Dia Clara Gunawan, seorang perempuan yang baru saja masuk sebuah SMA Swasta di Jakarta yang cukup ternama pada tahun 1997. Ia punya seorang sahabat karib bernama Niki Zefanya yang sudah dekat dengan Clara sejak sekolah dasar. Sayangnya, Niki harus menunggu untuk operasi transplantasi jantung karena dia memiliki gagal jantung. Dia harus pergi ke Malaysia untuk transplantasi ginjalnya. Tentu saja dia tidak akan bisa bersama Clara di SMAnya yang baru.
Sebulan sebelum masuk SMA, Niki sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Malaysia. Dia memutuskan untuk berangkat dengan kereta untuk sampai ke Jakarta. Ternyata, tempat duduk di dalam kereta sudah penuh, sehingga Ia harus berdiri hingga beberapa stasiun. Kereta lalu mengerem secara mendadak karena menandakan sampainya di satu stasiun.
Niki pun kehilangan keseimbangannya dan terjatuh mengenai seorang laki-laki yang menggunakan seragam sekolah. “Maaf.” Kata Niki dengan wajah yang malu. Dia membaca nametag yang ada di seragam sekolahnya.
Namanya Nathanael Setiawan. Nathan lalu menjawab, “Silakan duduk, saya mau turun di sini.” Niki bahagia karena akhirnya dia mendapatkan tempat duduk sekaligus kagum dengan cowok yang telah memberikannya tempat duduk. Dia juga baru menyadari kalua Nathan satu sekolah dengan SMA yang dituju oleh Clara.
Sesampainya di rumah Niki di Jakarta. Dia segera mengirim email kepada Clara dan memberitahunya bahwa dia mulai menyukai siswa yang bernama Nathan. Dia meminta Clara untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Nathan. Niki juga memberitahu Clara bahwa dia sangat sedih untuk meninggalkan Bandung dan mungkin tidak dapat bertemu dengan Nathan di kemudian hari.
Sebagai teman yang baik, Clara langsung mencari tahu tentang keberadaan Nathan di sekolahnya. Mereka saling berbalas email untuk sharing tentang kehidupannya masing-masing.
Saat hari pertama sekolah, Clara langsung bersemangat dengan bangun lebih pagi dan berangkat ke sekolah tanpa perlu dibangunkan oleh ibunya. Saat sampai di halte bus, dia melihat bahwa bus sudah berjalan, sehingga dia harus mengejarnya.
Untungnya pak supir melihat Clara dan akhirnya menghentikan bus. Clara dengan terengah-engah masuk ke dalam bus dan dia pun kehilangan keseimbangannya. Ternyata, hal yang sama menimpa Clara. Dia jatuh terduduk dan mengenai Nathan. Clara bingung sendiri kenapa dia dapat bertemu dengan Nathan semudah ini tanpa perlu mencari satu-satu orang di sekolahnya.
Sesampainya di sekolah, dia dimarahi gurunya karena masuk ke bagian SMA yang khusus laki-laki. Dia tersadar bahwa SMAnya adalah SMA campuran tetapi seperti SMA khusus perempuan.
Satu-satunya cara untuk bertemu semua laki-laki adalah saat jam istirahat di kantin. Saat istirahat yang hanya sekitar 20 menit tersebut Clara gunakan sebaik-baiknya untuk mencari tahu tentang Nathan, mulai dari minuman kesukaan, ukuran sepatu, hobinya yang bermain basket, juga nama teman dekatnya, yaitu Ray Adiputera.
---
Suatu hari, saat guru sedang mengajar di kelas, Clara yang duduk di sebelah jendela kelas sedang memerhatikan kedua sahabat Nathan dan Ray di lapangan. Seketika dia terkejut dan berteriak karena dia melihat Nathan yang tersandung dan terluka cukup parah di lapangan.
Guru matematikan yang sedang pun langsung marah, “Kenapa kamu berteriak, Clara?” Clara bingung harus menjawab apa, “Eh… Saya sakit perut, pak. Boleh ngga saya ke UKS.” Jawab pak guru, “Ya sudah, pergi sana. Bikin ribut saja.”
Clara bergegas ke UKS dan mengatakan bahwa dia mengalami sakit di perutnya karena memakan makanan yang pedas saat istirahat. Dokter sekolah pun segera menyuruh dia untuk beristirahat sebentar di UKS. Clara curi-curi dengar percakapan antara Nathan dan Ray. “Lu pengen masuk ekskul mana?” Tanya Ray.
“Ntahlah, bingung gue. Kalau lu gimana” Tanya Nathan kembali. Ray membalas, “Gue keknya bakal masuk ekskul radio. Ayo ikutan, bentar lagi ada audisi loh.” Informasi yang Clara dapat sudah dapat, dan dia menekatkan diri untuk mengikuti audisi masuk klub penyiaran.
---
Clara senang sekali, dia berhasil masuk klub penyiaran, tetapi setelah mengetahui bahwa Nathan tidak jadi masuk klub penyiaran, karena dia memberikan kuota kelulusannya kepada Clara. Tetapi setidaknya dia satu klub dengan Ray, sahabat Nathan. Dia berusaha menggali lebih dalam tentang Nathan.
Clara sampai pergi ke telepon umum dan menghabiskan uang koinnya supaya dia bisa mendapatkan nomor telepon Nathan. Sayangnya, dia salah sambung terus. Saat memasukkan koin terakhir. Dia akhirnya mendapatkan orang yang dicari-carinya.
Keesokan harinya, Ray menghampiri Clara dan berkata,
“Ngapain lu kemarin pura-pura jadi tukang survei radio?”
“Hah, ngapain? Ngga bukan gue!” Jawab Clara.
“Gue tahu suara lu tuh kayak gimana, ngga usah bohong. Lu mau tahu nomor pagernya Nathan kan?” Tanya Nathan lagi.
“Ngapain juga gue perlu tahu nomor dia? Terus, lu ngapain pura-pura jadi Nathan kemarin?”
“Tuh kan bener.” Nathan memenangi perdebatan ini.
Sesaat setelah mereka selesai berdebat, ada satu anggota klub yang berteriak, “Nathan lagi berantem sama Trio Gila!” Seusai dengan namanya, Trio Gila adalah sebuah kelompok yang terdiri dari tiga orang dan terkenal dengan suka mencari masalah. Ray dan Clara bergegas ke TKP.
Clara yang ternyata anak pencaksilat langsung melompat dan menendang botol kaca Coca-cola yang hampir saja mengenai Nathan. Ray juga segera mengocok semua botol yang masih berisi Coca-cola penuh dan membukanya sehingga isi botol tersebut muncrat dan mengenai Trio Gila. Mereka bertiga lalu berlai dan segera bersembunyi ke tempat yang aman.
Setelah beristirahat, Clara merasa kesakitan di kakinya. Ternyata kakinya terluka karena mengenai pecahan botol Coca-cola, jadi dia segera pergi ke rumah sakit terdekat dan dokter mengatakan bahwa Clara harus menggunakan kruk kaki untuk beberapa saat.
Keesokan harinya sepulang sekolah, Clara mengikuti ekskul penyiarannya dan belajar tentang kamera bersama Ray. Dia bertanya tentang berbagai macam hal mengenai Nathan, tetapi Ray malah menjawab sesuai dengan dirinya.
Dia juga mengajak Clara untuk menonton bioskop saat pulang sekolah, tetapi Clara juga diajak oleh Nathan untuk pergi ke taman kota yang jaraknya cukup jauh sehingga mereka harusmenggunakan motor Nathan. Clara pun mengiyakan ajakan Nathan.
Sesampainya di taman, Nathan langung membuka percakapan,
“Lu mau ngga jadi pacar gue? Gue suka sama lu.”
“Maaf Nath, tapi gue ngga suka sama lu.” Jawaban yang nyesek dari Clara.
“Terus kenapa lu belakangan ini perhatian banget ke gue?” Tanya Nathan balik.
“Kemarin gue bantu lu, ya karena lu perlu dibantu. Masa ada orang yang lagi dipukulin terus gue lihatin aja, percuma dong gue masuk pencaksilat. Ayo pulang.”
Motor Nathan malah tidak dapat menyala karena suatu masalah, membuat Clara semakin marah. Mereka jadi harus menumpang untuk dapat pulang. Karena Clara lapar, mereka memuntuskan untuk makan malam sebentar di restoran tempat kerjanya Ray. Ray terlihat kesal melihat Nathan bersama dengan Clara.
Selain itu, Nathan kembali meminta Clara untuk menjadi pacarnya. Clara masih ingat, kalau temannya, Niki, menyukai Nathan, jadi, sebagai teman yang baik, Clara tidak akan pernah menerima Nathan menjadi pacarnya. Dia pun segera menyelesaikan makanannya dan berlari keluar.
Sampai di luar, dia berhenti karena kakinya terasa sakit. Dia lupa memakai kruknya. Clara lalu duduk di kursi terdekat dan mulai merapikan perban yang ada di kakinya. Dari kejauhan, Ray datang membawakan kruk milik Clara. Ray memberikan kruknya dan langsung berlutut untuk memperbaiki perban di kaki Clara. “Gue kira lu suka sama Nathan.” Kata Ray.
“Ngga, gue cuma pengen tau tentang dia aja,” jawab Clara.
Ray bingung dan segera bertanya, “Bedanya apa?”
“Beda banget lah, tertarik sama yang bener-bener suka..” Clara terdiam.
“Udah selesai nih, kaki lu bisa terkilir lagi nanti, jangan lari-lari dulu. Gue duluan ya.” Ray mengakhiri percakapannya.
Clara lalu pulang ke rumahnya. Selama banyak kejadian terjadi, Clara selalu mengirimkan email ke Niki yang masih berada di Malaysia. Emailnya berisi berbagai kerandoman hidup Clara setiap harinya. Niki juga memberitahu Clara kalau operasi transplantasinya berhasil dan dia akan segera pulang ke Bandung.
---
Pantang menyerah, Nathan terus berusaha mendapatkan Clara. Dia mengajak Clara untuk membeli es krim di toko yang baru saja buka dekat rumahnya. Ray bekerja juga di toko tersebut. Ray memang paling rajin bekerja, dia sudah bekerja part time di hampir semua toko yang memperbolehkan anak SMA untuk bekerja di Bandung. Tentunya, dia selalu iri meelihat kebersamaan Nathan dengan Clara.
Saat asik mengobrol, Clara melihat seseorang di luar toko, yang selama ini dia tunggu-tunggu. Niki akhirnya kembali ke Bandung! Niki dan Clara langsung berlari sambil berpelukan dan terharu, mereka masih bisa bertemu setelah sekian bulan hanya mengirimkan email.
Clara lalu memperkenalkan Ray dan Nathan ke Niki. Setelah makan es krim, mereka berempat pulang. Niki memutuskan untuk menginap di rumah Clara, untuk bercerita lebih lanjut tentang kehidupan mereka masing-masing selama ini.
---
Niki sedang sibuk melihat foto-foto yang ada di galeri Clara. Tiba-tiba dia tertwa kencang setelah melihat-lihat foto Clara, Ray, dan Nathan bertiga.
“Kenapa lu?” Tanya Clara.
“Selama ini lu nyari tahu orang yang salah. Orang yang gue lihat di bus itu Ray, tapi dia pake baju namanya Nathan. Untung mereka sahabatan, kalau ngga..” Jawaban Niki yang membuat Clara terdiam.
Dia baru saja mulai menyukai Nathan, tetapi teman dekatnya juga menyukai orang yang sama. Clara tidak ingin persahabatannya hilang hanya karena seorang cowok. Sejak saat itu, Clara menjadi sering menggati bahan pembicaraan setiap kali Clara menanyakan sesuatu tentang Ray atau Nathan. Clara berusaha sebaik mungkin untuk tidak membuat Niki sedih.
---
Hari Sabtu yang cerah, tiada angin tiada hujan, Niki mengajak ketiga temannya untuk pergi ke Dufan. Clara, Ray, dan Nathan hanya bisa mengiyakan karena tiket sudah terlanjur dibeli.
Mereka pun sampai di Dufan, setelah mencoba berbagai wahana yang menarik, Nathan nyeletuk, “Ada yang mau naik Halilintar ngga?’
Clara terkejut dan berkata, “Lu ngga peka banget deh jadi orang.”
Niki yang menyadari bahwa Clara tidak ingin naik Halilintar karena keadaan jantungnya yang membuat dia tidak dapat naik banyak wahana di Dufan ini langusng menjawab, “Udah gapapa, lu bareng Nathan aja, Clar. Lu kan dari dulu udah kepengen banget nyobain Halilintar kalau ke Dufan.” Niki mengedipkan sebelah matanya, memberi kode kepada Clara bahwa dia ingin bersama Ray.
Clara langsung paham dan menjawab, “Oh ya udah ayo Nath, ngikut antrian itu tuh biar ngga lama. Kalian tunggu kami di sini ya, jangan kemana-mana.”
Kembali lagi dengan perasaan cemburu Ray terhadap Nathan dan Clara. Dia berbicara kepada Niki setelah Clara dan Nathan pergi, “Maaf, Nik, Gue juga pengen banget naik Halilinta.” Dia segera berlari mengejar Clara. Keduanya sudah berada di atas wahananya. Ray langsung meminta Nathan turun dan berganti dengan dia. Nathan langsung mengiyakan, karena dia mengerti maksud dari Ray.
Nathan kembali ke tempat Niki beristirahat. “Permisi, Mbak Niki.”
“Lu ngapain di sini?” Tanya Niki.
“Ray pengen ngomong sesuatu ke Clara. Tapi dia bakalan aman ngga ya? Dia takut banget sama ketinggian,” kata Nathan.
“Terus napain dia..” Niki bingung.
“Mereka berdua itu saling suka, Nik.” Satu kalimat yang sukses membuat Niki terdiam seribu bahasa.
Di atas wahana rollercoaster yang perlahan berjalan naik, Ray terlihat kesulitan bernapas. Clara yang melihatnya khawatir dan bertanya, “Lu kenapa, Ray?” “Gue takut sama ketinggian,” jawab Ray. “Terus ngapain lu naik?” Tanya Clara bingung. “Karena gue pengen bareng lu.” Ray memegang tangan Clara, “Gue suka sama lu, Clara Gunawan!” Rollercoaster lalu turun membuat semua yang naik wahana Halilintar berteriak dengan kencang.
Setelah turun dari wahana Halilintar yang menegangkan. Mereka segera mencari kursi untuk beristirahat dan mengatur napas.
“Gue cari minum dulu ya,” kata Clara.
“Clar, gue mau ngomong dulu sebelum gue pergi.” Kata Ray.
“Pergi?” Clara sebenarnya tidak ingin Ray pergi, kemanapun itu.
“Gue bakal pindah buat ketemu keluarga gue di Tokyo.” Jawab Ray.
“Baguslah.” Clara berbohong.
“Lu beneran mikir kayak gitu?” Tanya Ray sedih.
“Lu kan pernah bilang kalau lu udah kangen banget sama keluarga lu, baguslah kalau lu bisa kesana.” Lagi-lagi, Clara berbohong.
“Gue kira lu bakal sedih karena gue bakal pergi, ternyata ngga, syukurlah. Makasih ya buat semuanya.”
---
Setelah mereka pulang, Clara mengajak Niki untuk makan malam di rumahnya. Mereka tidak banyak bicara selama perjalanan. Niki yang kesal pun akhirnya membuka pembicaraan,
“Ga ada yang lu pengen ngasih tau ke gue, Clar?” Tanya Niki.
“Hah?” Clara bingung.
“Lu suka sama Ray kan? Ngga? Kenapa ga pernah ngasih tau gue?” Niki ingin marah.
“Ngga… Itu sebelum lu datang. Gue udah ngga suka lagi kok sama dia, Nik.” Clara menjelaskan.
“Terus lu pikir gue bakal percaya omongan lu? Lu ngebohongin gue selama ini dan bikin gue jadi kayak orang bodoh,” amarah Niki meluap.
“Ini semua demi lu, Nik. Gue tau seberapa susah lu harus pergi ke Malaysia buat operasi Jantung lu, dan gue juga tahu kalo lu pengen banget buat ketemu sama Ray. Gimana caranya gue bisa ngasih tau lu kalo gue suka sama Ray. Guengga pengen kita jadi ngga temenan hanya karena satu cowok.” Clara berusaha menjelaskan perasaannya selama ini.
“Gue suka sama Ray, tapi kalo gara-gara dia, pertemanan kita rusak, gue bakal ngelepasin dia. Lu ini orang yang paling berarti buat gue. Gue tau lu berusaha ngejaga gue selama gue sakit. Tapi gue ini temen lu, bukan pasien yang harus lu rawat.” Niki menangis lalu meninggalkan Clara
---
Saat masuk sekolah, Niki memberi tahu segalanya ke Ray. Dimulai dari, pernyataan kalau Niki suka sama Ray, sampai ke bagian Clara yang suka sama Ray namun pura-pura demi dirinya.
Niki menceritakan segalanya tentang Clara yang baik hati dan pengertian kepada temannya. Ray yang mendengar hal itu membuatnya ingi bertemu Clara sebelum dia pergi ke Tokyo. Sisa seminggu keberadaan Ray di Bandung, tetapi Clara tidak juga masuk sekolah, karena ayahnya yang tertabrak bus sehingga dia harus menjaga ayahnya di rumah sakit selama beberapa hari.
Hari terakhir Ray di Bandung, dia sudah putus asa dan hilang harapan untuk bertemu dengan Clara. Jadi, Ray tidak masuk sekolah dan memilih untuk mempersiapkan barang-barang yang harus dia bawa ke Tokyo. Di saat yang sama, Clara sudah masuk sekolah. Dia bertemu dengan Niki, tetapi mereka tidak saling menyapa.
Pada saat istirahat, Niki terjatuh dan pingsan. Clara yang melihat Niki pingsan langsung teriak dan segera menggendong Niki untuk dibawa ke UKS. Saat sampai di tangga,
Niki berkata, “Lu bodoh banget, Clar. Gue gapapa, udah turunin gue.”
Clara segera menurunkan Niki dan bertanya dengan nada khawatir, “Lu beneran gapapa?”
“Gue hampir mati pas lagi akting. Lu lupa gue udah operasi?” Niki membuat Clara kesal.
“Apa-apaan! Lu ngapain kayak gini, bikin gue takut aja. Ntar malah gue yang serangan jantung.” Jawab Clara.
“Lu bakal biarin Ray pergi? Dia udah di stasiun mau ke Jakarta biar bisa berangkat ke Tokyo. Nathan udah nungguin di luar. Udah pergi sana. Setidaknya lu harus say goodbye dulu ke dia.” Perintah Niki.
Saat sampai di luar, Nathan berkata ke Clara, “Gue kira gue main character di sini. Ternyata Cuma jadi supir. Lu harus balas budi ke gue nanti. Nih, pake helmnya.” Perintah Nathan.
---
Sesampainya di stasiun, Clara segera mencari Ray dan akhirnya menemuinya.
“Ray! Maaf, gue ga pernah nurutin janji gue sama lu. Pas lu bilang lu mau pergi ke Tokyo, gue sebenernya sedih banget, maaf karena gue pura-pura bilang kalo gue gapapa. Maaf karena gue bohong gue ngga suka sama lu. Maaf Ray.” Clara menangis sangat deras.
Ray yang terharu melihat Clara memberikan sapu tangannya dan mengelap air mata yang terus menetes di pip Clara. Dia pun tertawa. Clara bingung, “Kenapa lu ketawa?” “Lu kan tinggal bilang kalo lu suka sama gue.” Jawab Ray. “Gue ga bisa ngomong itu, ini kan tempat umum, malu banget.” Kata Clara, masih sambil menangis.
“Gue seneng banget selama gue bareng lu. Gue suka sama lu, Clara!” Teriak Ray. “Gue juga suka sama lu, Ray.” Kata Clara yang suaranya kalah dengan suara kereta api yang baru saja datang. “Apa? Gue ngga bisa denger.” Kata Ray, walau dia tahu apa yang dikatakan Clara.
Clara lalu berteriak, “Gue juga suka sama lu! Gue suka banget sama lu!” Ray lalu memeluk Clara. “Tungguin aku ya, aku pasti balik kok. Aku harus berangkat sekarang. Jangan nangis dong. Jaga diri ya, Clar.” Kalimat yang justru membuat Clara semakin menangis deras. Begitulah perpisahan mereka.
---
Ray dan Clara masih mengirimkan email satu sama lain. Bahkan setelah melewati tahun 2000, yang dikira akan kiamat. Clara lalu lulus SMA dan diterima di kuliah pilihan pertamanya. Tetapi, Ray tidak kunjung juga mengirimkan email balik. Tahun demi tahun berlalu. Clara tetap menunggu kedatangan Ray yang tak kunjung terlihat juga. Semua nomor Ray sudah tidak aktif. Begitu pula emailnya yang sudah terhapus karena tak kunjung dipakai juga.
12 tahun berlalu. Clara sudah menjalani hidupnya sendiri, tanpa Ray. Suatu hari, dia mendapat undangan untuk mengunjungi sebuah art exhibition. Dia tertarik dan akhirnya mengunjungi pameran sini itu. Dia melihat berbagai barang antik yang cukup familier. Lalu dia melihat video bertuliskan
1984-2002
Pameran ini dibuat untuk mengenang kepergian Ray Adiputera.
Video tersebut diawali dengan kumpulan video Ray dan Clara juga teman-teman yang lain, diakhiri dengan Ray yang berbicara, “Selamat Tahun Baru, Clar. Ini sunset pertama di abad ini. Cantik kan? Aku kangen. Aku ingin melihat Clara Gunawan yang hidup di Abad 21. “
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H