Kecerdasan dan dan kepandaian Sosrokartono semakin nampak ketika beliau berpindah jurusan Teknik ke jurusan Filsafat dan Kesusastraan Timur. Hanya dalam jangka waktu 6 bulan, beliau telah menunjukkan bakat dan kemampuannya yang terbilang di luar nalar manusia pada umumnya.
Luar biasanya, dalam jangka waktu 6 bulan, beliau mampu menguasai Bahasa Yunani dan Bahasa Latin sekaligus yang merupakan Bahasa kuno dan terbilang sulit untuk dipelajari.
Sosrokartono berusia 20 tahun saat berangkat melanjutkan pendidikan di Universitas Leiden, Belanda dan tercatat sebagai mahasiswa Indonesia pertama. Lulus tahun 1908, beliau meraih gelar Sarjana Bahasa dan Sastra Timur. Ia mampu menguasai puluhan bahasa dari banyak bangsa di dunia. Ia juga mulai aktif menulis di surat kabar.
Sosrokartono dan Prof. H. Kern
Saat menimba ilmu di Universitas Leiden, beliau akrab dengan Prof. Dr. Johan Hendrik Caspar Kern atau akrab disapa H. Kern. Keakraban Sosrokartono dengan H. Kern ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Diantaranya adalah adanya kesamaan visi antara Prof. H. Kern dengan Sosrokartono. Prof. H. Kern sangat memahami jiwa nasionalisme anak-anak Hindia Belanda seperti Sosrokartono karena sang maha guru ini juga lahir dan pernah tinggal beberapa lama di Hindia Belanda.
Di mata Prof. H. Kern, Sosrokartono mempunyai jiwa nasionalisme yang sangat kuat di terhadap tanah airnya, akan tetapi tetap mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap budaya Belanda.
Dilihat dari sejarah intelektualnya, terdapat kesamaan antara Prof. H.
Kern dengan Sosrokartono. Keduanya sama-sama mempunyai minat yang besar untuk mengkaji bahasa-bahasa di dunia.
Di masa remajanya, khususnya saat sekolah di HBS, Sosrokartono juga sudah banyak menekuni beragam bahasa asing, bahkan secara otodidak. Oleh karena itu, wajar jika Prof. H. Kern sangat akrab dengan Sosrokartono. Dalam disiplin keilmuan humaniora, Prof. Dr. Kern dikenal sebagai pakar filologi India, Melayu, dan Polinesia. Juga seorang orientalis ahli bahasa Sansekerta.
Wartawan Perang Dunia I
Menurut catatan Hadi Priyanto, dalam bukunya "Sosrokartono De Javasche Prins Putra Indonesia yang Besar", pada tahun 1914, ketika Perang Dunia I meletus, Sosrokartono masih berada di Eropa.
Kemudian beliau memutuskan untuk mendaftarkan diri menjadi
jurnalis atau koresponden perang di Eropa untuk surat kabar ternama terbitan Amerika Serikat, The New York Herald Tribune.