Kita ambil contoh: "Imam ath-Thabari" beliau adalah orang yang rajin menulis, bukan, bukan menulis di blog seperti saya. Dia juga adalah seorang yang memilih mengabdikan hidup untuk tradisi keilmuan dalam islam. Mengadakan perjalanan belajar lintas negara, bertemu banyak tokoh, beliau "Imam ath-Thabari" selalu menulis minimal 40 halaman/hari. Itu minimal, banyak kan?
Lha kamu, mahasiswa abadi yang belum juga punya ijazah tapi kebelet ijab sah, sehari sudah menyicil tugas atau menunda? Menyelesaikan tanggung jawab akademik saja mbulet wae gimana mau tanggung jawab ke-keluarga?
beberapa kali saya menanyai teman-teman lajang yang rajin ikut seminar pranikah, nonton film galau islami(hal paling membuat saya sensi), atau mendengar lagu bertabur janji cinta atas nama Allah: Kenapa harus kebelet sekali menikah?
Ada juga yang bergelora menjelaskan visi misi pernikahannya. "Kita perlu membentuk peradaban robbani Dan semua itu bermula dari keluarga. Menikah, punya anak banyak, lalu mendidik mereka sebagai generasi penerus perjuangan pendiri bangsa, dan dalam agama menegakkan panji-panji kalimat Allah!"
Dalam hal ini, Seolah-olah mengatakan organ reproduksi mereka harus digunakan sesegara mungkin untuk peradaban yang lebih baik daripada atlantis (berrrat bahasamu da).
Memang benar, pacaran itu tidak ada gunanya dan menikah adalah sebaik-baiknya jalan. Namun mencari ilmu untuk kejayaan agama itu lebih baik lagi. dulu islam pernah berjaya karna orang-orangnya tidak perlu memikirkan tentang solusi pacaran tapi sekarang, islam terlalu fokus menghadapi masalah pacaran. menurut saya, mengejar ilmu seperti inilah yang seharusnya menjadi langkah yang diambil setelah hijrah.
Halah, Da arda. Paling nanti kalau sudah ketemu yang sehati, yang bisa mengajarkan dia apa artinya kenyamanan, kesempurnaan, ke..cinta, juga pasti pengen buru-buru nikah.
"Iya nikah, tapi gak sekarang. Mau fokus belajar dan nulis dulu"
Duhai kamu yang peka sekali, may Allah bless us with a good marriage ya bogeng. See you!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H