Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

5 Ciri yang Menggambarkan Kalau Kamu adalah Guru yang Kolot

23 Agustus 2024   09:24 Diperbarui: 23 Agustus 2024   09:27 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://id.quora.com/Mengapa-pengajar-ilmu-eksak-terkesan-kolot-galak-dan-suka-mempersulit-hidup-murid)

Sifat kolot adalah kecenderungan seseorang untuk bersikap kaku dan tidak terbuka terhadap perubahan atau hal-hal baru. Individu yang memiliki sifat ini cenderung berpegang teguh pada nilai-nilai, tradisi, atau kebiasaan lama, serta menolak inovasi atau gagasan yang berbeda dari apa yang telah mereka kenal. 

Dalam konteks sosial, sifat kolot sering kali diidentifikasi sebagai sikap yang tidak fleksibel dan cenderung menghambat kemajuan atau adaptasi terhadap perkembangan zaman.

Menurut para ahli, sifat kolot dapat dilihat sebagai manifestasi dari resistensi terhadap perubahan. Rokeach (1960) mengemukakan bahwa sifat kolot terkait erat dengan sistem kepercayaan yang kaku, di mana individu sulit menerima pandangan yang berbeda dari keyakinan mereka. 

Sementara itu, Rokeach dan MacDonald (1970) juga menjelaskan bahwa individu yang kolot sering kali memiliki rasa ketidaknyamanan terhadap ambiguitas, sehingga mereka cenderung mencari kepastian dalam hal-hal yang sudah dikenal dan dipahami. Fromm (1947), seorang psikoanalis, menyatakan bahwa sifat kolot bisa berasal dari rasa ketakutan terhadap ketidakpastian dan perubahan, di mana individu lebih memilih kenyamanan dari yang sudah ada daripada menghadapi risiko dari hal-hal baru yang belum pasti.

Secara psikologis, sifat kolot juga dapat dikaitkan dengan rendahnya tingkat keterbukaan dalam kepribadian seseorang, seperti yang diuraikan dalam teori kepribadian Big Five. Orang yang memiliki sifat kolot biasanya memiliki tingkat keterbukaan (openness) yang rendah, yang membuat mereka lebih tertarik pada rutinitas daripada mencari pengalaman baru.

Lebih lanjut, sifat kolot pada seorang guru dapat mempengaruhi cara mereka mengajar dan berinteraksi dengan peserta didik. Guru yang kolot cenderung mempertahankan metode pengajaran tradisional yang telah mereka gunakan selama bertahun-tahun, tanpa mempertimbangkan perubahan kurikulum, teknologi, atau kebutuhan peserta didik yang berkembang.

Mereka mungkin menolak menggunakan alat bantu pengajaran modern, seperti media digital atau pendekatan pembelajaran berbasis proyek, karena merasa lebih nyaman dengan metode konvensional seperti ceramah atau hafalan.

Contoh perilaku guru yang kolot bisa terlihat ketika mereka menolak untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam kelas, meskipun peserta didik menunjukkan minat yang tinggi terhadap penggunaan perangkat digital dalam belajar.

Misalnya, alih-alih memanfaatkan aplikasi pembelajaran interaktif yang dapat meningkatkan pemahaman siswa, guru ini lebih memilih untuk tetap menggunakan buku teks lama dan metode papan tulis sebagai satu-satunya sumber belajar. 

Selain itu, guru yang kolot mungkin juga enggan menerima atau menerapkan umpan balik dari siswa tentang cara mengajar, karena mereka merasa metode yang mereka gunakan sudah cukup efektif berdasarkan pengalaman sebelumnya.

Akibatnya, siswa bisa menjadi kurang termotivasi dan merasa pembelajaran kurang relevan dengan kebutuhan mereka, sehingga potensi mereka tidak berkembang secara optimal.

Dampak Sikap Kolot bagi Seorang Guru

Sikap kolot pada seorang guru dapat memiliki dampak negatif yang signifikan, baik terhadap diri guru tersebut maupun terhadap peserta didik yang diajar. Salah satu dampak utama adalah stagnasi dalam metode pengajaran.

Guru yang kolot cenderung tidak memperbarui pengetahuan atau keterampilan mereka, yang dapat mengakibatkan pendekatan pengajaran yang kurang relevan dengan perkembangan zaman.

Hal ini membuat materi yang disampaikan menjadi kurang menarik dan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik, sehingga dapat mengurangi efektivitas pembelajaran.

Selain itu, sikap kolot juga dapat mempengaruhi hubungan guru dengan peserta didik. Guru yang tidak mau mendengarkan masukan atau ide-ide baru dari siswa mungkin akan dianggap kurang responsif atau tidak peduli, yang bisa menurunkan motivasi belajar dan rasa hormat siswa terhadap guru tersebut. 

Siswa mungkin merasa bahwa pandangan dan kebutuhan mereka tidak dihargai, yang pada akhirnya dapat menciptakan suasana kelas yang kurang kondusif untuk pembelajaran.

Dampak lainnya adalah terhambatnya inovasi dalam pembelajaran. Dalam dunia pendidikan yang terus berkembang, keterbukaan terhadap perubahan dan inovasi adalah kunci untuk meningkatkan kualitas pengajaran.

Guru yang kolot cenderung menolak perubahan ini, sehingga mereka mungkin tidak mampu mengintegrasikan teknologi atau metode pembelajaran baru yang dapat membuat pembelajaran lebih interaktif dan menyenangkan. 

Akibatnya, mereka berisiko tertinggal dari rekan-rekan sejawat yang lebih adaptif dan inovatif, serta kehilangan kesempatan untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih baik bagi peserta didik.

5 Ciri yang Menandakan bahwa Kamu Termasuk dalam Golongan Guru yang Kolot

Sadar atau tidak, sifat kolot yang dimiliki seorang guru pada akhirnya dapat membawa guru tersebut kepada kesulitan yang disebabkan oleh diri mereka sendiri dan itu akan berakhir pada proses pendidikan yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Berikut adalah 5 ciri yang menandakan bahwa kamu termasuk guru yang kolot:

5 Ciri yang Menandakan bahwa Kamu Termasuk dalam Golongan Guru yang Kolot

 1. Enggan Menerima Perubahan: Salah satu ciri utama seorang guru yang kolot adalah ketidaksediaan untuk menerima perubahan, baik dalam metode pengajaran, kurikulum, atau teknologi pendidikan. Jika kamu merasa nyaman dengan cara lama dan selalu menolak atau merasa ragu untuk mencoba pendekatan baru, ini bisa menjadi tanda bahwa kamu termasuk dalam golongan guru yang kolot.

 2. Mengandalkan Metode Pengajaran Tradisional: Guru yang kolot cenderung terus-menerus menggunakan metode pengajaran tradisional, seperti ceramah satu arah, tanpa mencoba metode pembelajaran yang lebih interaktif dan berbasis pada partisipasi siswa, seperti diskusi kelompok atau pembelajaran berbasis proyek.

 3. Kurangnya Keterbukaan terhadap Kritik dan Umpan Balik: Jika kamu merasa tidak nyaman menerima kritik atau umpan balik dari siswa, rekan sejawat, atau pihak sekolah, dan cenderung mengabaikan masukan tersebut, ini bisa menunjukkan sifat kolot. Guru yang kolot biasanya merasa bahwa cara mereka mengajar adalah yang terbaik dan enggan melakukan perubahan.

 4. Menolak Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran: Dalam era digital ini, teknologi memainkan peran penting dalam pembelajaran. Jika kamu masih menolak menggunakan teknologi seperti aplikasi pembelajaran, platform daring, atau alat bantu digital dalam kelas, ini menandakan bahwa kamu mungkin termasuk dalam golongan guru yang kolot.

 5. Berkutat pada Buku Teks dan Materi Lama: Guru yang kolot sering kali bergantung pada buku teks dan materi yang sudah lama digunakan, meskipun mungkin sudah tidak relevan dengan kebutuhan siswa saat ini. Mereka cenderung tidak mencari atau mengembangkan materi baru yang lebih sesuai dengan perkembangan kurikulum dan kebutuhan peserta didik.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun