Singkat cerita, suatu ketika kami mendengar rencana Universitas Andalas akan menggelar acara debat calon presiden. Acara debat capres memang marak dilaksanakan di berbagai kampus seluruh Indonesia ketika itu. Tujuannya untuk mengedukasi masyarakat yang sedang mengalami euforia reformasi untuk lebih mengenal para calon presiden yang pantas untuk menjadi pemimpin selanjutnya sesuai dengan semangat reformasi.
Setelah rencana acara fix, rupanya yang bisa dipastikan hadir dalam acara debat capres di Unand itu hanya tiga nama, yaitu Profesor Deliar Noor (pakar politik), Profesor Didin Hafiduddin (Presiden Partai Keadilan-sekarang PKS), dan Profesor Yusril Ihza Mahendra!
Kami girang luar biasa, karena akan bisa bertatap muka dengan Yusril dan mendengar dia berbicara langsung di hadapan kami. Ketika itu Yusril memang sangat terkenal piawai berbicara. Dia sangat artikulatif dan selalu menarik untuk didengarkan.
Di sisi lain, Ical kecewa berat. Dia berharap Amien Rais juga ikut hadir. Dan dia semakin sinis pada acara itu karena yakin nantinya hanya Yusril yang akan menjadi bintang panggung. Karena, menurutnya, dua calon lainnya yang bakal hadir itu sama sekali tak populer. Tak sebanding dengan Yusril yang tengah meroket namanya.
Tiap malam kami ledek dan panas-panasi Ical. Sampai akhirnya, suatu sore, Ical habis kesabaran menghadapi kami lalu bertekad di depan kami, begini,
"Nanti pas acara debat capres, Aku akan berusaha dapat posisi paling depan. Jika ada sesi tanya jawab, Aku akan ngacung untuk bertanya. Dan, jika moderator memberiku kesempatan bicara, aku akan maki-maki Yusril di depan kalian semua dan seluruh 'civitas academica' Unand."
Demikian tekad Ical. Kami cuma ketawa-ketawa saja mendengar celotehnya itu. Bahkan kami olok-olok.
"Jika kamu berhasil memaki-maki Yustril nanti, masing-masing kami gantian deh mentraktirmu," ujar seorang teman diiringi derai tawa kami.
"Oke, pegang kata-kata kalian, ya! Akan kubuktikan kata-kataku ini!" ujar Ical menegaskan tekadnya.
Tibalah hari pelaksanaan debat capres. Auditorium Unand yang berkapasitas lebih kurang 3.000 orang itu penuh disesaki hadirin. Tidak hanya 'civitas academica' Unand yang hadir, tapi juga berbagai elemen masyarakat lainnya di Sumatera Barat. Termasuk orang-orang partai, LSM, dan tentu saja wartawan berbagai media cetak dan elektronik, baik daerah maupun nasional.
Seperti diramal Ical, ternyata memang Yusril lah yang menjadi pusat perhatian. Yusril menjadi bintang panggung. Sejak dia memasuki auditorium saja para mahasiswa sudah berebut mendekatinya untuk bersalaman.Â