Lesu! Mungkin itulah kata terakhir yang kita lihat terakhir kali kala melihat Korea Selatan dipecundangi oleh Jordania. Ya negara yang pada fase grup piala asia kemarin hanya berangkat ke babak 16 besar sebagai peringkat tiga terbaik justru berhasil menjadi penjegal Timnas Korea Selatan untuk setidaknya mampu melaju ke partai final Piala Asia tahun ini sejak terakhir mereka berhasil melakukannya pad 2015 lalu.
Tampil dengan kekuatan terbaiknya anak asuh Jurgen Klinsmann harus mengakui keunggulan Jordania melalui skor mutlak 2-0. Sepasang gol yang diciptakan oleh Y. Al-Naimat dan Mousa Al Tamari di menit 53' dan 66' sudah cukup mengunci kemenangan Jordania dan memastikan tim yang dilatih Hussein Ammouta tersebut lolos ke babak final guna berhadapan melawan Qatar yang juga berhasil menyingkirkan Iran di babak semifinal.
Hasil kurang mengenakkan yang diperoleh Korea Selatan tersebut juga menjadi rekor buruk yakni kembali memperpanjang kegagalan tim berjuluk negeri gingseng  tersebut untuk dapat menjadi juara asia setelah terakhir meraihnya pada 1960 lalu.Â
Lebih lanjut, jika kita telusuri tentang apa sebenarnya yang salah dari penampilan Korsel musim ini terlepas dari laga semifinal dimana tidak adanya KIm Min Jae menjadi lubang besar di lini pertahanan sehingga mampu dieksploitasi Jordania. Korea juga tampil di bawah standar.Â
Korea Selatan seakan tak menunjukkan penampilan seperti apa yang mereka pertontonkan pada Piala Dunia 2022 lalu saat di laga terakhir fase grup secara mengejutkan mampu menaklukkan Portugal dengan skor 2-1. Di edisi Piala Asia tahun ini Korsel seakan tampil dengan lesu, hanya tampil dengan penguasaan bola namun tak banyak gol yang berhasil diciptakan.
Bahkan itu terlihat kala Korea Selatan secara mengejutkan justru berhasil ditahan imbang Timnas Malaysia dengan skor 3-3 pada laga penutup fase grup beberapa waktu lalu. Ada yang tidak beres memang dari apa yang dipertontonkan Korea Selatan selama ini.Â
Memang mereka datang dengan rasa kepercayaan diri penuh setelah dilatih oleh Jurgen Klinsmann serta menjadi tim kedua di bawah Jepang untuk bisa meraih juara pada ajang Piala asia tahun ini. Namun, pada kenyataannya Korea Selatan justru gagal di semifinal melawan tim yang secara peringkat FIFAÂ jauh berada di bawah Korsel yakni Jordania.Â
Penyebab Melempemnya Son Heung-Min dan kawan-kawan pada ajang Piala Asia tahun ini
Ada beberapa sebab yang menjadi alasan mengapa penampilan Korea Selatan di ajang Piala Asia tahun ini tak begitu istimewa, berikut ulasannya:
A. Gonta Ganti Pelatih
Alasan pertama yang menjadi sebab mengapa penampilam Korea Selatan tak terlalu spesial yakni faktor kebijakan yang menjadikan Korea harus gonta-ganti pelatih.Â
Pada dasarnya sebuah sistem yang baik dalam menciptakan generasi yang berkualitas setiap tahunnya ternyata tak diimbangi dengan investasi jangka panjang di sektor pelatih.Â
Akan terasa sukar jika sebuah tim yang berkeinginan meraih prestasi tinggi namun dipegang dan dilatih oleh orang yang tak ada kapasitas dalam menangani tim tersebut.
Di lain sisi, Korsel sendiri menjadi tim yang paling sering berganti pelatih. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, tim negeri gingseng telah berganti pelatih timnas sebanyak enam kali. Itulah yang menyebabkan adanya penurunan kualitas permainan dari Korsel.Â
Keseringan berganti pelatih akan menyebabkan menurunnya kolektifitas tim serta kemistri masing-masing pemain tak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan pelatih.
B. Kurangnya Antisipasi kekuatan tim timur tengah
Seakan tak belajar dari kesalahan, Korsel kerap gagal di piala asia melawan tim-tim asal timur tengah. Sejak terakhir Korea Selatan juara pada ajang Piala Asia 1960 lalu, Korsel setidaknya telah 4 kali melenggang ke babak final namun hasilnya mereka kembali gagal meraih juara.Â
Tiga kekalahan di final yakni pada 1972 melawan Iran, final 1980 melawan Kuwait, dan kekalahan di final piala asia 1988 atas Arab Saudi nampaknya cukup menjadi alasan mengapa tim Korea Selatan selalu gagal melawan tim asal timur tengah.
Korea Selatan tak lagi digdaya jika berhadapan dengan tim asal timur tengah, sejak piala piala asia 2007 lalu kala Korsel dikalahkan Iraq pada babak semifinal, Korea tak pernah mampu lolos lebih jauh dari partai semifinal kecuali pada 2015 lalu saat berhasil melangkah ke babak final menghadapi Australia yang berhasil keluar sebagai juara.
C. Sistem Permainan yang tak konsisten
Walau tampil dengan pemain-pemain berkelas sekelas liga top benua eropa. Nyatanya tak membuat permainan Korsel sedap untuk ditonton. Seperti apa yang mereka tunjukkan kala Son cs kalah atas Jordania dengan skor 2-0.Â
Permainan Korsel hanya mengandalkan penguasaan bola dan selalu kelimpungan kala menghadapi situasi serangan balik cepat nan mematikan dari Jordania.
Jika kita menonton laga korea Selatan melawan Jordania kemarin semua akan berpikir bahwa Korsel mampu menguasai permainan ya memang benar penguasaannya saja menyentuh angka presentase 70%. Namun untuk intensitas peluang dan skema serangan, jangan ditanya Korsel hanya sanggup melepaskan 8 upaya tempakan dengan tak ada satupun yang on target.Â
Hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan Jordania yang hanya mengandalkan serangan balik cepat melalui skema umpan pendek yang berhasil melepaskan tembakan sebanyak 17 kali dengan 7 di antaranya tepat sasaran.
Itulah beberapa alasan mengapa menurut saya Korsel kurang layak untuk dapat meraih gelar juara pada ajang Piala Asia tahun ini. Tetap semangat Son cs, comeback stronger!
#SalamLiterasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI