***Â
Tulisan ini bukan bermaksud untuk membela tindakan anak yang melaporkan orangtuanya. Sama sekali tidak.Â
Saya hanya menawarkan perspektif lain, sehingga mungkin saja kita sebagai netizen bisa menghindari penilaian yang terlalu menghakimi.Â
Karena kita tidak tahu pengalaman hidup sang anak bersama orangtuanya. Mungkin biasa saja, mungkin menyakitkan, bahkan bisa saja memberi pengalaman yang tidak mengenakkan dan berdampak buruk terhadap psikis sang anak.Â
Yang kita lihat di berita mungkin hanya sebagian kecil dari hidup sang anak dan orangtua yang kemudian tersorot oleh media. Bukanlah keseluruhannya hidupnya. Itu hanyalah salah satu produk, salah satu episode yang lahir dari pengalaman psikologis hidup sang anak bersama orangtua.Â
Daripada menghakimi sang anak yang melaporkan orangtua sebagai individu kurang ajar dan biadab, lebih baik berdoa semoga masalah mereka cepat terselesaikan.Â
Toh kita tidak tahu pengalaman hidupnya bersama orangtuanya. Mungkin saja lebih berat daripada yang kita alami kan?Â
Contoh, ada anak yang membenci orangtuanya karena mereka sering bertengkar, melampiaskan amarah kepada sang anak, membentak-bentaknya, memaki dan merendahkan dirinya. Dan itu terjadi sejak usia sekolah dasar sampai beranjak dewasa. Sang anak trauma dengan orangtuanya. Ia pun lelah dan coba untuk melaporkan masalah ini ke polisi, untuk mendapatkan rasa keadilan atas rasa sakit hatinya selama ini.Â
Lalu ketika melaporkan ia malah dapat nasihat dari orang asing, yang tidak paham sama sekali dengan masalah hidupnya
"Turutilah orangtua mu karena kamu akan mendapatkan surga-Nya kelak, tanpa mereka, kamu tidak akan pernah ada. Cobalah bersyukur, kalau kamu coba melapor begini kamu kurang ajar sama orangtuamu. Hidupmu ke depan bakal gak tentram. Kamu gak punya rasa terimakasih sama orangtua mu?"
Bayangkan saja, padahal setiap harinya sang anak merasakan sakit hati ketika hidup bersama orangtuanya.Â