Masyarakat yang mulai jenuh dengan berdiam diri di rumah saja tanpa bertemu orang lain secara langsung segera memburu surat keterangan hasil swab test sehingga memungkinkan mereka untuk bepergian, entah untuk kepentingan pekerjaan maupun sekedar liburan semata dari kejenuhan di rumah.
Beruntung, kejadian ini tidak berlangsung lama. Pemerintah segera menindaklanjuti tindakan pidana tersebut dengan mengusut awal mula munculnya kejadian tersebut. Pemerintah juga menghukum oknum-oknum yang melakukannya sesuai dengan yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 263 ayat (1) yang mengatakan bahwaÂ
"Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun."Â
Secara tidak langsung, hal ini telah membuktikan bahwa pemerintah telah mengambil alih kekuasaannya untuk kembali memutus penyebaran  mata rantai virus corona di Indonesia.
Sumber:Â
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Hall, Stuart. (1997). Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. London: Sage Publications Ltd.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H