Beberapa di antaranya berusaha minta tandatangan profesor muda itu (ketika itu usia Yusril baru 42 tahun). Ya, hanya bersalaman. Karena ketika itu belum banyak HP, apalagi HP berkamera.
Setelah ketiga tokoh itu memaparkan visi dan misi mereka jika kelak jadi presiden, sampailah acara pada sesi diskusi dan tanya jawab.
Para hadirin, khususnya mahasiswa, berebut mengacungkan tangan supaya ditunjuk dan diberi kesempatan oleh moderator untuk menanggapi/ bertanya/ berdiskusi dengan ketiga capres.
Saya ingat, moderatornya ketika itu adalah seorang news anchor TVRI Sumatera Barat yang juga alumnus Fakultas Hukum Unand. Tapi, Saya lupa namanya.
Moderator menyatakan akan memilih tiga orang penanggap pertama.
Yang pertama tepilih adalah seorang mahasiswa, saya tak kenal siapa dia dan dari fakultas apa.
Lalu, yang kedua, moderator menunjuk seorang mahasiswa berkacamata dan berambut ikal, setelah dengan bersemangat berdiri dan mengacung-acungkan tangannya.
Saya dan beberapa teman terkesiap setelah tahu siapa penanya yang ditunjuk moderator itu, Ical!
Ya, anak itu benar-benar mendapat kesempatan bicara langsung di depan hidung Yusril Ihza Mahendra! Salah seorang calon presiden paling potensial namun amat tidak disukainya.
Setelah memegang mic, Ical langsung bicara berapi-api.
"Pak Yusril, Bapak ini tidak pantas menjadi presiden. Bapak tidak punya andil apapun atas jatuhnya rezim orde baru. Bapak tak ada apa-apanya dibanding Pak Amien Rais. Beliaulah pahlawan reformasi sesungguhnya. Sementara, Bapak ini justru termasuk bagian dari orde baru. Bapak pernah jadi stafnya Soeharto. Jadi, Bapak ini cuma maling teriak maling," ujar Ical menggebu-gebu.