Mohon tunggu...
Ardha NurMustofa
Ardha NurMustofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang mahasiswa yang suka berdiskusi, berkontribusi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ilmu Negara

3 Juli 2022   11:06 Diperbarui: 3 Juli 2022   11:11 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bertolak dari pemikiran yang hanya mengakui undang-undang sebagai hukum, maka Kelsen mengajarkan adanya grundnorm yang merupakan induk yang melahirkan peraturan-peraturan hukum, dalam suatu tatanan sistem hukum tertentu. Jadi antara grundnorm yang ada pada tata hukum A, tidak mesti sama dengan grundnorm pada tata hukum B (mungkin boleh juga sama tergantung muatan materi hukumnya). 

Grundnorm memiliki fungsi sebagai dasar mengapa hukum itu ditaati dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan hukum. Kelsen menciptakan norma dasar dalam hukum dengan memakai logika kausalitas atau hubungan sebab akibat, ia menginginkan adanya norma yang menjadi dasar dalam menciptakan norma-norma yang lain. 

Masih menjadi misteri maksud sebenamya grundnorm menurut Kelsen mengingat pemikirannya berada diantara filsafat transendentalisme Kant yang sarat akan proseduralisme dengan filsafat skeptisme radikal Hume yang sarat akan skeptis terhadap segala sesuatu.

  • Ajaran tentang Stefanbautheory (hirarkis norma) 

Peraturan hukum keseluruhanya diturunkan dari norma dasar yang berada dipuncak piramida dan semakin kebawah semakin ragam dan menycbar. Norma dasar teratas adalah bersifat abstrak dan semakin kebawah semakin konkret. Dalam proses itu, apa yang semula berupa sesuatu yang “seharusnya”, berubah menjadi sesuatu yang dapat dilakukan. 

Dalam bentuk piramida Kalsen menjelaskan urutan norma abstrak sampai kepada yang konkret. Paling atas adalah grundnorm (norma fundamental negara) dibawahnya adalah secondary norm expresing primary norm (aturan dasar negara) mungkin maksudnya adalah norma yang kemungkinan menjadi tindakan, kemudian secondary norm expresing primary norm (undang-undang formal) urutan ini sudah memasuki konkretisasi norma, dan yang paling bawah adalah partyculary primary norm (peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom) urutan terakhir ini adalah norma-norma konkret dari norma dasar.

Pengaruh Terhadap Sistem Hukum Indonesia 

  • Menguatnya Peraturan Perundang-Undangan

Satjipto Rahardjo, penggagas hukum progresif di Indonesia dalam buku Sosiologi Hukumnya menjelaskan bagaimana kerja positivisme hukum. la mengemukakan bahwa hukum yang semula muncul dari hubungan antarmanusia secara serta-merta yang disebut juga hukum kebiasaan. berubah menjadi kaidah-kaidah yang dirumuskan secara publik dan positif. 

Proses seleksilah yang mempertegas kaidah-kaidah apa saja yang bisa dirumuskan secara positif yang kemudian menjadi hukum dan hukum tersebut kemudian menjadi sah dan berlaku. 

Pembuatan undang-undang (legislation) menjadi sumber mutlak bagi keabsahan hukum hanya melalui proses itulah ditentukan mana hukum yang sah berlaku. 

Dalam tata hukum Hindia Belanda (lndonesia sekarang) peminggiran kaidah hukum kebiasaan yang serta merta itu, terbaca misalnya pada pasal 15 “Algeme bepalingen van wetgeving voor lndonesie" (Peraturan Umum mengenai Perundang-undangan untuk Indonesia) yang mengatakan “adat kebiasaan tidak merupakan hukum, kecuali apabila undang-undang mengatakan itu.[1]

Dalam penggunaan metode normatif maka hubungan antara orang yang melakukan pengkajian dan objek kajiannya adalah erat sekali atau hampir tidak ada jarak.Hukum sudah melekat belaka dengan diri pengkajinya. Bagi pengkaji lidakada sikap atau pilihan lain kecuali mematuhi hukum terscbut. Memang ia dapat melakukan kritik terhadap hukum yang berlaku dan menunjukkan kesalahan-kesalahan disitu, tetapi sikap dasarnya adalah tetap menerima, menjalankan dan memihak kepada hukum tersebut, sebagaimana dilukiskan berikut ini :

  1. Menerima hukum positif sebagai sesuatu yang harus dijalankan.
  2.  Hukum dipakai sebagai sarana penyelesaian persoalan (problem solving device).
  3. Berpartisipasi sebagai pihak sehingga mengambil sikap memihak kepada hukum positif.
  4.  Bersikap menilai dan menghakimi yang ditunjukan kepada masyarakat, berdasarkan hukum positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun