Sebagai contoh, ada warga yang tinggal di wilayah A, namun masih ber KTP di wilayah B, sehingga mereka harus menuju ke TPS sesuai dengan alamat di KTP.
Dalam hal ini, tentu akan terjadi arus mobilisasi para pemilih yang bekerja di luar kota (penduduk musiman), untuk kembali ke daerah asal, sesuai KTP agar bisa menggunakan hak pilihnya saat Pilkada nanti. Hal ini juga perlu diwaspadai, selain mobilisasi para pemilih, juga mereka beresiko untuk membawa penyebaran virus Covid-19 ke daerah asal mereka. Karena biasanya, waktu pelaksanaan Pilkada adalah serentak dan libur.
Pemilih yang mengajak anak.
Berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan Pilpres yang lalu, ada kemungkinan bahwa orang tua terpaksa mengajak anaknya ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada nanti. Terpaksa membawa anak-anak yang masih kecil, atau bahkan masih balita, untuk datang dan melaksanakan prosedur dalam Pilkada nanti.
Kita tahu bahwa dalam proses Pilkada, akan membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama. Mulai dari datang mendaftar, antri mengisi administrasi, antri dipanggil, kemudian baru melakukan pencoblosan surat suara.
Bagaimana kita bisa menjamin agar anak-anak yang terpaksa ikut orang tuanya saat Pilkada nanti akan aman dari bahaya Covid-19? Ataukah perlu bersikap tegas dan melarang anak-anak untuk tidak boleh ikut masuk ke TPS?
Kampanye dan Pilkada Online.
Berdasarkan berbagai hal dan pertimbangan yang sudah saya coba utarakan, dan jika Pilkada nanti tetap diputuskan untuk dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020.
Maka demi keamanan dan kesehatan kita semua agar mengurangi resiko penyebaran Covid-19, saya sarankan agar Pilkada 2020 untuk dilaksanakan secara online. Apalagi saat itu bertepatan dengan musim penghujan.
Kampanye dilaksanakan secara online, melalui sosial media, televisi, dll. Juga dalam pelaksanaan Pilkada nanti untuk dilaksanakan secara online. Saya yakin, dana yang tersedia akan cukup.