Benefience berarti menekankan tindakan seseorang yang menguntungkan orang lain dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Prinsip ini menekankan pada tujuan kecerdasan buatan untuk memberikan manfaat yang maksimal, seperti meningkatkan akurasi diagnosis, mempercepat pengobatan, dan mengurangi beban kerja tenaga medis.
 2. Non-Maleficence
Non-maleficence berarti prinsip yang mewajibkan seseorang untuk menghindari tindakan yang berpotensi merugikan orang lain. Prinsip ini mencegah kerugian fisik maupun psikologis yang mungkin muncul akibat penerapan teknologi kecerdasan buatan pada dunia kesehatan. Sebagai contoh, pengambilan keputusan yang salah oleh kecerdasan buatan dapat menyebabkan kesalahan pengobatan. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip ini diperlukan tindakan untuk meminimalisasi kesalahan keputusan yang dibuat kecerdasan buatan oleh para tenaga medis dan tenaga kesehatan. Sebagai contoh, kecerdasan buatan yang digunakan untuk mendeteksi penyakit langka harus diuji secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada kesalahan yang merugikan pasien.Â
 3. Autonomi
Prinsip autonomi adalah prinsip etik yang menjunjung dan menghormati hak pasien untuk membuat keputusan sendiri berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai yang diyakininya. Prinsip ini memberikan kebebasan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam keputusan medis mereka.Â
4. KeadilanÂ
Prinsip keadilan dibutuhkan dan direfleksikan dalam praktik professional ketika tenaga kesehatan atau tenaga medis bekerja sesuai hukum, standar praktik, dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan yang optimal. Kecerdasan buatan harus dirancang dan diimplementasikan secara menyeluruh untuk menghindari ketimpangan layanan kesehatan yang diberikan. Teknologi kecerdasan buatan juga harus dipastikan dapat diakses di individu dengan kemampuan ekonomi rendah dan daerah terpencil.Â
Rekomendasi untuk Penerapan Kesehatan Digital dan Kecerdasan Buatan yang Etis
1. Kolaborasi Antardisiplin IlmuÂ
Kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu pengetahuan dibutuhkan untuk penerapan kecerdasan buatan yang etis. Kolaborasi  tersebut harus melibatkan ahli teknologi, tenaga kesehatan, pasien, dan pakar etika untuk memastikan pendekatan holistik dalam pengembangan kecerdasan buatan.Â
2. Pengembangan Regulasi yang Komprehensif
Pengembangan regulasi yang menyeluruh dan mengatur tentang etika kesehatan digital dan kecerdasan buatan. Hal tersebut dibutuhkan untuk melindungi data, mengelola bias, dan menjaga mekanisme pertanggung jawaban yang jelas.
3. Pemantauan dan Evaluasi Berkelanjutan atas Sistem Kecerdasan BuatanÂ
Kecerdasan buatan harus dipantai, diuji, dan diperbarui secara berkala untuk mencegah dari masalah baru, seperti kebocoran data dan bias algoritmik.Â
4. Edukasi bagi Tenaga Medis dan Masyarakat Tentang Potensi dan Batasan Kecerdasan BuatanÂ
Tenaga medis dan pengguna teknologi kesehatan digital harus diberikan pelatihan tentang potensi dan keterbatasan kecerdasan buatan agar dapat digunakan secara bertanggung jawab. Pelatihan yang diberikan bisa mencakup workshop tentang interpretasi hasil dari alat kecerdasan buatan di Rumah Sakit.Â
KesimpulanÂ
Permasalahan etika dalam kesehatan digital dan kecerdasan buatan (AI) mencakup isu-isu kritis, seperti privasi, perlindungan data, bias, ketidakadilan, akuntabilitas, dan transparansi data. Teknologi ini menawarkan potensi besar untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, tetapi tetantangan-tantangan tersebut dapat mengancam etik kesehatan pasien, tanggung jawab etis, dan efektifitas sistem kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan prinsip-prinsip etika yang kuat dalam pengembangan dan penerapan kecerdasan buatan. Hal tersebut dilakukan agar teknologi ini dapat digunakan secara aman.