Lima hari harus menginap di sebuah rumah sakit menemani salah satu anggota keluarga untuk operasi saya gunakan waktu luang untuk berbincang santai dengan dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS.Â
Tidaklah sulit menemukan dokter yang sedang menjalani PPDS sebab di seragamnya tertulis PPDS dengan bordir. Yang sulit justru mencari waktu luang mereka yang terbatas.Â
Ada tiga kesempatan yang saya peroleh saat baru masuk ruangan, menjelang operasi, dan setelah operasi.
Saat baru masuk ruangan saya ditanya tentang riwayat kesehatan dan penyakit dalam keluarga. Kesempatan ini saya yang balik bertanya secara langsung tentang berita yang lagi viral tentang perundungan senior terhadap yunior.
Ada tujuh dokter PPDS, tiga orang mendapat beasiswa dari Kementerian Keuangan, dua orang tugas belajar dari rumah sakit tempat mereka berkarya, dua orang lagi beasiswa dari sebuah lembaga.
Mereka berasal dari Sulawesi, Sumatera, Jawa Barat, dan sekitar Jatim sendiri.
Dari perbincangan di atas bisa ditangkap bahwa perundungan dari senior tidak seperti yang ramai di media. Bahwa ada senior sedikit jual mahal dan ingin 'diperhatikan' tidak dipungkiri. Ini terjadi karena ada senior yang harus berkarya di dua rumah sakit berbeda dan pada saat bersamaan ada pasien yang perlu dikunjungi.
Di sinilah kadang ada senior yang minta dijemput oleh mereka yang sedang PPDS agar segera bisa berbagi ilmu di rumah sakit tempat menempuh pendidikan.
Di sisi lain rasa tertekan justru muncul karena rasa kuatir tidak bisa menyelesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Banyak faktor yang menyebabkan, misalnya masalah finansial, sulitnya perjumpaan secara klinis dengan pasien, dan bertemu senior.
Sulitnya bertemu dengan senior bukanlah sebuah kesengajaan tetapi lebih bersifat force majeure. Sebuah kejadian yang sulit diantisipasi sebelumnya.
Di sini hanya bersangkutan yang tahu.
Perbincangan dengan dokter yang ikut PPDS sebanyak tiga kali dalam waktu yang tidak begitu lama memang tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.
Apalagi yang saya ajak berbincang bukan dari program studi spesialis yang banyak mengalami gejala depresi seperti info grafis dari Kompas.id di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H