Mohon tunggu...
Astriana
Astriana Mohon Tunggu... Freelancer - Pengarang

Review, sastra, diktat kuliah, mental health

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meja Makan Aida

10 Juni 2024   15:35 Diperbarui: 12 Juni 2024   00:18 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://neuralwriter.com/id/image-generator-tool 

Di sebuah kota yang ramai, hiduplah gadis kecil yang ditinggal pergi ayah ibunya untuk beberapa waktu. Aida nama gadis itu, ia berusia lima belas tahun. Ia bersabar seorang diri di rumahnya karena janji ayah ibunya yakni berlibur ke tempat yang Aida inginkan. 

Gadis bermata coklat itu sudah memasang gambar tempat yang ingin ia kunjungi di dinding kamar. Pulau Rusa, Bukit Peri, dan melihat pelangi sambil menikmati teh dan menyantap makanan terenak di tempat-tempat itu. 

Sepanjang hari di rumah, kadang ia ketakutan, kadang senang karena bisa bermain HP sepuasnya, kadang kekenyangan, juga kadang kelaparan.

Seperti pagi ini, ia bangun dari tempat tidur dengan sangat malas. Perutnya yang keroncongan membuat Aida tidak mampu bergerak banyak. Ia merebahkan badan kembali ke kasur sambil melihat matahari yang hampir naik ke atas genteng. Sinarnya tidak lagi hangat melainkan sangat panas.

"Huhhhh panasnya! Padahal masih jam sepuluh." Ucap Aida sambil mengipas-ngipas tangannya.

"Ahh, aku mau pesan makanan saja. Perutku harus terisi agar tetap sehat dan bisa mengunjungi tempat impianku saat ayah dan ibu datang nanti."

Sambil bermalas-malasan di atas kasur dan menyalakan kipas angin. Aida mengambil ponsel pintarnya. Ia akan memesan makanan secara onnline, menurut gadis kecil itu ini adalah cara yang paling mudah dan tidak membuatnya lelah. Ia bisa memesan pizza, pasta, hamburger, ayam goreng, kentang goreng, dan banyak lagi hanya dengan satu telunjuk.

Tidak lama kemudian seseorang mengetuk pintu rumah Aida.

"Pesanann!" teriak suara di luar sana.

"Sebentar..." Aida membalas.

"Silakahkann..." Aida sangat girang menerima makanannya pagi ini. Setelah mengucapkan terimakasih. Ia menuju meja makan dengan kedua tangan dipenuhi kantong-kantong makanan.

Aida yang antusias menggelar makanannya sampai memenuhi seluruh meja makan. Ah! Makanan yang masih fresh! 

Bau harum pizza dan potongan dagingnya, nuget, ayam goreng, kentang, dan segarnya soda sudah menggelitik hidung dan perut Aida. Siapa yang tidak tergoda dengan kelezatan itu. Aida buru-buru mengambil kipas dan mencuci tangan.

Sementara itu Pizza dan makanan lainnya mulai membuka mata.

"Hah! Kita sudah di rumah!" Seru Pizza kegirangan. Karena sudah menjadi makanan terpilih.

"Yeeey" Makanan yang lain pun ikut bersorak sorai.

"Eh, tapi tunggu dulu! Dimana semua orang yang akan memakan kita?" Tanya Ayam Goreng.

"Tadi ada seorang gadis kecil! Mungkin dia pergi untuk memanggil teman-temannya!" Nuget mencoba memberi pendapat.

"Eh, sssst! Sssst! Dia datang" Pak Soda memberi tahu teman-temannya untuk kembali diam.

"Ahhh makanan-makananku!" Aida duduk dan melahap Pizza yang lezat. Di tangan kananya ia memegang ayam goreng. Belum selesai dengan pizza ia menyantap nuget yang seolah-olah memanggil-manggilnya.

"Aidaaaa...makan aku!" Begitu sependengaran Aida.

"Aidaaaa...kamu pasti haus, minum aku! Aku sangat segar!" Pak Soda ikut membujuk Aida agar meletakkan ayam goreng dan mulai meminumnya.

"Aidaaaa! Makan aku juga! Saos ku sangat enak! Bauku gurih!" Kentang goreng tak mau tinggal diam.

"Aida aku!!! Makan aku saja dagingku sangat juicy, kamu tidak bisa mengabaikanku karena aku makanan favoritmu sejak kecil!"

"Kamu harus minum agar tidak lapar!"

"Aaaa..Aida, lihat potongan daging diatas rotiku ini!"

Semua makanan bersuara dan tidak mau kalah. Mereka tidak lagi berbisik-bisik. Melainkan berteriak kencang, membuat Aida hampir bingung mau melahap makanan yang mana. Kepala Aida seperti ditarik ke kanan ke kiri untuk bergantian melihati mereka.

"Aaaaaaaaa! Aku pusing!" Teriak Aida lantas menghempaskan tubuhnya ke kursi. Ia memegangi kepala yang hampir copot rasanya.

"Apa aku sudah gila? Dari mana suara-suara itu?" Keluhnya, para makanan yang mendengar hal itu lekas berpura-pura mati.

"Ssssst!" Desis si Nuget menegur Ayam yang masih juga bergerak-gerak. Ia

mengingat janji yang ia ikrarkan sebelum keluar dari toko. Bahwa manusia tidak boleh tahu kalau makanan seperti mereka bisa berbicara.

"Aku kenyang!" Seru Aida lemas. Perutnya sudah membuncittidak bisa lagi menampung makanan apapun.

"Hahhh?" Pak Soda membuka mata, "Kau sudah kenyang???" Katanya dalam hati.

"Makanan ini terlalu banyak, perutku sudah penuh. Mereka membuatku mengantuk."

"Aidaaaa!" Teriak Pak Soda, ia tidak bisa berpura-pura mati lagi.

"Hah?"

"Ada yang memanggilku?"

"Siapa disana?" Aida celingukan, ia melihat jauh ke luar jendela. Khawatir ayah dan ibunya sudah datang dan mendapati ia memesan banyak makanan.

"Aida aku disini!" Seru Pak Soda yang semakin menggebu-gebu. Sementara makanan lainnya mengintip dengan sedikit. Mereka takut Aida akan membuang Pak Soda ke tempat cucian piring jika tahu makanan-makanan dihadapannya bisa hidup.

"Ehhh, Pak Soda. Sudahlah! Biarkan saja!" Sela Pizza berusaha meredam amarah Pak Soda.

"Haaaah! Biar saja! Dia harus kita beri pelajaran!" Tegas Pak Soda, "Aida! Aku Pak Soda! Hadap sini! Aku di meja makanmu!"

"Sodaaaa? Bisa Bicara???" Wajah Aida berubah seketika, matanya terbelalak. Ia seperti melihat hantu di siang bolong. Sebotol soda yang ia pesan mempunyai mata, mulut, dan gigi yang putih.

"Dengarkan aku Aida! Aku sedang marah!"

"Kau tidak bisa seenaknya meninggalkan kami! Kau memesan sebanyak ini maka harus kau habiskan! Kalau kami mati sia-sia kami hanya akan membahayakan lingkungan. Kau tahu kenapa kau selalu menyalakan kipas angin. Salah satunya karena kau membuang-buang kami."

"Kenapa jadi salahku?" Aida mengernyit tidak terima.

"Hai gadis kecil!" Singgung Pizza tak tahan ingin turut berbicara, "Saat kami dibuang dengan sia-sia kami akan menyebabkan timbulnya metana. Manusia sepertimu akan tiba-tiba merasa panas atau sangat dingin."

"Ah tapi itu bukan tiba-tiba Pizza! Itu karena tingkah laku orang-orang yang seperti gadis kecil ini!"

"Jadi bertanggung jawablah pada kami!" Nuget turut serta angkat bicara.

"Aku harus bagaimana ini?"

"Memakan ini? Semuanya? Perutku terlalu kecil."

Aida semakin kebingungan. Ia melihat makanan-makanan itu akan bergerak menjejalinya bertubi-tubi. Haruskah bersembunyi di balik kasur? Atau menutup mulutnya dengan isolasi? Aida mondar-mandir memikirkan solusinya. Keringat-keringat kecil mulai muncul di dahi. Jarum jam yang berdentang terdengar begitu keras di telinga, seolah meneriaki gadis kecil itu untuk segera membuat keputusan sebelum matahari tenggelam dan sebelum para makanan mati sia-sia. Sementara Pizza, Ayam, Nuget, Kentang, dan Pak Soda bergeming takut. Bila-bila usahanya akan sia-sia juga. Bila Aida adalah gadis kecil yang bebal dan menutup telinga.

Aida menarik napas panjang. Menenangkan dirinya sebentar sambil duduk. Ia kembali memandang ke luar jendela, melihat lalu lalang orang-orang. Gadis kecil itu meringkuk diantara para makanan yang kembali berbisik satu sama lain.

"Akuuuu..." Aida membuka mulutnya seraya menimbang dengan hati-hati. Para makanan menunggu juga, ngeri-ngeri sedap rasanya.

"Aku akan bertanggung jawab." Tegas Aida. Para makanan masih bingung. Bagaimana caranya gadis kecil itu memperbesar perutnya. Membuat mereka tidak sia-sia dan merugikan alam. Nuget dan si Kentang yang paling kelihatan ragu saling berpandangan.

Tapi benarlah Aida bertanggung jawab. Ia mengambil food paper di dapur lantas memasukkan Pizza, Kentang, Ayam, serta Nuget dengan rapi. Tulisan tangan di selembar buku tulis juga ia sertakan, "Makanan gratis" tulis Aida. Di keranjang rotan ia menata kembali para makanan yang sudah ia bagi ke dalam wadah kertas itu. Para makanan memang masih bingung, Aida membawa mereka keluar. Pikirnya mereka akan dibuang di tempat sampah karena Aida meletakkan para makanan di depan rumahnya dan hanya dialasi kursi yang ditemani selembar tulisan tadi. Tapi setelah Aida mengendap-endap masuk dan mengintip dari balik jendela. Beberapa orang yang lewat lalu mengambil para makanan sedikit demi sedikit. Kentang yang pertama kali diambil melambaikan tangan dengan senyuman yang sangat lebar. Begitu juga kemudian Pizza dan yang lainnya. Mereka berdada pada Pak Soda yang masih berada di rumah bersama Aida.

"Terimkasih Aida." Ucap Pak Soda yang berada di gendongan Aida. Gadis kecil yang sudah merasa bertanggung jawab atas makanannya turut tersenyum sambil melihati orang-orang yang membawa makananya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun