Mohon tunggu...
MUHAMMAD ARDHIYA DIMAZ ANUGRAH
MUHAMMAD ARDHIYA DIMAZ ANUGRAH Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Taruna Poltekip

TARUNA POLTEKIP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal Normatif

11 September 2023   09:45 Diperbarui: 11 September 2023   09:47 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alat yang di gunakan dalam pengumpulan data penyidikan ini adalah telaah dokumen atau kepustakaan, telaah hukum dan perundang-undangan khususnya KUHAP, dan tulisan oleh para ahli hukum yang berkaitan atau berkaitan dengan pokok bahasan penyidikan. Cara penulisan data secara deskriptif menurut penelitian hukum adalah dengan menetapkan pendekatan kualitatif. Ini adalah penjabaran data, melantaskan kebenaran dan mengekstraknya dari literatur.

Hasil Penelitian dan Pembahasan:

Pelanggaran harkat dan martabat atau kesusilaan dan pelecehan atau pelecehan seksual yakni dua bentuk harkat martabat yang tidak hanya menjadi persoalan hukum domestik di satu negara, tetapi sudah menjadi isu hukum atau global di semua negara di dunia. Pelaku kejahatan dan pelecehan seksual tidak didominasi oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah, apalagi tidak berpendidikan atau tidak berpendidikan, tetapi pelakunya dari yang terendah hingga tertinggi di semua kelas sosial tertinggi.13 Pelecehan seksual, karena cakupannya yang luas, dapat terjadi di mana saja tidak memandang antara laki-laki dan perempuan atau dalam komunitas yang homogen. Pelaku merupakan pelaku utama dalam kasus pemerkosaan atau pelecehan seksual, namun bukan berarti pemerkosaan atau pelecehan seksual tersebut semata-mata disebabkan oleh perilaku menyimpang pelaku dan dapat dipengaruhi oleh faktor selain pelaku.14 Pelecehan seksual adalah tingkat kekerasan tertinggi dan paling mengancam dari semua bentuk kekejaman fisik dan psikis lainnya.

Pembuktian pada kekerasan psikis tidaklah semudah pembuktian kekerasan fisik. Karena pembuktian kekerasan fisik mudah terlihat oleh mata dan dapat dibuktikan dengan visum et repertum sedangkan bukti dari kekerasan psikis tidak terlihat karena rasa sakitnya hanya dapat dirasakan oleh korban melalui batin dan jiwanya.15 Oleh karena itu, upaya pengungkapan fakta dalam perkara kekerasan psikis seringkali mengalami kesulitan. Bentuk perlindungan hukum bagi korban pelecehan seksual harus diberikan dengan cara yang berbeda-beda tergantung dari kerugian yang diderita korban, baik secara psikologis maupun emosional.16 Pelecehan seksual merupakan tindakan wajib dan ancaman untuk melakukan aktivitas seksual. Ini termasuk tidak hanya kecabulan dan pemerkosaan, tetapi juga aktivitas seksual seperti penglihatan, sentuhan, penyisipan dan tekanan.

Pelecehan seksual yang menjurus ke arah pemerkosaan ataupun pencabulan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bukan lagi dianggap sebagai tindak pidana yang menciderai kehormatan perempuan, tetapi pelecehan seksual sudah masuk ke dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia.19 Harus dingatkan bahwa pelecehan seksual ini ada dimana-mana tidak perduli tempat dan waktu, tanpa memandang usia atau jenis kelamin. Perilaku linguistik dan fisik lainnya dikaitkan dengan hal-hal berbau seksual, karena korbannya bisa saja bayi, orang tua, dan bahkan jenis kelamin yang sama. Ragam panggilan tidak aman seperti yang kita ketahui, diklasifikasikan sebagai penghalang jalan. Banyaknya variabel, yang merupakan penyebab pelecehan seksual dalam kasus yang berbeda, terutama diperkirakan pembahasan dan pengembangan budaya. Gaya hidup dan mode asosiasi dengan semakin banyak wanita gratis tidak boleh dilakukan antara pria dan wanita yang dikaitkan dengan aturan moral untuk pria dan wanita.

Pelecehan seksual yang paling umum bagi perempuan adalah pemerkosaan, yang interpretasi hukumnya dapat ditemukan dalam Volume II, Bab XIV KUHP tentang KUHP tentang Cara Yang Baik. Mengamati dari asal-usulnya, aturan hukum pemerkosaan telah dibentuk mulai lama. Secara tradisional, pemerkosaan ditelaah dari perspektif laki-laki berdasarkan seksualitas laki-laki. Susunan Pasal 285, 286, 287 dan 297 KUHP secara jelas menggambarkan nilai/standar moral yang digunakan masyarakat dalam perlakuan terhadap perempuan. Oleh karena itu, karena perempuan dan perilaku perempuan berkaitan dengan situasi yang ditentukan dan dikendalikan secara sosial, maka perlu dilakukan analisis yang memberikan perspektif yang lebih luas tentang masalah ini.

Pada masalah kekerasan seksual terhadap perempuan, pihak korban sangat besar, namun banyak yang mengeluhkan ketidakpekaan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku. Ancaman interpretasi hukum dan sanksi semakin direvisi. Pasal 389 KUHP. Stigma sosial tentang kekerasan seksual seringkali dikategorikan sebagai perempuan manja yang selalu bahagia bersamanya. Di sisi lain, pelaku tidak pernah dikritik. Di level politik, masih banyak kebijakan yang tidak mendukung perempuan. Misalnya, ketika menangani kasus kekerasan seksual, perempuan seringkali tidak mendapatkan haknya. Warga menuntut pengesahan RUU TPKS. Padahal undang-undang juga dapat mengakses dan mengurangi kasus pelecehan seksual dan pelecehan seksual Indonesia. Dengan latar belakang tersebut, diharapkan ke depan kasus kekerasan seksual di Indonesia dapat dikurangi dan dikelola dengan lebih baik. Hukum berkembang sinkron dengan pertumbuhan zaman yang berdasarkan nilai dan norma dalam masyarakat.

Masih banyak korban pelecehan seksual terhadap perempuan yang tidak dilindungi oleh penegak hukum atau masyarakat. Undang-undang di atas harus menjadi standar bagi aparat penegak hukum untuk memperlakukan semua orang (terutama perempuan korban pelecehan seksual), tanpa memandang jenis kelamin, dengan tujuan menyeimbangkan hukum dan sosial. Kekerasan/pelecehan seksual dapat berupa percobaan pemerkosaan, pemerkosaan, masokisme seksual, pemaksaan untuk melakukan aktivitas seksual lainnya, menghina, menyakiti atau menyakiti korban. Pelecehan seksual yang terjadi memberikan dampak yang signifikan bagi korban, terutama jika korbannya adalah perempuan. Identitas mereka terancam dan mereka berjuang untuk fokus pada sekolah dan pekerjaan. Dalam hal ini, pelaku menunjukkan perilaku yang dapat merendahkan korban perkosaan atau pelecehan seksual. Oleh karena itu, perlu dilaporkan bahwa di satu sisi dapat melindungi korban pelecehan seksual dan di sisi lain dapat mencegah pelaku pelecehan seksual."perlindungan terhadap masyarakat. Dalam Peraturan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 12 Tahun 2006 selain Satgas Bebas Kekerasan pemerintah juga membentuk suatu pelayanan untuk kelancaran program yang disebut sebagai Pos Pengaduan Masyarakat. Berdasarkan Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Tingkat Kota, Kecamatan dan Kelurahan dalam Wilayah Kota Tanjungpinang, pada pasal 9 bahwa struktur organisasi di Tingkat Kota, Kecamatan dan Kelurahan Menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan, dengan tetap berpedoman pada peraturan. Hal ini menegaskan bahwa P2TP2A Kota Tanjungpinang belum menjadi Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD), namun masih menjadi bagian dari DP3APM Kota Tanjungpinang sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di Bidang Perlindungan Perempuan dan Kemitraan dalam memberikan informasi dan menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak

Kelebihan dan Kekurangan serta Saran:

Dalam penulisan jurnal ini metode dan penulisan yang digunakan tepat dan lengkap serta menggunakan berbagai sumber hukum serta runtut dalam pembahasan maupunmetode penelitian. Akan tetapi perlu adanya peringkasan pokok pokok bahasan dalam hasil pembahasan , sehingga walaupun isinya lengkap pembaca lebuh mudah dalam memahami serta memudahkan pembaca untuk mengetahui pokok pembahasan serta hal yang dibahas dalam jurnal tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun