Sedangkan si closed-minded cenderung sibuk memberikan argumen-argumen untuk membuktikan bahwa pandangannya benar, dan malas memberikan pemahaman pada orang lain karena sudah menghakimi bahwa pendapat orang lain itu pasti berseberangan dengannya.Â
Misalnya, oknum-oknum feminazi yang rajin sekali berdebat di medsos dan sibuk memberikan seabrek argumen lalu memaksa orang lain untuk "Educate yourself" tanpa mau mendengarkan dan menelaah terlebih dahulu pendapat dari orang lain. Mereka berpikir bahwa mereka adalah kaum open-minded, padahal sebenarnya mereka menunjukkan ciri-ciri kaum closed-minded.
3. Orang open-minded selalu membuka diri pada kemungkinan bahwa pada situasi tertentu, prinsip dan pendapatnya bisa saja salah. Sedangkan si closed-minded cenderung meyakini bahwa apapun yang terjadi, apa yang diyakininya sebagai sesuatu yang benar akan tetaplah benar.Â
Contohnya, anda menganggap bahwa mengandung dan melahirkan adalah kodrat perempuan, hal ini berdasarkan fakta bahwa laki-laki tidak mungkin hamil dan melahirkan.Â
Namun bukan berarti anda menganggap perempuan yang tidak pernah mengandung dan melahirkan adalah perempuan yang menyalahi kodratnya. Anda tetap membuka diri pada kemungkinan bahwa di situasi-situasi tertentu, perempuan tidak bisa mengandung dan melahirkan anak.
4. Mereka yang open-minded melihat segala sesuatu dari 2 perspektif dan dan siap untuk menerima konsep yang jauh berbeda. Mereka mampu melakukan "perbaikan" terhadap pemahaman yang sebelumnya diyakininya benar.Â
Sedangkan orang-orang closed-minded terjebak pada satu perspektif dan tidak siap untuk melakukan perbaikan terhadap pemahamannya, sehingga mereka akan terus memaksakan pemahamannya itu pada orang lain.
 Misalnya, pernah viral seorang warga twitter julid kepada seorang istri yang menyiapkan bekal untuk suaminya, dengan kata-kata kurang lebih begini "Harus banget apa bekal buat suami?. Suami bekalin istri nggak ada, gitu?". Cuitan tersebut menggambarkan bagaimana seseorang memahami mindset "Seorang istri tidak wajib mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, termasuk memasak untuk suami" secara mentah, sehingga memandang para istri yang memasakkan bekal dengan senang hati untuk suaminya sebagai suatu hal yang membuatnya miris.
Kini, kelompok open-minded sering mendapat stigma buruk dari masyarakat karena dianggap sebagai kelompok yang sering melanggengkan praktik seks bebas, LGBT, dan hal-hal yang menyimpang dari norma.Â
Banyaknya kaum close-minded yang berlindung di bawah embel-embel open-minded membuat open-minded menjadi suatu hal yang negatif. Padahal, konsep dari open-minded, apabila diterapkan dengan benar, akan menjadi suatu unsur penting untuk membangun masyarakat dan memajukan pengetahuan.
"Progress is impossible without change; those who cannot change their minds cannot change anything." -GEORGE BERNARD SHAW