Aku longok ke depan. Benar ternyata. Setengah dari badan jalan itu berlumpur.
"Lanjut aja, Bun. Lewati bagian yang tidak berlumpur."
Mobil kami terus melaju. Tapi, tak berapa lama kemudian, kembali berhenti. Di depan kembali ada jalan berlumpur. Bahkan lebih parah dari pada yang tadi. Hanya tersisa sedikit badan jalan yang tidak berlumpur.
"Aduh, gimana ni, Yah? Kok tambah parah aja, nih?"
"Tenang, Bun. Terus aja jalan. Turun sedikit ke bahu jalan, hindari lumpur. Kita harus terus, sampai ketemu lagi dengan jalan utama."
Tak bisa ditutupi lagi, kata-kataku mulai jelas bernada khawatir. Perasaan semakin tidak enak.
Dengan was-was istri menjalankan mobil perlahan dan sedikit turun dari badan jalan.
Setelah berhasil melewatinya, mobil kembali berjalan normal. Namun, tidak lama. Karena di hadapan kembali ada bagian jalan berlumpur.
Kali ini keseluruhan badan jalan yang tertutup lumpur. Kira-kira lima belas meter panjangnya jalanan berlumpur itu.
Sementara kiri dan kanan jalan ada gundukan tanah yang ditumbuhi semak yang sangat rapat dan tinggi. Tidak mungkin dilewati mobil.
"Ini tidak mungkin dilewati, Bun. Tidak ada sedikitpun badan jalan yang keras. Semuanya berlumpur. Kalau nekat melewatinya, bisa terjebak kita. Ban mobil hanya akan berputar-putar di tempat. Tidak bisa maju maupun mundur. Jalan berlumpur seperti itu hanya bisa dilewati mobil double gardan."