(Bab 2: Tersesat Makin Jauh)
Link Bab 1 di sini
Dengan kecepatan tinggi, truk tua itu terus memburu. Pengemudinya seolah begitu bernafsu ingin menabrak mobil kami. Aku panik dan menginjak gas dalam-dalam.
Namun, meskipun sudah ngebut, kami masih saja belum bisa menjauh. Truk itu terus menempel.
Sambil terus menjaga kestabilan lari mobil dalam kecepatan tinggi, aku berusaha berpikir cepat, bagaimana caranya supaya bisa terlepas dari teror truk antah berantah itu.
Sekilas aku lihat situasi di kanan dan kiri. Mengira-ngira kemungkinan untuk menepikan mobil secara mendadak supaya tidak ditabrak dari belakang.
Namun, sepertinya mustahil. Meski dalam gelap, aku bisa memastikan bahwa kiri-kanan jalan yang sempit itu ditumbuhi pepohonan yang cukup rapat. Kemungkinan pohon-pohon karet. Jika aku banting setir ke kiri atau ke kanan, tentunya akan menabrak pepohonan itu. Dan pasti akan fatal akibatnya karena mobil sedang melaju dengan kecepatan sangat tinggi.
Keringat dingin menjalari sekujur tubuh karena rasa takut bercampur ngeri. Keselamatan kami di ujung tanduk.
Tenggorokan serasa tersekat membayangkan riwayat kami sekeluarga akan berakhir di sini. Di tengah hutan belantara.
Terbayang keluarga yang menunggu penuh harap di kampung halaman.
Aku juga teringat betapa bahagia dan bersemangatnya kami ketika akan berangkat pagi tadi. Keinginan berkumpul dengan keluarga sudah tak tertahankan. Namun, siapa sangka, saat ini kami di ambang petaka.