Mohon tunggu...
Ardiansyah
Ardiansyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pendidik

Belajar-Lakukan-Evaluasi-Belajar Lagi-Lakukan Lagi-Evaluasi Kembali, Ulangi Terus sampai tak terasa itu menjadi suatu kewajaran. Mengapa? Karena Berfikir adalah pekerjaan terberat manusia, apakah anda mau mencoba nya? Silahkan mampir ke : lupa-jajan.id

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Untuk Kicauannya yang Entah ke Mana

12 Juli 2024   22:33 Diperbarui: 12 Juli 2024   22:58 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku Rindu Kicauannya

Pohon-pohon rindang, daunnya melambai

Burung tak datang, menyapa pagi

Hati bertanya, kemana mereka pergi

Meninggalkan alam, dalam sunyi


Rindu kicauan, merdu nan syahdu

Menemani langkah, di setiap waktun

Ingin ku dengar, melodi alam

Kicauan burung, membawa damai, membawa sejuk tak berkesudahan


Hening menyelimuti, udara terasa hampa

Bunga-bunga layu, tak lagi ceria

Langit kelabu, menutupi mentari

Alam pun berduka, atas kepergian mereka


Ke mana perginya, burung-burung jelita?

Meninggalkan sarang, tanpa sepatah kata

Apakah mereka pergi, mencari tempat yang baru?

Atau mereka telah pergi, untuk selamanya?


Hatiku bertanya, kapan mereka kembali?

Membawa keceriaan, dan mengisi keheningan ini

Aku merindukan kicauan mereka, yang menenangkan jiwa

Dan membawa kedamaian, di hati yang lara


Akankah mereka kembali?

Hanya waktu yang bisa menjawabnya

Namun, aku akan selalu menanti

Kembalinya kicauan burung, yang membawa damai

Langit Kelabu

Langit kelabu menyelimuti kota,

Menyapa pagi dengan kabut asap yang menggumpal.

Pohon-pohon merindukan rintik hujan,

Membasuh dahaga di tanah yang rekah.


Burung-burung tak lagi menyapa pagi,

Kicauan mereka tergantikan oleh deru mesin.

Udara terasa sesak, dipenuhi polusi yang tak kasat mata.

Bumi berduka, atas ulah manusia yang serakah.


Menebangi hutan, mencemari sungai, dan membakar lahan.

Menciptakan luka di wajah alam, yang dulunya begitu indah.

Aku terdiam, merenungi nasib bumi ini.

Akankah kelabu ini menyelimuti selamanya?


Atau masih ada secercah harapan, untuk mengembalikan keindahannya?

Aku ingin sekali melihat, langit biru cerah kembali.

Mendengar kicauan burung yang merdu, dan merasakan udara yang segar.

Namun, aku sadar bahwa semua itu takkan datang dengan sendirinya.


Kita harus bersatu, untuk menyelamatkan bumi ini.

Mengubah kebiasaan, dan hidup lebih ramah lingkungan.

Menanam pohon, menjaga kebersihan, dan mengurangi polusi.


Mungkin ini tak mudah, tapi kita harus tetap berusaha.

Demi masa depan bumi, dan generasi penerus bangsa.

Mari kita jaga bumi ini, agar tetap indah dan lestari.

Untuk kita, dan untuk anak cucu kita.

#Jakarta, 12 Juli 2024

*22.00 WIB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun