Mendengar pertanyaan seperti ini tentu saja membuat kami bertiga saling berpandangan dan dengan gelagapan, Giso yang sedikit punya rasa langsung menjawab, "Kula, Pak." Artinya, "Saya, Pak."
Saya dan Yebe spontan terkekeh mendengar jawaban lugu dari seorang teman yang bernama Giso ini.
"Ya wis ora usah diguyu yen pancen padha dhemene ya enggal didadekake." Timpal bapaknya Kembang Kantil. Artinya: Ya sudah tak usah ditertawakan kalau memang saling mencintai ya segera diresmikan.
"Til... metu a nduk," panggil bapaknya Kembang Kantil. Artinya: Til ... keluarlah Nak.
Dengan senyum terkembang Kembang Kantil keluar dan bapaknya kembali melontarkan pernyataan, "Bener kowe dhemen karo Giso?" Artinya: Benar kamu mencintai Giso?
Kembang Kantil dengan menundukkan kepala menjawab lembut, "Inggih..." Artinya: Iya ...Â
Jawaban Kembang Kantil merupakan kejutan yang sedikit membuat kami terperangah. Kami lihat wajah Giso sedikit merah seperti orang tercekik sedang Kembang Kantil seperti Sembadra yang sedang bingung.
"Aku ora gelem kowe sakloron runtang-runtung sadurunge didadekake. Mula dakjaluk bapa-ibumu enggal rene rembugan piye mengkone..." Artinya: Saya tidak ingin kalian berdua (Kembang Kantil dan Giso) berjalan berdua sebelum diresmikan. Kami minta bapa-ibumu segera kesini untuk membicarakan kelanjutannya.
0 0 0
Jam dua siang, kami berdua diantar tiga kerabatnya berjalan kaki sejauh 4 km sambil membawa 3 sisir pisang candi, 4 buah kelapa, 4 ikat daun so, dan seekor ayam menuju tepi barat Gladak Perak.
Di tepi Gladak Perak, sambil menunggu bis selama hampir satu jam kami berbincang tentang nasib Giso yang seorang yatim piatu dan hidup ngenger pada seseorang. Lucu, menarik, menjengkelkan, dan 2-3 kali saya bertanya apakah Giso dan Kembang Kantil sudah kebablasan. Walau sebenarnya saya tahu bahwa itu tak mungkin terjadi karena merasa anak-anak yang tak banyak tingkah.