Saya mengejar, "Apa maksud Petapa itu mengatakan Nyawamu sebagai taruhan?".
Kampi pun menjelaskan bahwa, Emas dan perkakas kerajaan yang ada disekitaran Petapa itu seandainya saja saya sentuh apalagi ambil ternyata telah dibaluri racun dari serbuk Kacumbari.
Petapa itu sendiri adalah penjaganya, ia merupakan pengawal Arung Palakka Petta Malampee Gemmena dari Kerajaan Bone yang pernah diambil Sumpah Angngaru Kawali Simpa Sikadong untuk menjaga harta karun ini sampai ada Titisan Darah Biru Bone yang datang mengambilnya.
"Kenapa bisa Arung Palakka ke Tanete Riaja?" kejar ku lagi.
"Petapa itu sempat menjelaskan, bahwa Datu Tanete yang menyembunyikan mereka di sekitaran Maruala sebelum menunjukkan jalan lari ke Kerajaan Buton, namun Harta Kerajaan Bone ini ditinggal demi keamanan dan kehati-hatian" Terang Kampi.
Saya hanya manggut-manggut antara percaya dan setengah hati mengakui perjalanan sejarah pelarian Arung Palakka di Maruala Tanete Riaja yang persis sama.
"Lalu...!" lanjut ku.
Kampi kemudian menjelaskan bahwa ia membuang sepertiga sarang burung walet itu ke Telaga Liung Maloangnge yang membuat Dinru Penjaganya bahagia lalu memunculkan Sapinya yang ternyata tertambat disisi tempatnya berdiri namun terlindungi oleh Ghaib.
Begitu Dinru itu melahap satu buah Sarang Walet, ia langsung berubah menjadi seorang Gadis mempesona dengan Rambut Panjangnya dan mampu berjalan keluar dari Telaga.
Kampi pun katanya menunjukkan Dua Pertiga sisa Sarang Walet ditangannya yang masih berjumlah puluhan.
Gadis jadi-jadian itu kemudian menghiba dan meminta Kampi ikhlas memberikan semuanya.