Di pemakaman, proses penguburan berjalan sekitar lima belas menit saja. Setelah jenazah terkubur, pak modin memimpin doa kemudian secara berganti atau bersama tetapi secara pribadi para pengantar berdoa di atas makam bagi almarhumah.
Pemakaman selesai, semua pelayat kembali ke rumah masing-masing untuk melanjutkan aktifitas mereka. Beberapa ibu dan kaum wanita yang tidak bekerja, tetap berada di rumah duka untuk membantu memasak atau membuat kue untuk sajian para pelayat dan doa bersama (tahlilan) selama lima malam atau sepasar.Â
Keunikan dalam doa bersama atau tahlilan ini, pada malam ke tiga (hari kedua) dan malam ke tujuh para pendoa atau peserta doa saat pulang selesai tahlilan diberi hantaran atau bawaan berupa nasi dengan lauk pauknya serta kue tradisional seperti apem, bikang, nagasari, dan buah pisang (hijau atau raja). Sedang hari-hari biasa para pendoa hanya diberi sajian kue, rokok, minuman, dan makanan untuk disantap selesai tahlilan.
Itulah gambaran kegotongroyongan masyarakat kita dalam pemakaman salah satu warga di suatu tempat yang menggambarkan kerukunan dan keguyuban yang membawa kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat kita yang majemuk.
Kegotongroyongan dalam mempersiapkan pemakaman tak jauh berbeda, kecuali saat memandikan jenazah dan perawatan jenazah hanya dilakukan oleh keluarga atau komunitas mereka. Perangkat RT dan RW atau dusun biasanya akan menanyakan apakah penggalian kubur dan pemakaman akan dilakukan oleh komunitas sendiri atau oleh warga kampung atau dusun.
Biasanya, untuk menjaga hubungan keakraban dan keeratan serta persaudaraan dalam kekerabatan masyarakat, keluarga berduka tetap meminta warga yang mempersiapkan pemakaman. Tentu saja ini tidak berlaku jika jenazah almarhum dimakamkan di tempat yang jauh atau di luar kota.
Warga dusun, desa, kampung, atau dukuh tak pernah membedakan siapa dan keluarga yang meninggal. Hanya dalam doa atau ibadat pemakaman doa bagi almarhum atau keluarga sebagai penghiburan diserahkan kepada keluarga sesuai dengan kaidah agama yang mereka peluk.
Gotong royong tanda persaudaraan masyarakat Indonesia.
Beberapa orang menganggap kegotongroyongan masyarakat kita sudah luntur jauh sekali. Sebuah pendapat yang kurang tepat. Sebenarnya kalau kita mau meluangkan waktu menyusuri kampung-kampung di wilayah perkotaan sekalipun, kehidupan ini tetap kita rasakan dan mudah ditemui. Kita tidak boleh menutup mata akan keadaan ini hanya karena kehidupan kita berbeda dengan kebanyakan warga masyarakat lainnya.
Kegotongroyongan jangan hanya dilihat saat ada kerjabakti membersihkan kampung atau dusun serta saat perayaan hari kemerdekaan negara kita tercinta Indonesia. Gotong royong bisa dilakukan dalam bentuk karya apa pun seperti membantu tenaga membangun rumah yang biasanya disebut saya atau sambatan.