Pengalaman mudik pertama kali setelah dua tahun ditunda akibat pandemi ini sangat menyenangkan, dramatis, dan sedikit melelahkan. Nah, untuk ikut memeriahkan cerita mudik 2022 saya akan berbagi sedikit pengalaman tentang saya dan keluarga. Berikut adalah cerita kecil saya 😊
Hari raya kedua, tanggal 3 Mei kemarin saya dan keluarga berniat mengunjungi saudara di Tanaka. Ini adalah kunjungan pertama setelah dua tahun dilarang mudik oleh pemerintah akibat pandemi Covid. Kami sekeluarga berencana menginap satu malam disana sekalian menikmati suasana desa yang sejuk, tenang, dan asri. Karena tidak ingin terjebak macet, ibu menyuruh saya dan adik siap-siap sejak pagi. Pukul 07.00 semua sudah siap kami bertujuh berangkat mengunakan mobil Jeep Katana. Ya, memang terasa sangat sesak kaki harus dilipat semini mungkin dan bokong harus siap keram beberapa jam kedepan. Tapi itu semua bukan masalah besar, kami tetap senang karena bisa mudik tahun ini.
Singkat cerita kami sudah sampai di Pakisaji, jalanan mulai macet waktu itu, mobil-mobil mengular panjang sampai ke daerah pasar. Mobil kami hanya bisa bergerak sedikit-sedikit setiap lima menit. Sementara pengendara motor bisa melewati sela-sela kecil diantara kendaraan lain. Ibu yang tidak tahan dengan panasnya udara siang itu melepas kerudung dan nyeletuk dalam bahasa Jawa begini katanya, “Wih wih wih, gak bisa bergerak ini.”
“Nggeh, buk hari raya beneran ini.” Kakak ipar menjawab dengan sopan dalam kromo alus dan percakapan kami berlanjut menggunakan campuran ngoko dan kromo.
“Loh!” Semua kaget. Ibu menjerti seperti orang kehilangan dompet.
“Oleh-olehnya tadi dibawa ndak?” Semua lekas mencari buah tangan yang sudah disiapkan untuk bude, saudara, ponakan, dan Mbah di Tanaka. Tapi memang sejatinya sudah ketinggalan mau dicari seperti apapun tidak akan ketemu. Dengan muka menyesal karena tidak memeriksa semua barang bawaan sebelum naik ke mobil Ibu minta berhenti di swalayan penjual oleh-oleh kalau ada.
Setelah beberapa menit kemudian kami berhenti di swalayan daerah Karang Pandan. Aku dan ibu mulai mencari beberapa makanan untuk oleh-oleh. Saat melakukan pembayaran di kasir, disinilah drama dimulai. Barang belanjaan sudah ditotal dan tinggal bayar, ibu terus mencari-cari dompet di tas merahnya tapi tidak kunjung ketemu.
“Ada buk?”
“Masak ketinggalan juga.”
“Pakek Hp aja!”
“Hp?”
Ibuk masih belum paham maksudku, alhasil karena keburu sungkan pada mbak kasir dan antrian juga lumayan panjang. Aku buka Brimo di hp ku sendiri, untung sekali swalayan itu menerima pembayaran menggunakan QRIS dan total belanjaan ibu tidak terlalu banyak. Hanya RP 150.00 yang berarti saldo mahasiswa seperti aku masih cukup. Setelah pembayaran selesai. Ibu dan aku berterimakasih pada mbak kasir sekaligus meminta maaf karena lama membayarnya.
Sesampainya di mobil, ibu menggerutu karena selain lupa membawa oleh-oleh dia juga lupa membawa dompet.
“Ketinggalan di meja makan kayaknya.” Jawabku sambil mengingat kegiatan terakhir yang dilakukan ibu.
“Iya kayaknya.” Mbak menambahkan.
“THR nya anak-anak sudah kan tapi?” Tanya bapak curiga besar kalau THR untuk para ponakan di Tanaka juga ketinggalan.
“Loh.” Ibu mengecek tas merahnya, tidak ada amplop-amplop lebaran yang kemarin malam disiapkan. Melihat ibu menepok jidat kami semua manarik napas dalam, menyayangkan tapi juga memaklumi karena ibu kami sudah tidak muda lagi. Mungkin wajar di usia 55 tahun itu ibu sudah mulai pikun.
“Nanti ambil di ATM aja buk.” Kata mbak mencari jalan keluar.
“ATM nya itu di dalam dompet.” Tegas ibu, kami kembali menarik napas dalam-dalam ditengah-tengah kemacetan.
“Oh kan pakek Brimo bisa, kemarin sudah tak install di HP ibu, udah verifikasi juga, tinggal makek aja.” Singgung mbak sekali lagi.
“Lah iya kartu ATM iku ada di dompet.” Mas iparku mencoba menjelaskan
“Loh itu gak usah pakek kartu bisa buk.” Ibu diam dan mencoba memahami.
“Pakek Brimo buk, nanti tak tarikin uangnya.” Kataku memahami ibu yang pasti tidak paham cara mengambil uang tunai melalui aplikasi Brimo.
Selanjutnya kami sampai di Kepanjen pukul 10.00, perjalanan yang biasanya satu jam menjadi dua jam untuk sampai di Kepanjen saja. Padahal tujuan kami masih jauh di Tanaka. Namun alhamdulillah, Kepanjen tidak separah Sukun atau Pakisaji yang penuh oleh mobil, kami masih bisa bergerak lancar meski pelan. Di Kepanjen kami melewati kantor cabang BRI yang sepi, aku dan ibu turun menuju mesin ATM.
“Ambil berapa buk?”
“Seribu aja.” Seribu artinya satu juta untuk ibu. Maka setelah memasukkan password, kode, dan nomor hp aku dan ibu kembali masuk ke mobil agar tidak telalu siang sampai di Tanaka.
“Nanti ajarin ibu ya.” Ujar ibu yang sedari tadi serius memerhatikan tombol apa saja yang dipencet tapi belum kunjung paham.
“Siap, buk wkwkkw” Kataku setengah bergurau.
Setelah oleh-oleh dan THR untuk para ponakan aman. Kami melanjutkan perjalanan yang tetap macet sampai daerah Slorok. Tapi untung ketika memasuki perkampungan mobil bisa melaju lebih cepat. Akhirnya tepat pukul 12.00 kami sampai, terlihat bude, saudara, mbah, dan semua ponakan yang berjumlah lima orang itu meyambut di depan pintu. Kami berpelukan saling melepas rindu lalu segera masuk untuk bermaaf-maafan sambil menikmati jajanan desa dan meluruskan kaki. Oleh-oleh yang kami bawa langsung diamankan ke kulkas. Dan setelah berbincang-bincang cukup panjang ibu memanggil para ponakan. Mereka sangat antusias menerima THR dari ibu, ibu pun senang menyaksikan semangat mereka antri THR. Kami semua tertawa ketika mereka langsung mengamankan THR masing-masing karena takut hilang atau malah dihutang (becandaan bapak setiap ada anak kecil dapet THR).
Memberi oleh-oleh dan THR memang sudah menjadi tradisi lebaran di Indonesia sebagai wujud syukur atas rezeki yang telah diperoleh selama satu tahun. Ibu pasti akan sangat menyesal jika tidak bisa berbagi oleh-oleh dan THR tahun ini kepada ponakan-ponakan kami. Tapi untung ada Brimo, aplikasi keuangan Bank BRI berbasis data internet yang menawarkan berbagai kemudahan, fitur QRIS, tarik tunai tanpa kartu, dsb. Penggunaannya pun sangat mudah, aman, cepat, dan cocok untuk ibu yang pelupa. Maka lain hari aku harus segera mengajari ibu cara menggunakannya untuk jaga-jaga bila dompetnya tertinggal lagi saat berbelanja, hahahha.
Cerita kecil dari saya dan keluarga di mudik 2022 ini memang dramatis (sesuai yang saya sebutkan di awal) tapi itulah yang kita alami dan kenyataannya kehadiran Brimo memang memudahkan transaksi sehari-hari dan yang terpenting menyelamatkan jatah THR untuk ponakan kami di Tanaka.
Terimakasih telah menyimak cerita kecil kami. Minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir batin. Selamat hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriyah.
Keyword: Transaksi, Digital, Mudah, Aman, Cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H