile Bukalapak pun disukai oleh banyak pengguna dan kemudian terbukti kalau rating aplikasi Bukalapak menjadi yang tertinggi di Google Play dan Apple App Store untuk kategori e-commerce Indonesia.
Jika tahun 2015 lalu jumlah user yang men-download aplikasi Bukalapak baru 200 ribu, maka saat ini jumlahnya sudah melonjak di atas 5 juta. Hasilnya? saat ini, sekitar 61,9 persen transaksi di Bukalapak terjadi lewat perangkat mobile.
Analisa kebiasaan pelanggan juga jadi fokus utama, misalnya: Ketika disinggung tentang statistik uninstall aplikasi mobile, Fajrin mengatakan kalau Bukalapak sudah menganalisa hingga kemudian memiliki strategi khusus untuk mengatasi hal tersebut.
Contoh solusinya, seperti kode voucher yang hanya dapat digunakan lewat mobile aplikasi. Hikmahnya adalah membantu Bukalapak untuk mengurangi rasio kebiasaan uninstall dari pengguna bukalapak di smarthpone.
4. SEO dan SEM serta Content Marketing
Bukalapak lebih memperhatikan edukasi untuk para merchant untuk mengembangkan cara pemasaran online, karena itu diperlukan media pembelajaran.
Kemudian implementasinya adalah menghidupkan Blog Bukalapak untuk edukasi seller / pelapak dan calon Buyer.Teknis SEM ataupun SEO jelas cukup masif perannya, seperti dikatakan Fajrin, sebuah e-commerce harus memberi perhatian lebih kepada pelanggan-pelanggan setia mereka.
Fajrin menjelaskan bahwa yang dimaksud pelanggan setia adalah orang-orang yang menemukan Bukalapak secara organik lewat mesin pencari.Implementasi yang kebetulan sudah diterapkan 3 tahun lalu, semakin terasa saat ini.
Sejalan dengan pertumbuhan jumlah seller dan jumlah barang yang terindex. Bukalapak menerapkan diversity dalam proses link-building dan untuk SEO onpage para seller di edukasi seputar LSI (Latent Semantic Index) sejak 3 tahun lalu. Efeknya bisa dilihat pada gambar diatas.
Perlu diketahui algoritma LSI ini baru efektif belakangan ini, sementara Bukalapak sudah mempersiapkan LSI bersamaan dengan pemasaran Growth Hack di tahun 2013/2014 lalu. Strategi SEO yang CERDAS
Mungkin sebagiannya sudah anda implementasi, namun sayangnya tidak banyak yang benar benar mengerti bagaimana mengelola website. Kemudian mengambil kesempatan yang menguntungkan dan menjanjikan dari Bisnis online.
Untuk lebih mengoptimalkan promosi bisnis anda, baik skala global maupun skala lokal. Untuk itu anda dapat menggunakan jasa SEO terbaik dari Biz.Deerham.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H