Atau mungkin saja, mereka menyerap tradisi secara saklek tanpa berpikir kritis untuk mencari asal usul dan tujuannya. Mereka terjebak dalam egonya hingga mengkafirkan orang lain, menjamin bahwa orang lain akan dilaknat, dan meyakini bahwa golongan tertentu akan masuk neraka
Akhirnya keduanya sama saja, makin berdebat justru makin konsisten menjadi kaum closed-minded karena mereka semakin terjebak dalam mindset bahwa gagasan orang lain itu keliru.
Menurut infografis berjudul "Open Mindedness" yang diterbitkan oleh The Positivity Project, mereka yang termasuk dalam kategori open-minded adalah mereka yang mampu mencari bukti atas hal-hal yang bertentangan dengan keyakinan, menimbangnya secara adil, membangun pengetahuan tentang masalah atau sudut pandang tertentu, serta memberikan rekomendasi atau saran.Â
Jadi jelaslah bahwa mereka tidak memaksakan pendapat dan mindsetnya. Orang yang open-minded seharusnya adalah dia yang mau menerima hal-hal baru.Â
Mereka mau beradaptasi dalam perubahan dan pola pikir yang berseberangan dengan prinsip yang dipegangnya. Emosional dan pikirannya sudah matang, mau terbuka pada segala sudut pandang tanpa menjustifikasi sudut pandang lain.
Sehingga jelaslah bahwa orang yang menyuarakan gagasan baru yang terdengar asing bagi masyarakat, lalu menstampel dirinya sebagai orang dan open-minded dengan jalan menjustifikasi orang lain adalah kaum closed-minded, merekalah golongan orang-orang closed-minded yang sebenarnya.
Open-minded dan closed-minded tidak melulu tentang persoalan agama. Dua golongan ini selalu hadir dalam tiap diskusi, dari diskusi ndakik-ndakik mahasiswa tentang politik, hingga diskusi sepele bapak-bapak di gardu yang membahas tentang bola.
Memandang open dan closed-minded di luar perdebatan mengenai agama dan tradisi, seperti apakah orang open-minded dan closed-minded yang sebenarnya?
1. Si open-minded gemar mendiskusikan hal-hal baru, sedangkan si closed-minded kesal ketika berdiskusi tentang suatu hal yang tidak sesuai dengan pendapatnya. Misalnya dalam rapat organisasi kampus, akan muncul banyak usulan baru yang tidak semuanya senada.Â
Si open-minded akan dengan senang hati menampung semua usulan dan mendiskusikannya, sedangkan si closed-minded mungkin lebih memilih meninggalkan ruang rapat atau terang-terangan menyatakan bahwa apapun alasannya, usulannya lah yang paling benar.
2. Si open-minded seringkali skeptis pada informasi yang diterimanya sehingga ia menelusuri kebenaran dari informasi tersebut dan mau dengan sabar memberikan pemahaman kepada orang lain mengenai pendapatnya.Â