Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menyukai hal-hal sederhana, suka ngopi, membaca dan sesekali meluangkan waktu untuk menulis. Kunjungi juga blog pribadi saya (www.arsitekmenulis.com) dan (http://ngeblog-yuk-di.blogspot.com)

Selanjutnya

Tutup

Money

Kata Kang Pepih : Bertransaksi Pakai Tunai Sama dengan Kuno

14 Juni 2015   23:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak hanya itu saja, pak Dicky juga menjelaskan keunggulan dari konsep E-Money, di mana masih tetap mengikuti konsep uang tunai. Namun bedanya E-Money mudah di simpan, mudah digunakan, dan kebocoran anggaran dapat di hindari. Bahkan sempat mencontohkan Pak Ahok sebagai salah satu penentu kebijakan, di mana beliau memiliki komitmen yang kuat untuk mengimplemantasikan uang elektronik. Salah satu contohnya dan belum lama ini diberitakan adalah mengenai kehadiran parkir meter. Di sisi lain, E-Money hadir karena masih banyak penduduk Indonesia yang belum memiliki akses ke bank atau dengan kata lain belum punya rekening. Sehingga kehadiran E-Money sangat cocok untuk di terapkan di Indonesia.

Pemateri ketiga, Ibu Agustina

Sebagai pemateri terakhir, Ibu Agustina berkesempatan untuk mengulas masalah Layanan Keuangan Digital (LKD). Tugas dari LKD ini adalah untuk memudahkan warga yang berada di berbagai pelosok dalam mengakses bank. Cara kerjanya adalah bank merangkul agen dengan harapan mereka yang tadinya excluded menjadi included. Tentu semuanya (Agen) harus melalui serangkaian tes dan di nyatakan lulus uji tuntas dari perbankan, dalam artian harus memiliki usaha dan deposit.

Setelah agen di nyatakan lulus, pihak bank baru kemudian akan melakukan kerja sama dengan agen perorangan, di mana agen sendiri merupakan penduduk setempat. Selanjutnya antara bank dan agen akan terhubung melalui jaringan teknologi yang sudah ada, termasuk di dalamnya mengenai pencatatan data nasabah.

Muncul pertanyaan, “kenapa harus ada agen di daerah pelosok?” Karena hingga saat ini, menurut fakta yang ditunjukkan dengan data valid, ternyata penduduk Indonesia (orang dewasa) yang memiliki rekening di bank baru mencapai 36%. Di mana sisanya yang tergolong besar, yakni 64% belum memiliki rekening yang di dalamnya di dominasi oleh penduduk di luar perkotaan. Selain itu, ternyata Indonesia merupakan negara paling rendah di dunia dalam hal kepemilikan rekening. Belum lagi di tambah dengan fakta lain, yakni presentase transaksi ritel secara tunai di Indonesia merupakan yang paling tinggi se-ASEAN, yakni 99,4%. Hal inilah yang mendorong lahirnya “Gerakan Nasional Non Tunai”, di mana tujuannya adalah mengajak masyarakat untuk aktif dalam menginvestasikan dananya, khususnya daerah pelosok yang masih minim pengetahuan akan masalah pengelolaan keuangan.

Terakhir dan merupakan pelengkap dari penjelasan sebelumnya, Ibu Agustina menampilkan dua video yang berhubungan dengan “Kebijakan Moneter Bank Indonesia” kepada peserta yang hadir, di mana salah satu videonya bisa anda temukan di sini.

Transaksi Non Tunai, Aman, Cepat, dan Praktis

Ya, kurang lebih seperti itulah tagline dari BI sehubungan dengan adanya “Gerakan Nasional Non Tunai”. Di mana lewat tagline tersebut BI mengajak para pengguna jasa keuangan dan konsumen untuk beralih dari transaksi secara tunai ke non tunai.

Sebagai pengguna jasa keuangan dan konsumen, saya pun tertarik akan gerakan yang di luncurkan oleh BI tersebut. Lebih tertarik lagi ketika mendengar pertanyaan dari Pak Deri saat memberikan sambutan di acara nangkring beberapa minggu lalu. Adapun pertanyaan yang aku maksud, yaitu “Mana yang lebih dahulu kalian lakukan saat berbelanja, narik uang dulu baru berbelanja atau berbelanja dulu baru membayar?”. Karena jawabannya rata-rata adalah “menarik uang dulu baru berbelanja”, maka Pak Deri pun mengajak untuk melakukan hal yang sebaliknya, yakni “Berbelanja dahulu baru membayar”. Dari ajakan tersebut aku sempat berpikir, kenapa gak sesekali mencoba yang demikian? Setidaknya sebagai pengalaman baru dan bisa dijadikan bahan perbandingan dengan saat bertransaksi secara tunai/cash.

Pucuk di cinta ulam pun tiba. Apa yang aku pikirkan sebelumnya ternyata kejadian juga. Di mana kejadiannya kurang lebih seminggu yang lalu saat akan berbelanja di salah minimarket dekat aku nge-kost. Ceritanya begini; saat akan keluar berbelanja, salah satu dari adek saya ikut juga karena ada kebutuhan mendesak yang berhubungan dengan masalah wanita dan kebutuhan lain juga. Ketika akan melakukan pembayaran, ternyata uang yang aku bawa kurang dan tidak mungkin belanjaan tersebut di cancel karena memang sangat dibutuhkan. Di satu sisi, jarak ATM dengan minimarket kurang lebih 1,5 Km yang artinya membutuhkan waktu juga untuk ke sana.

Setelah berpikir beberapa saat, aku kembali teringat sama yang dikatakn oleh Pak Deri, yakni “Belanja dahulu baru membayar”. Dengan spontan aku pun menanyakan kepada petugas kasir, “apakah di tempat tersebut sudah menerima pembayaran secara non tunai?”. Dari jawabannya ternyata bisa, maka tanpa berpikir panjang aku pun mengeluarkan kartu ATM untuk melakukan pembayaran secara non tunai. Yang perlu aku lakukan hanyalah mengikuti prosedur yang sudah berlaku dan tidak memakan waktu lama seperti saat menggunakan uang tunai/cash. Selain cepat dan praktis, aku pun tidak perlu repot-repot lagi menunggu kembalian yang kadangkala ada uang recehan di dalamnya. Di sisi lain, tidak perlu lagi ke ATM untuk melakukan penarikan terlebih dahulu yang kadang memakan waktu juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun