Dalam hal ini, pembatasan kritik serta keengganan untuk menerima saran adalah salah satunya. Hal tersebut diperparah dengan sikap idealisme pemimpin sehingga diskusi, kordinasi, dan komunikasi hanya berlangsung satu arah sementara bawahan hanya bisa bekerja dan menjadi "yes man"Â setiap saat.
4. Minimya profesionalitas kerja
Pada dasarnya sikap profesionalitas adalah hal utama yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Salah satu yang termasuk aspek profesionalitas adalah bekerja sesuai tupoksi dan peran yang diberikan oleh atasan.Â
Dalam dunia kerja, tentu kita kerap diberikan beban kerja yang berbeda-beda sesuai keahlian masing-masing. Saat menerima instruksi, maka tugas kita adalah mengeksekusinya dengan baik agar tujuan perusahaan dapat tercapai.Â
Nah masalahnya, ketika proses itu dilangsungkan. Masukkan dan kritik kerap disampaikan tanpa memperhatikan etika atau perasaan bawahan. Atasan kerap mencemooh, menghina, mengabaikan, menyepelekan, atau bahkan men-judge hasil pekerjaan bawahan di depan umum.
Inilah yang menjadi nilai minus di mana sikap profesionalitas justru tak terbangun dengan baik. Pada akhirnya, mental karyawan akan mudah down, kinerja memburuk, hingga akhirnya hasil yang diharapkan justru semrawut.
5. Beban kerja tidak sesuai
Pernahkah anda mendengar istilah lembur?Â
Lembur kerap dianggap sebagai kegiatan yang berfaedah jika ada reward yang sesuai didapatkan karyawan. Namun, tak semua perusahaan atau lembaga yang memahami akan hal itu.Â
Kerap kali karyawan atau pegawai yang sudah bekerja di luar jam operasional bahkan rela meninggalkan urusan rumah sementara demi selesainya permintaan perusahaan justru tak dihargai dengan baik oleh pimpinan.
Ini menjadi sebuah ironi, di mana beban kerja yang diberikan serta target yang dibebankan justru terlalu berlebihan sementara hak-hak yang harusnya didapatkan oleh karyawan pasca pekerjaan tuntas justru tak diselesaikan.Â