[caption id="attachment_370046" align="aligncenter" width="506" caption="Sumber : blog.traveloka.com"][/caption]
"We Make People Fly" merupakan tagline dari Lion Air. Maskapai yang berdiri pada tahun 1999 ini menghebohkan masyarakat lantaran pada tanggal 18 Februari 2015 kemarin atau bertepatan dengan libur Imlek, terjadi kekacauan penerbangan. Ribuan penumpang terlantar tanpa adanya kejelasan. Bahkan insiden ini menjadi olok-olokan di media social. Cek disini http://chirpstory.com/li/252969.
Menurut saya, ini adalah puncak dari masalah yang terjadi di Lion Air. Jujur saja diantara semua maskapai di Indonesia saya bisa bilang Lion Air memiliki service yang buruk. Di beberapa bandara yang pernah saya singgahi, selama menggunakan jasa Lion Air, bisa dihitung dengan jari jumlah staff counter check-in yang ramah dan mau senyum kepada para penumpang yang antri check-in.
Terlihat dari wajah yang kurang ramah, nada bicara yang terkesan jutek, dan layanan yang seringkali lambat karena asik mengobrol dengan rekan kerja di area counter check-in. Beruntungnya saya yang berdomisili di Jogja, di Bandara Adi Sucipto tidak mengenal Terimnal seperti di Bandara Soekarno-Hatta. Sehingga conter check-in semua maskapai hanya berseblahan tanpa ada penyekat tertutup, hanya terpisah oleh meja. Jadi dengan jelas bisa terlihat bagaimana para staff airline bekerja disini :)
Di Bandara Adi Sucipto Jogja, counter check-in Lion Air bersebelahan dengan counter Air Asia. Bukan rahasia lagi bahwa kedua maskapai LCC ini bersaing ketat di bisnis penerbangan di Indonesia. Namun, dari counter check-in saja sudah "terasa" perbedaannya. Di counter Lion Air, seperti yang saya bilang sebelumnya, nyaris tidak ada senyuman di wajah staff check-in. Berbanding terbalik dengan counter Air Asia yang memang memiliki layanan yang sangat baik dengan staff yang ramah dan penuh senyum. Apalagi jika Lion Air dibandingkan dengan maskapai sekelas Citilink dan Garuda, jauh!
Kenapa saya membandingkan Lion Air dan Air Asia? Karena segmen pasar kedua maskapai ini sama, yaitu layanan low cost carrier. Namun kedua maskapai ini mempunya cara yang berbeda dalam melayani penumpang dan juga menangani kasus yang terjadi di perusahaan mereka.
Masih teringat jelas musibah jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501. CEO Air Asia Tony Fernandes dengan sigap memberikan klearifikasi melalui akun Twitternya dan Official Twitter dari Air Asia pun terus aktif memberikan perkembangan terbaru. Bahkan Tony turun langsung untuk memimpin dan mengkondisikan staff di lapangan.
Ini menujukkan bagaimana pucuk pimpinan perusahaan Air Asia peduli terhadap penumpang dan staff yang menjadi korban, penumpang lain yang akan terbang dengan Air Asia, dengan juga staff lapangan Air Asia. Hal ini membuat para keluarga korban, calon penumpang, dan staff Air Asia menjadi tenang karena Air Asia menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab. Sehingga menjaga image dan brand Air Asia tetap positif di mata konsumen.
Hal yang sebaliknya justru terjadi di Lion Air. Terkesan ada tembok katau jarak antara konsumen dan perusahaan Lion Air. Akun social media Lion Air terkesan mati. Padahal saat ini social media menjadi peranan penting bagi brand-brand besar untuk terus mempromosikan produk, berkomunikasi dengan konsumen, dan memperkuat brand mereka.
Dan parahnya kesan cuek pun terlihat pada management Lion Air. Saat terjadinya penumpukan penumpang, management Lion Air cuek-cuek saja. Bahkan terbilang sulit untuk ditemui dan dimintai penjelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Ribuan orang yang terlantar tidak mendapatkan kejelasan apakah mereka bisa terbang atau tidak. Kompensasi pun tidak diberikan, padahal kompensasi adalah hak yang harus konsumen dapatkan dan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 49 Tahun 2012, yang berbunyi :
- Keterlambatan lebih dari 60 (enam puluh) menit sampai dengan 120 (seratus dua puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan (snack box).
- Keterlambatan lebih dari 120 (seratus dua puluh) menit sampai dengan 180 (seratus delan puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal) dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya, atau ke badan usaha angkutan udara lainnya, apabila diminta penumpang.
- Keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit sampai dengan 240 (dua ratus empat puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal) dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke badan usaha angkutan udara niaga lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat di angkut pada penerbangan hari berikutnya.
Nyatanya peraturan tersebut tidak dijalankan oleh Lion Air. Jangankan hotel untuk menginap, makanan saja tidak diberikan oleh para penumpang. Lelah, lapar, dan emosi menjadi satu dan akhirnya membuat ribuan penumpang yang terlantar menjadi marah besar. Terminal 3 menjadi kacau dan lounge keberangkatan diblokir oleh para penumpang. Mereka menuntut Direksi Lion Air untuk memberikan penjelasan. Namun seperti yang sudah diperkirakan, tidak ada satu pun direksi yang tampak.