"Kalau nenek dipanggil sebelum kalian menikah, bagaimana?"
Ya kan ada allah nek (jawab saya sambil tertawa) huehuehue...
blukkk!!!! suara Tampolan derigen dari ibu saya yang tepat mendarat di kening!
Kejadian itu tepat satu tahun yang lalu. Sebenarnya bukan Cuma di rumah, saya mendapatkan tekanan tentang pernikahan. di kampus, di sosmed, dan masih banyak lagi.
Di kampus misalnya, teman-teman saya. banyak membicarakan masalah pernikahan. Tentang rencana, kapan, dimana, padahal belum tau sama siapanya. pfffftttttt... kebanyakan sudah berhijrah, tapi sebentar..
Kamu sekarang umur berapa? Sudah nulis berapa buku? "Heran gak, kenapa karya aja belum punya, kuliah belum lulus tapi galau nikah teross". Menjawab pertanyaan itu ada seorang uhkty, dia bicara dengan lantangnya "kita menikah itu untuk menghindari zina" lah, bukanya untuk menghindari zina, meninggal juga bisa ya?
Bukan! maksud saya adalah bukanya jodoh sudah ada yang ngatur? Bukanya mending fokus upgrade kualitas daripada sibuk mencari? Katanya hijrah,, muslim itu artinya berserah diri, bukan memusingkan diri dan mempertahankan sifat yang penuh pengharapan kepada selain allah ta'ala
Beberapa ukhti lantas baper. "Ada ruang hampa yang perlu diisi agar tak lagi kesepian."
Dengarkanlah wahai uhkty...yakinkah dirimu dengan menikah nanti nggak akan kesepian? Percayalah ya, ukhti, kesepian ini hanya sementara. Nanti ketika ukhti meninggal, yang menemanimu di liang lahat hanyalah amal sholih, bukan lelaki sholih yang kamu idam-idamkan seumur hidupmu ini.
Kalaupun ada cinta yang bisa menemani kesendirian panjang itu, adalah cintamu kepada-Nya. Jadi janganlah bersandar pada cinta makhluk seperti itu, ya, ukhti...
Begitupun kaum lelaki geng!