Eunoia PILKADA Nirmala (Pemikiran yang indah/pikiran yang baik, agar PILKADA tahun 2020 berjalan tanpa cacat; sempurna).
Meski Pilkades ditunda, penyelenggaraan Pilkada 2020 diputuskan oleh pemerintah untuk tetap dilaksanakan. Komisi II DPR RI bersama dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu sepakat untuk tetap melaksanakan Pilkada 2020 pada 9 Desember 2020.
Pengalaman Bertugas di Pilpres 2004
Bicara tentang Pilkada yang disepakati untuk tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 mendatang. Maka saya tergoda untuk melihat dan menuliskan kembali pengalaman pribadi pada tahun 2004, pengalaman berharga 16 tahun silam. Tepatnya ketika diadakannya pesta demokrasi, Pilpres yang harus dilakukan sampai dua kali putaran.
Pada waktu tersebut, saya masih tercatat sebagai Mahasiswa semester akhir di Sekolah Tinggi Pastoral - IPI Malang. Mahasiswa yang waktu itu hanya memiliki mesin ketik merek Brother, mahasiswa yang hanya kenal dengan komputer DOS dan disket, itupun belum mahir. Mahasiswa yang senang dan aktif berorganisasi, sehingga bergabung dengan PMKRI (cabang Santus Agustinus) kota Malang.
Menjelang pelaksanaan Pileg (Pemilihan Legislatif) dan Pilpres (Pemilihan Presiden) pada tahun tersebut, diadakan perekrutan untuk bertugas sebagai anggota Konsorsium Data Entry Penghitungan Suara, dan bertugas di wilayah sub simpul kabupaten Malang. Anggota yang dipilih adalah dari unsur mahasiswa, dan aktif dalam organisasi antara lain (PMKRI, HMI, dll).
Karena saya aktif sebagai anggota PMKRI, maka saya dan beberapa kawan kemudian mendapat tugas dan kepercayaan untuk mewakili PMKRI dalam tugas Pemilihan Presiden putaran satu dan putaran dua.
Waktu itu, mendapat tugas seperti itu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi kami, dan saya khususnya. Namun, dibalik rasa bangga tersebut, lebih dominan rasa cemas dan bingung.
Mengapa lebih dominan rasa cemas dan bingung? Karena saya sendiri masih bingung dengan tugas apa yang harus saya lakukan nanti ketika sudah berada di tempat tugas. Meskipun kami sudah mendapatkan pembekalan dan pelatihan, namun rasanya masih kurang, mungkin karena waktu itu saya masih sangat gaptek (gagap teknologi).
Bagaimana tidak, sebagai mahasiswa yang belajar tentang ilmu agama, belum menguasai teknologi, harus dihadapkan pada realita tugas yang tidak mudah. Kami harus melakukan survey ke kantor kecamatan tempat kami ditugaskan, kemudian mempersiapkan peralatan komputer, melakukan penginstalan aplikasi data entry Pemilu dengan tingkat keamanan yang super ketat. Selain itu dengan perangkat komputer yang tergolong canggih.
Pada putaran pertama Pilpres 2004, tugas saya masih tergolong mudah, karena hanya sebagai operator Konsorsium Data Entry Penghitungan Suara. Namun, ketika Pilpres harus dilaksanakan di putaran kedua, maka tugas saya tambah berat, yaitu sebagai supervisor Konsorsium Data Entry Penghitungan Suara, yang bertugas di kecamatan yang berbeda. Supervisor sudah dianggap menguasai segala hal tentang teknis entry data pemilu, untuk kami kirim ke KPU pusat.
Masih segar dalam ingatan, kami harus berada dan dikarantina sekitar satu minggu untuk bertugas mengentry hasil pemilu se kecamatan, untuk dikirim ke KPU pusat. Kerja harus cepat, tepat (tidak boleh salah), dan harus pintar membagi waktu.
Kami harus ekstra sabar dan teliti, karena untuk mengirimkan data ke pusat harus antri, dan tergantung kelancaran fasilitas internet. Bahkan kami harus rela bergadang dan kurang tidur untuk dapat menyelesaikan tugas yang telah kami terima. Bersyukur, tugas di dua kecamatan selama pelaksanaan Pilpres putaran satu dan dua, bisa kami laksanakan dengan baik dan lancar.
Pengalaman Bertugas di Pilpres 2019
Enam belas tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 17 April 2019 yang lalu, saya kembali mendapat kesempatan untuk bertugas dalam mensukseskan pesta demokrasi bangsa Indonesia.
Pengalaman waktu menjadi mahasiswa dulu, mendorong saya untuk menerima tugas sebagai anggota KPPS TPS 52. Bedanya, tahun 2004 saya masih bujang "Ijo Lumut" (Ikatan Jomblo Lucu dan Imut), sedangkan tahun 2019 kemarin saya sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Tentunya dari segi waktu dan tenaga juga sudah sedikit berbeda.
Ketika ada perekrutan anggota KPPS untuk bertugas pada Pilpres 2019, saya terima tawaran tugas tersebut. Saya kira tugas yang akan kami emban sebagai anggota KPPS akan jauh lebih mudah dan ringan, daripada tugas yang dulu pernah saya alami sebagai Konsorsium Data Entry Penghitungan Suara tahun 2004 silam, di tingkat kecamatan.
Saya juga yakin bahwa dengan pengalaman yang saya miliki, akan membantu saya saat bertugas sebagai anggota KPPS pada Pilpres 2019 dengan baik dan lancar. Ah..., jika hanya di tingkat TPS sih pasti gampang, kecil, enteng, kata saya dalam hati waktu itu.
Ternyata dugaan saya meleset, tugas sebagai anggota KPPS yang bertugas di TPS ternyata juga tidak mudah dan bisa saya anggap remeh. Kami tim yang berjumlah tujuh orang, harus bekerja cukup ekstra. Kami harus mempersiapkan TPS, menyiapkan semua peralatan dan perlengkapan sesuai ketentuan KPU.
Ternyata, untuk mempersiapkan TPS agar layak dan sesuai dengan ketentuan KPU, sudah cukup menguras tenaga kami. Belum bertugas pada hari pelaksanaan Pemilu, kami sudah cukup lelah.
Karena beberapa hari sebelumnya harus lembur untuk mempersiapkan keperluan Pemilu di TPS tempat kami ditugaskan. Belum lagi harus mengikuti beberapa kali rapat, dan kami anggota KPPS juga tetap harus melaksanakan rutinitas pekerjaan utama.
Maka, dalam kesempatan ini dan melalui tulisan ini, sekaligus saya usulkan agar anggota KPPS yang bertugas di TPS saat Pemilu atau Pilkada, jangan lagi direpotkan dengan tugas-tugas lain dalam hal: menyewa tenda, mencari pinjaman meja dan kursi, dll. Sebisa mungkin hindarkan dari pekerjaan-pekerjaan yang bisa menguras tenaga para anggota KPPS.
Pendek kata, petugas KPPS hanya tinggal datang dan bertugas pada hari H pelaksanaan, tidak lagi disibukkan dengan hal-hal lain. Urusan tempat, pengadaan TPS dan perlengkapan TPS seharusnya dilakukan atau diserahkan ke pihak lain.
Sehingga para anggota KPPS masih memiliki tenaga yang prima pada saat bertugas, dan hanya fokus pada tugas utama, pada hari H pelaksanaan, sampai dengan menyelesaikan proses penghitungan suara, serta melengkapi surat-surat, serta berita acara yang sangat banyak jumlahnya.
Mengapa hal ini saya anggap penting? mari kita lihat praktek yang terjadi di lapangan: setelah lelah mempersiapkan segala keperluan pengadaan TPS beserta peralatan sesuai dengan ketentuan, bahkan tidak jarang harus lembur sampai malam sebelum hari H.
Maka pagi harinya, anggota KPPS harus kembali bangun pagi-pagi untuk mengambil kotak suara, surat suara, dll untuk dibawa ke TPS. Karena jam 07.00 WIB, semua harus sudah siap, upacara pengucapan sumpah/janji, dan kegiatan pemungutan suara harus sudah dimulai.
Kemudian mari kita lihat tugas anggota KPPS di TPS pada hari H pelaksanaan Pemilu. Mulai pukul 07.00 WIB s/d pukul 13.00 WIB, adalah waktu yang ditentukan untuk pelaksanaan pemungutan suara di TPS.
Setelah waktu pemungutan suara ditutup, maka para anggota KPPS memiliki waktu istirahat sejenak untuk makan siang, sekaligus sarapan bagi yang tadi pagi belum sempat sarapan. Sedangkan untuk tidur siang, bisa dipastikan tidak bisa terlaksana, karena masih banyak tugas yang harus diselesaikan.
Proses selanjutnya, para anggota KPPS melakukan prosedur penghitungan hasil pemungutan suara. Sampai sore hari, hanya istirahat sebentar untuk mandi dan makan malam.
Kemudian melanjutkan tugas penghitungan hasil pemungutan suara dengan penuh ketelitian, dan tidak boleh salah. Bahkan proses penghitungan hasil suara ini bisa berlangsung hingga dini hari, bahkan sampai pagi lagi, jika terdapat beberapa kendala.
Bisa dibayangkan betapa beratnya tugas dari para petugas dalam pelaksanaan Pemilu, dan betapa lelahnya fisik para petugas. Karena tenaga yang terforsir untuk persiapan-pelaksanaan-penghitungan suara.
Belum lagi jika terjadi selisih antara hasil penghitungan suara dengan jumlah kertas surat suara/jumlah pemilih, maka petugas harus mencari kebenaran data sampai benar-benar pas untuk ditulis di berita acara. Proses inipun kadang memakan waktu yang cukup lama.
Beredar kabar dan sempat diberitakan bahwa pada saat Pilpres 17 April 2019 yang lalu, beberapa anggota KPPS atau petugas Pemilu lain yang jatuh sakit, bahkan ada yang sampai meninggal dunia, demi tugas negara. Itu terjadi dalam situasi yang masih normal, sedangkan Pilkada 2020 nanti akan dilaksanakan dalam kondisi pandemi Covid-19.
Saya sendiri mengakui dan mengalami, bahwa untuk menjadi petugas KPPS memang sangat menguras tenaga, dan pikiran. Bahkan rasa lelah itu masih terasa beberapa hari kemudian.
Saya sendiri sempat mengalami kram pada kaki, ketika malam hari pada saat proses penghitungan suara. Ketika harus jongkok dan berdiri untuk menuliskan hasil pemungutan suara.
TPS kami pun akhirnya bisa menyelesaikan tugas dan mengirimkan hasil penghitungan suara ke kantor kelurahan pada jam 03.00, tanggal 18 April 2019. Setelah itu, kami masih harus membereskan perlengkapan dan peralatan TPS, baru kami bisa istirahat.
Mari kita lihat dan cermati bersama, berdasarkan dua pengalaman yang saya alami sendiri, bahwa untuk bisa melaksanakan Pilkada yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang, maka proses yang harus dilalui tidaklah mudah, juga dalam pelaksanaannya.
Selain itu, proses yang harus ditempuh juga harus secara langsung atau tatap muka. Akan sulit jika proses pembekalan, pelatihan, dan rapat para petugas Pilkada nanti jika harus dilakukan secara daring/online. Sebab akan mungkin terjadi salah persepsi, salah informasi, dan kemungkinan-kemungkinan lain yang mungkin bisa terjadi.
Mengapa saya perlu menceritakan dua pengalaman di atas, sebagai bahan pertimbangan dan berbagi kisah, bahwa dalam proses Pilkada yang kurang lebih hampir sama dengan proses Pemilu, adalah tugas yang menuntut tanggung jawab yang besar, kesehatan, dan kemampuan fisik yang juga kuat. Untuk itulah perlu dipilih personil yang harus sehat secara jasmani dan rohani.
Menjaga imun petugas Pilkada 2020
Berdasarkan pengalaman di atas, maka rumusan masalah yang muncul dalam benak saya adalah:
- Bagaimana cara untuk menjaga kesehatan para petugas Pilkada, selama proses persiapan dan saat pelaksanaan Pilkada 2020 nanti?
- Bagaimana menjamin agar tingkat imun para petugas Pilkada nanti bisa terus baik, sedangkan kondisi mereka lelah, mengantuk?
- Bagaimana menjamin bahwa dengan pelaksanaan protokol pencegahan Covid-19, bisa melindungi para petugas Pilkada 2020?
- Apakah proses Pilkada dan sarana Pilkada akan benar-benar steril? termasuk kertas suara, yang dipegang oleh pemilih, kemudian harus dipegang lagi oleh petugas Pilkada?
- Apakah sudah siap sarana/perlengkapan protokol pencegahan Covid-19? (thermo gun, alat cuci tangan, sarung tangan, hand sanitizer, dll)
- Bagaimana cara untuk menjaga jarak aman antara petugas dengan petugas, dan dengan para pemilih dalam pelaksanaan Pilkada 2020?
- Jaminan apa yang diberikan kepada para petugas Pilkada, dan para pemilih, jika Pilkada justru menjadi sarana munculnya klaster baru covid-19?
Mobilisasi Pemilih ke lain daerah.
Kita ketahui bersama, bahwa warga masyarakat yang memiliki hak pilih dalam Pilkada nanti tidak semua bisa melaksanakan hak pilihnya sesuai dengan domisili tempat tinggal mereka.
Sebagai contoh, ada warga yang tinggal di wilayah A, namun masih ber KTP di wilayah B, sehingga mereka harus menuju ke TPS sesuai dengan alamat di KTP.
Dalam hal ini, tentu akan terjadi arus mobilisasi para pemilih yang bekerja di luar kota (penduduk musiman), untuk kembali ke daerah asal, sesuai KTP agar bisa menggunakan hak pilihnya saat Pilkada nanti. Hal ini juga perlu diwaspadai, selain mobilisasi para pemilih, juga mereka beresiko untuk membawa penyebaran virus Covid-19 ke daerah asal mereka. Karena biasanya, waktu pelaksanaan Pilkada adalah serentak dan libur.
Pemilih yang mengajak anak.
Berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan Pilpres yang lalu, ada kemungkinan bahwa orang tua terpaksa mengajak anaknya ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada nanti. Terpaksa membawa anak-anak yang masih kecil, atau bahkan masih balita, untuk datang dan melaksanakan prosedur dalam Pilkada nanti.
Kita tahu bahwa dalam proses Pilkada, akan membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama. Mulai dari datang mendaftar, antri mengisi administrasi, antri dipanggil, kemudian baru melakukan pencoblosan surat suara.
Bagaimana kita bisa menjamin agar anak-anak yang terpaksa ikut orang tuanya saat Pilkada nanti akan aman dari bahaya Covid-19? Ataukah perlu bersikap tegas dan melarang anak-anak untuk tidak boleh ikut masuk ke TPS?
Kampanye dan Pilkada Online.
Berdasarkan berbagai hal dan pertimbangan yang sudah saya coba utarakan, dan jika Pilkada nanti tetap diputuskan untuk dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020.
Maka demi keamanan dan kesehatan kita semua agar mengurangi resiko penyebaran Covid-19, saya sarankan agar Pilkada 2020 untuk dilaksanakan secara online. Apalagi saat itu bertepatan dengan musim penghujan.
Kampanye dilaksanakan secara online, melalui sosial media, televisi, dll. Juga dalam pelaksanaan Pilkada nanti untuk dilaksanakan secara online. Saya yakin, dana yang tersedia akan cukup.
Tinggal bagaimana teknis persiapan, dan alat/aplikasi yang digunakan. Kita tentu memiliki ahli-ahli dalam bidang IT, yang mampu untuk mencari solusi yang terbaik.
Perlu kita ketahui bersama, bahwa per tanggal 24 September 2020, update data sebaran Covid-19 di Indonesia adalah: positif (262.022), sembuh (191.853), dan meninggal dunia (10.105). Sumber: (https://covid19.go.id/). Semoga Pilkada bisa dilaksanakan dengan bijak, agar bisa menekan jumlah penderita Covid-19.
Jangan sampai kita melaksanakan "pesta" demokrasi di tengah pandemi dan di tengah penderitaan sesama. Semoga muncul win-win solution bagi bangsa Indonesia, mencari pemimpin daerah baru tetap terlaksana, namun tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan bangsa. Amin
#Lindungi rakyat dari Covid-19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H