Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Habis Koalisi Terbitlah Koalisi

4 September 2023   08:26 Diperbarui: 7 September 2023   07:09 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera partai politik peserta pemilu terpasang di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Jumat (27/1/2023). (KOMPAS/HENDRA AGUS SETYAWAN)

Memilih pasangan capres dan cawapres dalam Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2024 demikian alotnya sehingga diperlukan banyak lobby-lobby politik, pertemuan antarelit partai bahkan adanya cawe-cawe Presiden. 

Alotnya penentuan pasangan capres dan cawapres sebab banyaknya orang yang ingin menjadi cawapres di samping adanya upaya keberlanjutan program pembangunan dari Presiden Joko Widodo sehingga presiden cawe-cawe dalam membentuk dan mendorong terbangunnya koalisi.

Setahunan yang lalu untuk menyongsong Pilpres 2024, tiga partai politik yakni Partai Golkar, PPP, dan PAN membentuk koalisi yang bernama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). 

Koalisi ini berhimpun untuk menjaring calon-calon potensial dalam pilpres. Ganjar Pranowo disebut sebagai capres potensial yang hendak diusung oleh KIB. Ganjar Pranowo dipilih sebab dirinya memiliki elektabilitas yang tinggi namun saat itu partainya. PDIP, belum mengusung dirinya sebagai capres.

Tak lama setelah ada KIB, muncullah Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Koalisi yang dibentuk oleh Partai Gerindra dan PKB ini memiliki tujuan yang lebih jelas yakni mendorong lahirnya pasangan capres dan cawapres dari dalam koalisi sendiri. 

Kemauan yang diinginkan dari dalam koalisi itu adalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres, sedang Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres. Meski demikian, harapan dari dalam terutama dari PKB untuk Menyusun pasangan capres -cawapres tidak segera terwujud.

Setelah ada KIB dan KKIR, terbentuklah Koalisi Perubahan Untuk Perubahan (KPP). Koalisi yang dibentuk oleh Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat itu, langsung menyepakati Anies Baswedan sebagai capres.

Meski sudah ada nama-nama capres namun siapa cawapres belum ditemukan, masih di-delay, sehingga di sinilah koalisi yang ada mulai goyah. Bahasa positifnya disebut dinamis. 

Adanya perubahan sikap dari PDIP yang sebelumnya enggan mencapreskan Ganjar Pranowo yang kemudian ternyata memilihnya sebagai capres, terjadinya perubahan besar dalam perkoalisian. 

KIB bubar karena PPP dan Golkar-PAN memilih jalan yang tak sama. PPP segera mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres bersama dengan PDIP.

Dukungan dari Golkar dan PAN kepada Prabowo Subianto sebagai capres juga membuat KKIR bubar dan berganti menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM). Dalam koalisi yang baru ini Gerindra, PKB, PAN, dan Golkar, juga menandatangani kesepakatan baru. 

Kesepakatan baru tersebut pastinya ada yang mengatur bahwa penentuan cawapres harus dibahas secara bersama. Di sinilah posisi Muhaimin Iskandar sebagai bacawapres dari kesepakatan KKIR bisa batal. Posisi yang demikian memicu adanya perubahan koalisi.

Apakah koalisi yang menyatukan (1). Nasdem, PKS, dan Demokrat. (2). PDIP dan PPP. (3). Gerindra, Golkar, PAN, dan PKB, sudah final? 

Sebab ini masuk dalam ranah politik, apapun masih bisa terjadi sehingga koalisi yang ada bisa berubah kembali komposisinya. Apa penyebab dari perubahan anggota koalisi? 

Pertama, tingginya ego partai politik untuk mendapatkan posisi. Mereka berprinsip bila tidak dapat posisi capres maka posisi cawapres akan dikejar. Hal demikianlah yang membuat mereka tidak mau mengalah. Bila kemauan politik mereka tidak dituruti maka ia akan meninggalkan koalisi yang ada.

Terus mendesaknya Partai Demokrat akan KPP segera mendeklarasikan diri cawapresnya merupakan bentuk dari tingginya ego partai itu. Seolah-olah di sini hanya ada tawaran, dapat posisi cawapres atau meninggalkan koalisi.

Meninggalkan koalisi yang ada pastinya akan berpengaruh pada gerak pendulangan suara sebab partai-partai itu memiliki mesin partai yang solid di tengah masyarakat. 

Meski tak ada jaminan koalisi besar akan memenangkan pilpres namun dengan banyaknya anggota koalisi hal demikian akan membuka kemungkinan yang lebih besar untuk meraup suara yang lebih.

Kedua, tidak terpenuhinya ambisi mendudukkan kadernya sebagai cawapres inilah yang membuat partai bisa bergeser ke koalisi yang lain sehingga di satu sisi dia menggembosi koalisi yang lama, selanjutnya akan menambah angin di koalisi yang baru. 

Di sinilah akan terbentuk koalisi baru. Berpindahnya PAN dan Golkar ke koalisi yang sudah ada, KKIR, pastinya akan menambah angin dari koalisi tersebut.

Ketiga, ada tawaran yang lebih menarik dari koalisi yang lain juga menjadi pemicu salah satu partai berpindah ke koalisi yang lain. 

Godaan tawaran sekian kursi menteri akan diberikan bisa membuat partai-partai tergoda sehingga pindah haluan. 

Hal ini biasa dilakukan oleh partai-partai non-parlemen. Pergeseran koalisi bisa juga karena ketidaknyamanan di antara satu partai dengan partai yang lain sehingga membuat ia meninggalkan koalisi tersebut.

Keempat, koalisi terbangun dan bubar juga karena adanya cawe-cawe orang kuat atau pemilik partai dan modal. Nah cawe-cawe itulah apakah berhenti sampai di sini? 

Bila cawe-cawe masih dilakukan maka perubahan koalisi masih terbuka kemungkinan terjadi lagi. Lahir dan bubarnya KIB apakah karena faktor itu dan apakah lahirnya KIM juga karena itu.

Dari sini terlihat bahwa lahir dan bubarnya koalisi karena adanya dominasi kepentingan dan cawes-cawe dari orang kuat. Hal demikian menunjukkan adanya ketidakmandirian, ketergantungan, terpenjaranya partai politik oleh kekuatan besar. 

Akibat yang demikian membuat apa yang disampaikan oleh elit partai, tidak nyambung dengan apa yang dimaui oleh konstituennya. Lebih parah lagi memunculkan perpecahan di internal partai. Ada salah satu partai, antara pengurus pusat dan sayap-sayapnya tidak sejalan dalam mendukung capres.

Hal demikian berbeda dengan pilpres-pilpres sebelumnya. Di mana partai politik bebas menentukan arah dukungan tanpa adanya cawe-cawe orang kuat sehingga koalisi yang ada tidak seperti saat ini, tumbuh hilang berganti.

Dalam waktu dekat apa yang akan terjadi? Kita tunggu saja dinamika politik yang terjadi hingga akhirnya ditemukan berapa jumlah koalisi yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun