Mohon tunggu...
Thomas Satriya
Thomas Satriya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sedang mengetik ...

Mari belajar bersama

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mata Daun

11 Mei 2019   22:28 Diperbarui: 11 Mei 2019   22:42 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: kaltim.tribunnews.com

Aku selalu menikmati 

Matahari yang menyapa bumi di timur cakrawala,

dan sudut langit yang mulai dimerahkannya, 

juga malam yang masih mencari persembunyiannya,

di balik tetesan embun di bawah kakinya,

bersama burung-burung yang menutup

dan membuka dua panggung hidup,

yang berimpit dalam nyanyiannya.

Ketika malam, jalan ini sunyi dan gelap. 

Dan semalam dua orang muda bercengkrama mesra di bawah kakiku. 

Aku tidak menghiraukannya, demikian pun mereka. 

Hingga kudengar laki-laki muda itu memekik,"Ah! Kau, rupanya!"

Ditangkapnya kakiku. 

Ditatahkannya segala ungkapan cinta di bawah lututku tanpa menunggu hilang rasa kejutku. 

Darahku sedikit mengalir. Tak lama, 

dan mereka meninggalkanku dengan asap bakaran minyak pelumas di tubuhku. 

Ini bukan kali pertama, mungkin sudah ratusan, atau lebih, 

aku tidak ingat, dan mungkin tak perlu diingat.

Kegelapan dan kesunyian malam di jalan ini masih sama 

sejak puluhan tahun yang lalu hanya ungkapan cinta dan harum bakarnya yang mungkin berbeda. 

Dalam kesunyian dan kegelapan  dulu mereka memburu 

dengan  harum gaharu yang masih disisakan untukku 

dan semoga tetap lestari untukmu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun