Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sisi Gelap di Balik Ramainya Konten TikTok yang Dikonsumsi Para Remaja Indonesia

1 November 2024   11:00 Diperbarui: 7 November 2024   11:58 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya, pada saat kita memlih hobi olahraga sepakbola pada saat mendaftar, maka sejak awal tayangan yang ditampilkan adalah tentang pertandingan sepakbola dan akan berubah apabila kita menyaksikan tayangan-tayangan yang kita cari sendiri di aplikasi tersebut.

Konten Negatif, Spam Penipuan, Hingga Ujaran Kebencian

Tak semua sosial media memang yang bisa tampil bersih di depan mata para usernya dengan menampilkan konten-konten yang mendidik dan bermanfaat. 

Sekali lagi itu semua tergantung dari si pengunggah yang peduli dengan konten-konten positif tersebut. Sering kita jumpai bahwa konten-konten yang tampil di TikTok justru tak berisi konten yang positif. 

Melansir dari laman website Bussines of Apps, jumlah pengguna TikTok sendiri didominasi oleh mereka yang berusia 18-24 tahun yang mencapai angka 34,9% pada tahun 2022 lalu. Itu artinya, 34,9% data pengguna tersebut didominasi oleh mereka yang berusia sekolah dari SMA hingga anak kuliahan. 

Belum lagi data tersebut juga membuktikan bahwa paparan konten yang tidak sehat justru banyak dikonsumsi oleh mereka yang berusia produktif yakni 24 tahun ke bawah.

Konten-konten seperti cuplikan joget viral dengan busana yang tak senonoh, unggahan kekerasan, tayangan asusila yang semi sensor, hingga ujaran kebencian.

Tayangan-tayangan tersebut memang tak vulgar ditampilkan pada saat menyaksikan tayangan TikTok, melainkan disajikan bersama dengan konten yang lagi viral. 

Misalnya sebuah tayangan yang isinya joget atau tarian tertentu disajikan dengan musik yang lagi viral dengan diaransemen ulang nada dan temponya kemudian ditampilkan dengan gerakan tertentu sembari menampilkan si pembuat konten yang sengaja menggunakan busana yang berbau porno. 

Kemudian, tayangan tren atau konten gerakan yang negatif. Misalnya tren membuat video loncat dengan kaki bagian belakang yang ditendang oleh rekannya, secara sekilas memang itu nampak sepele. Namun, jika diperagakan bisa berakibat cedera serius dan masih banyak lagi tren lain yang biasa muncul di layar TikTok.

Tak cukup sekadar gerakan, ada pula spam penipuan yang mengatasnamakan lembaga tertentu dengan iming-iming keuntungan besar sambil meminta si pengguna TikTok untuk menyelesaikan misi tertentu melalui telegram atau wa yang berawal dari meminta data identitas diri atau nomor telepon. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun