Mohon tunggu...
Argil Raras
Argil Raras Mohon Tunggu... Guru - Argil Raras Nandini

Katanya.. Menulis itu diawali dengan merangkai kata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai Kebajikan

21 Oktober 2022   21:38 Diperbarui: 21 Oktober 2022   21:42 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. "di depan memberi teladan", "di tengah membangun motivasi", "di belakang memberikan dukungan"

  • Ki Hajar Dewantara -

Pratap Triloka dengan 3 semboyan: Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, merupakan semboyan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara. Semboyan ini menjadi simbol kepribadian seorang pemimpin yang sesungguhnya, terutama pemimpin pembelajaran (guru). 

Guru dalam berbagai situasi tentu pernah dihadapkan pada sebuah kondisi, dimana ia harus mengambil keputusan tentang pilihan benar lawan benar, yang kemudian dikenal dengan dilema etika. Berpegang pada semboyan Pratap Triloka inilah, seorang guru pun dapat mengambil sebuah keputusan. 

Keputusan yang diambil seorang guru, hendaklah dapat memberi teladan, dapat membangun motivasi, dan dapat menjadi sebuah pemberi dukungan bagi berbagai pihak, terutama bagi murid. 

Seorang guru dengan pratap triloka dalam dirinya, tentu akan mengambil sebuah keputusan yang berpihak pada murid, yaitu keputusan yang dapat memberikan dampak kemajuan pembelajaran bagi para muridnya.

Pengambilan keputusan terpengaruh oleh nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang. Sebagai guru, tentu memiliki nilai-nilai kebajikan yang kemudian dijadikan pedoman dalam berperilaku dan telah membudaya dalam dirinya. 

Apa yang menjadi keyakinannya ini, yang kemudian akan digunakan sebagai acuan guru dalam pengambilan keputusan. Contoh nilai kebajikan antara lain: disiplin, rasa hormat, komitmen, lurus hati, bekerja sama, rendah hati, pendengar aktif, pedulian, dll.

Nilai kebajikan yang kini sedang didengungkan dan ingin diwujudkan pendidikan Indonesia adalah Profil Pelajar Pancasila, yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, gotong royong, kreatif, mandiri, bernalar kritis, dan berkebinekaan global. Jika nilai-nilai kebajikan yang dihidupi oleh seorang guru, tentu pola pikir berbasis nilai kebajikan inilah yang akan mengantarkannya pada berbagai pemikiran, yang membantunya mengambil keputusan terbaik dan bijaksana.

Guru dalam kesulitannya mengambil sebuah keputusan dilema etika (pilihan benar lawan benar), tentu sangat memerlukan sebuah bantuan dari pihak lain. 

Salah satu bantuan yang bisa diterima dalam mengambil keputusan adalah dengan pembicaraan berbasis pendekatan coaching atau bimbingan. 

Guru bisa meminta bantuan kepala sekolah atau rekan sejawat untuk melakukan coaching terhadap dirinya. Melalui kegiatan coaching inilah, seseorang akan terbantu mengenali situasi-situasi nyata yang terjadi dalam diri dan lingkungannya. 

Guru akan terbantu dalam menggali fakta-fakta yang ada dalam sebuah dilema yang dihadapi, sehingga bisa memperkuat pertimbangan guru dalam menentukan sebuah pilihan. 

Coaching akan membantu guru menggali potensi atau kemampuan berpikir, yang mungkin tidak ia sadari. 

Dalam perannya, coaching membantu guru mengidentifikasi kondisi nyata, serta menentukan sebuah aksi untuk mengimbangi berbagai fakta, dalam mewujudkan tujuannya. Sehingga, coaching dapat membantu guru berpikir secara mendalam terhadap suatu keputusan, tanpa ada hal yang masih mengganjal dalam pemikiran guru. Hal ini tentu akan membantu keefektifan pengambilan keputusan.

Setiap keputusan yang diambil, membawa dampak dan resiko yang harus dipertanggungjawabkan. Mempertanggungjawabkan keputusan yang diambil inilah yang kemudian menjadi hal sulit pengiring sebuah keputusan. 

Seorang guru tidak bisa serta merta memutuskan atas dasar pemahamannya saja, karena tentulah ini bukan tindakan bijaksana. Pengambilan keputusan akan mungkin menjadi bijaksana, jika seseorang mengenali dan menyadari betul bagaimana dirinya, bagaimana seorang guru mampu mengelola sosial emosionalnya. 

Kemampuan mengelola emosi menjadi penting, ketika seseorang mengalami situasi sulit, terutama dalam pengambilan keputusan dilema etika. 

Pengambilan keputusan membutuhkan tahapan-tahapan yang harus dilalui, dimana salah satunya adalah mengetahui fakta-fakta yang ada. 

Untuk mengetahui berbagai fakta yang ada, tentu diperlukan sebuah kerendahan hati seseorang untuk bisa mendengarkan dan mempertimbangkan pemikiran orang lain, mau mengakui kekuatan orang lain dan berwelas asih terhadap pihak yang terlibat dalam dilema etika tersebut. 

Kemampuan berelasi dan berkomunikasi pun memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang telah diambil, jika menyampaikannya tidak baik, bisa jadi dipandang dan diterima secara buruk oleh orang lain. 

Kompetensi sosial emosional utama yang kemudian menjadi urgensi dalam pengambilan keputusan adalah kompetensi pengalaman keputusan bertanggung jawab. 

Guru dalam mengambil keputusan harus berdasar pada identifikasi masalah, evaluasi konsekuensi pengiring keputusan, berpikir secara kritis, yang kemudian membantunya mengambil keputusan beralasan/masuk akal berdasarkan informasi, data, dan fakta yang diperoleh.

Pengambilan keputusan menjadi sesuatu yang rumit karena harus menentukan pilihan terbaik dari berbagai alternatif keputusan yang ada. Setiap alternatif keputusan yang diambil akan memberi dampak baik bagi diri sendiri, maupun bagi orang lain. 

Seorang guru akan terperangkap pula yang mengharuskan mengambil dan menerima keputusan, yang mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ia yakini, atau bahkan peraturan yang telah tertulis secara resmi. 

Keputusan akan menjadi mudah jika sesuai dengan nilai yang diyakini diri, namun menjadi sebuah tantangan jika bertentangan dengan nilai yang menjadi pedoman diri, bahkan nilai-nilai yang menjadi pedoman unggulan sekolah. Di sinilah kerumitan pengambilan keputusan membutuhkan kompetensi sosial emosional seseorang.

Sesulit apapun keputusan yang harus diambil, guru hendaknya mendasarkan keputusannya pada 3 dasar pengambilan keputusan. Tiga dasar pengambilan keputusan yang dapat dijadikan pedoman adalah keputusan yang bertanggungjawab, berpihak pada murid, dan mengandung nilai-nilai kebajikan. Namun dalam praktiknya, proses pengambilan keputusan akan menghadapi tantangan yang mungkin mempersulit suatu keadaan. 

Tantangan dapat timbul dari berbagai hal, contohnya timbul dari pihak yang kontra terhadap keputusan, keputusan bertentangan dengan nilai atau aturan yang ada, atau bahkan tantangan berpengaruh pada jangka panjang dan masa depan seseorang, namun juga mempertaruhkan nama baik atau integritas seseorang atau lembaga. Tantangan-tantangan ini yang kemudian memberi dampak pada perubahan cara pandang seseorang terhadap sesuatu atau seseorang.

Guru dalam kehadirannya sebagai sistem among, tentu selalu berpihak pada murid. Setiap keputusan yang diambil guru pun haruslah mengutamakan kepentingan murid. Keputusan haruslah mampu memfasilitasi berbagai kepentingan murid dan mengajarkan murid untuk menjadi pribadi yang merdeka, dimana kekuatan kodrat seorang murid dapat semakin tebal dengan keputusan yang diambil guru. Tentu ini adalah hal yang sangat berat bagi guru. Keputusannya akan mempengaruhi kepentingan hidup muridnya yang berbeda-beda, bahkan dapat memberikan dampak moral.

Untuk menghindari pengambilan keputusan yang kurang tepat, guru dapat melakukan beberapa hal. Sebelum mengambil keputusan, guru terlebih dahulu harus mengetahui nilai-nilai apa yang bertentangan dalam dilema etika tersebut. Ketika guru menghadapi dilema etika, akan ada nilai kebajikan yang bertentangan. Secara umum, ada 4 pola atau paradigma yang menjadi situasi dilema etika. Empat paradigma tersebut, antara lain:

1. Individu lawan kelompok

Paradigma ini menyajikan pertentangan antara individu atau kelompok kecil melawan kelompok yang lebih besar. Bisa juga pertentangan antara kepentingan pribadi lawan kepentingan orang lain. Dilema ini menjadikan seseorang harus mengambil keputusan antara yang benar menurut satu orang atau kelompok, dan apa yang benar menurut orang lain atau kelompok lain.

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan

Keadilan dalam paradigma ini, adalah sebuah keputusan yang mengikuti aturan yang ada, dengan pilihan tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Benar ketika keputusan mengikuti aturan, namun juga benar jika pilihan dilakukan dengan mengesampingkan peraturan karena berlandaskan pada rasa iba atau kasihan pada pihak lain.

3. Kebenaran lawan kesetiaan

Dalam situasi ini, seseorang dihadapkan pada pilihan untuk jujur atau setia pada suatu pihak dan mengesampingkan kejujuran tersebut. Pilihan jujur akan membuat kita menyampaikan informasi apa adanya, namun bertentangan dengan kesetiaan terhadap profesi, seseorang, atau lembaga.

4. Jangka pendek dan jangka panjang

Paradigma ini mengharuskan seseorang memilih keputusan yang terlihat baik untuk saat ini, atau keputusan yang terbaik untuk masa yang akan datang.

Setelah mengetahui nilai kebenaran yang bertentangan, pengambilan keputusan dapat didasarkan pada 3 prinsip pengambilan keputusan. Ketiga prinsip ini antara lain: berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan, dan berpikir berbasis rasa peduli. Pengambilan keputusan dengan berbasis prinsip berpikir atau berpedoman pada nilai-nilai tertentu, akan tetap memiliki dampak yang harus dipertanggungjawabkan. Namun yang perlu selalu diingat guru adalah bagaimana suatu keputusan dapat mengandung nilai kebajikan dan berpihak sepenuhnya pada pemenuhan kebutuhan murid.

Agar sebuah keputusan dapat mengandung nilai kebajikan, berpihak pada murid, dan dapat dipertanggungjawabkan, seseorang dapat melakukan pengambilan keputusan dengan 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujian keputusan. Langkah-langkah tersebut antara lain ( dilansir dari Modul 3.1 CGP, hal. 27):

1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

Sebelum mempertimbangkan banyak hal, hal terpenting adalah mengidentifikasi suatu masalah, dan memastikan bahwa masalah itu berhubungan dengan moral atau etika, bukan sekedar masalah tentang sopan santun atau norma sosial.

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi ini.

Dalam hal ini, kita dituntun untuk bisa mengendalikan diri untuk mendengar berbagai kondisi pihak yang terlibat dalam dilema etika. Perlu diketahui data atau fakta-fakta secara lengkap, yang kemudian dijadikan dasar analisis hal-hal yang mungkin akan terjadi di waktu mendatang.

4. Pengujian benar atau salah

Pengujian benar atau salah dapat dilakukan dengan beberapa pengujian, antara lain:

a. Uji legal

Dalam uji ini, mengandung pertanyaan apakah ada pelanggaran hukum dalam situasi ini? Bila ada pelanggaran hukum, maka bukanlah lagi benar lawan benar (dilema etika)

b. Uji regulasi/standar profesional

Pertanyaan dalam uji regulasi adalah apakah ada pelanggaran peraturan atau kode etik suatu profesi di dalamnya?

c. Uji intuisi

Uji ini mengandalkan perasaan. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat anda merasa dicurigai? Apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai yang kita yakini?

d. Uji publikasi

Cobalah bertanya pada diri anda sendiri, apakah yang akan anda rasakan jika keputusan yang akan anda ambil dipublikasikan di media cetak dan menjadi viral di media sosial? Apakah anda merasa nyaman atau tidak? Mengapa anda merasa seperti itu?

e. Uji panutan atau idola

Pada uji ini, kita akan membayangkan dengan bantuan pertanyaan, apa keputusan yang akan diambil oleh seorang idola atau panutan anda, jika menghadapi situasi ini?

5. Pengujian paradigma benar lawan benar.

Pengujian ini akan membantu anda mengidentifikasi suatu masalah betul-betul merupakan pertentangan antara dua nilai kebajikan yang sama-sama penting. Kita telah mengetahui adanya 4 paradigma benar lawan benar (individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan rasa kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, jangka pendek lawan jangka panjang).

6. Melakukan prinsip resolusi

Pikirkanlah prinsip pengambilan keputusan mana yang akan dipakai. Apakah berpikir berbasis akhir, berpikir berbasis peraturan, ataukah berpikir berbasis rasa peduli?

7. Investigasi Opsi Trilema

Dalam investigasi opsi trilema ini, kita perlu memikirkan opsi lain dari opsi-opsi yang telah tersedia. Dengan investigasi opsi trilema akan muncul penyelesaian kreatif dan tidak terpikir sebelumnya. Pemikiran ini dapat digali dengan pendekatan coaching.

8. Buat keputusan

Pilihlah sebuah keputusan terbaik yang berpihak pada murid, mengandung nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan.

9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan

Keputusan yang telah diambil, haruslah kita lihat kembali proses pengambilan keputusannya serta ambil pelajaran sebagai acuan pengambilan keputusan pada kondisi-kondisi selanjutnya.

Kesembilan langkah ini, dapat menjadi panduan bagi guru untuk mengambil keputusan terbaik dalam menghadapi kasus dilema etika. Sebelum mengenal dilema etika, 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan, saya sebagai seorang guru merasa kesulitan dalam mengambil keputusan, atau bahkan terjebak pada prinsip nilai kebajikan yang saya yakini sepenuhnya. Keyakinan suatu nilai diri, terkadang membuat saya menyesali keputusan yang telah saya ambil, setelah melihat dampak buruk bagi orang lain atau murid. 

Dengan mempelajari langkah-langkah pengambilan keputusan, saya mendapat sebuah pedoman panduan pengambilan keputusan serta prinsip yang harus saya penuhi dalam keputusan yang diambil, agar menjadi keputusan terbaik antara kebenaran-kebenaran yang bertentangan.

Kemampuan pengambilan keputusan, menjadi hal yang tidak dapat dihindari oleh seseorang, terutama guru yang setiap harinya menjumpai berbagai pribadi dengan kebutuhan yang berbeda-beda. 

Dengan mengetahui bagaimana cara pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin, seseorang akan dapat terbantu mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang bertanggung jawab, berpihak pada murid, serta mengandung nilai kebajikan. Ketrampilan coaching akan menjadi bekal guru melakukan coaching pada dirinya untuk mengajukan pertanyaan uang membantu memprediksi hasil dan melihat opsi lain dari pilihan yang ada. 

Kompetensi sosial emosional seperti kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan keterampilan hubungan sosial, serta pengambilan keputusan bertanggung jawab, akan mempermudah kita dalam membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Proses pengambilan keputusan juga perlu dilakukan dengan kesadaran penuh dan berpedoman pada 9 langkah pengambilan keputusan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun