Sekitar tiga minggu yang lalu, lebih tepatnya Sabtu tanggal 23 Mei 2015, Kompasiana kembali mengadakan acara nangkring di Makassar. Di mana kunjungan ini merupakan yang ke-4 kalinya dalam kurun waktu dua bulan terakhir. Sama seperti kegiatan-kegiatan sebelumnya, Kompasiana tidak pernah datang sendirian. Dalam hal ini selalu ada sponsor yang turut ambil bagian di setiap acara yang diselenggarakan.
Jika pada kegiatan sebelumnya, Kompasiana bekerja sama dengan Kompas, Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), dan Yayasan Danamon Peduli, maka untuk kegiatan kali ini bekerja sama dengan Bank Indonesia. Dalam kegiatan kali ini, Makassar menjadi kota terakhir dari 5 kota yang akan di kunjungi oleh Bank Indonesia. Di mana sebelumnya telah menyambangi Surabaya (28 Maret 2015), Ambon (11 April 2015), Aceh (25 April 2015), dan Banjarmasin (9 Mei 2015).
Untuk sekadar di ketahui, acara nangkring ini merupakan bagian dari upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam mensosialisasikan penggunaan non tunai sebagai alternatif dalam melakukan pembayaran di era modern ini. Adapun bentuk alat pembayaran yang di maksud seperti menggunakan kartu maupun uang elektronik (E-Money). Tujuan dari acara nangkring ini adalah mengajak masyarakat untuk mulai menggunakan alat transaksi non tunai dalam aktivitas sehari-hari, terutama bagi masyarakat yang sudah melek akan teknologi. Sosialisasi ini juga merupakan bentuk tindak lanjut dari “Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)” yang secara resmi dicanangkan pada tanggal 14 Agustus 2014 di Jakarta.
Adapun lokasi acara nangkring sendiri, yakni bertempat di lantai 4 Gedung Bank Indonesia, Jln. Jenderal Sudirman No. 3, Makassar. Sama seperti kegiatan nangkring sebelumnya, peserta yang hadir terbilang cukup ramai, yakni kurang lebih 100 peserta yang hadir. Menariknya, acara kali ini tak hanya di hadiri oleh Kompasianer Makassar saja, melainkan ada juga dari Komunitas Blogger Makassar dan mahasiswa. Tak hanya itu saja, pembicara yang dihadirkan pun merupakan orang-orang yang berkompeten di bidangnya, yakni dari pihak Bank Indonesia dan ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia) dan akan di pandu oleh mas Nurulloh (Content dan Community Editor Kompasiana).
Namun sebelum masuk ke acara inti, Mbak Lala yang lagi-lagi bertindak sebagai MC seperti pada acara nangkring sebelumnya, terlebih dahulu menyapa para peserta hadir. Setelah usai menyapa peserta dan untuk mempersingkat waktu, Mbak Lala kemudian mempersilahkan Pepih Nugraha (COO Kompasiana) untuk memberikan sambutan singkat kepada peserta yang hadir di acara nangkring “Jelajah Non Tunai Bareng Bank Indonesia” wilayah Makassar.
Usai Kang Pepih memberikan sambutan singkat, Mbak Lala kemudian mempersilahkan pak Deri selaku yang mewakili Bank Indonesia wilayah Makassar untuk memberikan sambutan singkat selaku tuan rumah atau penyelenggara acara nangkring kali ini. Pak Deri pun langsung berdiri dan dengan langkah yang semangat dan wajah yang begitu ceria segera menuju tempat yang disediakan. Setelah memberikan salam kepada peserta yang hadir, ia kemudian mengawali sambutannya dengan mengatakan bahwa sampai saat ini sekitar 99,4 % penduduk Indonesia masih melakukan transaksi secara tunai (cash). Bahkan menurutnya untuk saat ini, pemakaian uang tunai memiliki banyak resiko, seperti mudah di curi atau dirampok dan tidak higienis. Belum lagi ditambah dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh bank dalam melakukan pengelolaan yang mana membutuhkan dana besar. Contohnya harus menyediakan ATM yang setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan.
Di sela-sela memberikan sambutan dan untuk mencairkan suasana, ia melontarkan pertanyaan kepada peserta yang hadir. Pertanyaannya kurang lebih seperti ini : “Dari peserta yang hadir ini, sudah ada gak yang memiliki kartu E-Money?”. Keadaan pun langsung hening sejenak sebagai pertanda tidak satu pun dari peserta yang hadir memiliki kartu tersebut. Kemudian pertanyaan pun kembali dilanjutkan, kurang lebih seperti ini : “Kalau bertransaksi secara non tunai, sudah pernah gak?”. Untuk pertanyaan yang satu ini ada yang menjawab “ya”, walaupun jumlahnya gak terlalu banyak. Dengan tersenyum, ia mengucapkan “alhamdulillah”, ternyata sudah ada tanda-tanda kalau warga Sulawesi Selatan, khususnya wilayah Makassar sudah ada yang mengenal transaksi non tunai.
Karena waktu untuk memberikan sambutan cukup singkat, ia kemudian menambahkan sambutannya bahwa untuk transaksi non tunai saja, Bank Indonesia rela merogoh kocek yang lumayan dalam, yakni mengeluarkan dana sekitar 3 triliun. Padahal jika di pikir-pikir, uang sebanyak itu bisa digunakan untuk membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan lain sebagainya. Pertanyaan pun muncul, kenapa Bank Indonesia rela melakukan hal demikian? Karena pemerintah melalui Bank Indonesia ingin semua penduduk Indonesia (sampai pelosok) merasakan kemudahan dalam bertransaksi dan paham akan masalah keuangan.
Selain itu, pemerintah lewat program non tunai berharap agar masyarakat Indonesia bisa ikut berpartisipasi membangun negeri ini, salah satunya dengan mempercayakan dananya untuk di kelola oleh negara. Dalam hal ini adalah dana yang di miliki lebih baik di simpan di bank alias ditabung atau di investasikan di berbagai produk dalam negeri. Mengapa pemerintah semakin gencar melakukan sosialisasi demikian? Karena sampai saat ini negara kita kebanyakan mengandalkan suntikan dana dari luar, sedangkan negara-negara yang memberikan dananya kepada kita masyarakatnya sudah melek akan masalah keuangan dan turut aktif dalam membangun negerinya. Salah satunya adalah dengan menginvestasikan dananya untuk di kelola oleh pemerintah, misalnya seperti di bank, bursa saham dan lain sebagainya.
Sebelum menutup sambutannya, Pak Deri tak lupa mengajak peserta yang hadir untuk mensosialisasikan gerakan non tunai ini, baik itu dari kalangan mahasiswa/i, aktif di komunitas, maupun yang aktif menulis seperti di Kompasiana. Mengapa harus mahasiswa/i, komunitas, dan Kompasianer? Karena ia yakin peserta yang hadir sudah memiliki pemahaman akan masalah keuangan dan bisa di andalkan untuk mensosialisasikan program “non tunai”. Lebih-lebih lagi kepada peserta yang sudah terbiasa menulis di berbagai media, seperti di Kompasiana.
Selanjutnya dan merupakan sambutan terakhir, yakni dari Ibu Nanik Sekarningsih (Perwakilan BI juga). Dalam sambutannya, Ibu Nanik mengungkapkan bahwa acara nangkring yang diselenggarakan di Makassar merupakan kegiatan yang ke-5 dari kerja sama BI dengan Kompasiana selaku media warga. Setelah itu beliau kemudian menjelaskan mengenai tugas pokok BI selama ini, yaitu : moneter, stabilitas keuangan, sistem stabilitas keuangan, dan pengawasan sistem pembayaran. Sedangkan yang nantinya akan di bahas dalam talkshow nanti adalah mengenai kestabilan harga, tentang sistem pembayaran dan pengawasan sistem pembayaran. Mengapa masalah kestabilan harga ikut di bahas dalam nagkring kal ini? Karena kenaikan harga juga bisa menyebabkan terjadinya inflasi. Ibu Nanik juga menjelaskan mengenai target inflasi untuk tahun ini, pengaruh BI rate terhadap inflasi dan juga pada suku bunga. Kurang lebih demikian penjelasan singkat dari Ibu Nanik Sekarningsih.
Pemateri Pertama, Ibu Katrina
Mengingat waktu yang singkat karena tinggal satu jam lagi memasuki waktu shalat zuhur, mas nurulloh segera saja memberikan kesempatan pertama kepada Ibu Katrina selaku perwakilan dari Bank Indonesia yang akan membahas mengenai latar belakang BI saat menggagas “Gerakan Nasional Non Tunai”.
Ibu Katrina pun langsung memaparkan materi yang sudah dikemas dalam bentuk slide show. Mengawali persentasinya, beliau mencoba mengajak peserta untuk melihat rasio uang elektronik yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Dari slide terlihat bahwa pengguna non tunai terbanyak untuk saat ini adalah masyarakat pulau jawa. Sedangkan untuk Sulawesi Selatan rasionya berkisar di antara 0,025-0,073. Namun jika di lihat untuk ke depannya, Makassar memiliki potensi yang sangat besar dalam hal penggunaan nont tunai bila dibandingkan dengan kota lain di Indonesia.
Untuk uang elektronik sendiri terdiri dari dua macam, yakni dalam bentuk kartu dan mobile. Namun harus di ingat bahwa uang elektronik berbeda dengan tabungan pada umumnya yang berfungsi sebagai simpanan dan memiliki bunga. Saat ini uang elektronik sudah bisa digunakan di pusat perbelanjaan (alfamart, carefour, indomaret, dll), pengguna jalan tol, dan provider telekomunikasi. Tak lupa juga di bahas mengenai perbandingan mengenai uang tunai dan non tunai. Di mana uang tunai memiliki kelemahan dalam biaya yang dikeluarkan harus besar, tidak tercatat, dan kurang efisien. Sedangkan untuk non tunai, yaitu efisien, praktis, aman, akses lebih luas, membuat perencanaan ekonomi menjadi lebih akurat, dan velocity of money.
Untuk sekadar diketahui, untuk mensukseskan Gerakan Nasional Non Tunai, Bank Indonesia menggandeng kemenkeu, kemenko, APPSI, Pemda Jakarta (saat peluncuran tanggal 14 Agustus 2014). Transaksi non tunai dapat digunakan di pemerintahan (bayar pajak), bisnis (belanja di Alfamart atau Indomaret, bayar tol/parkir), dan pribadi.
Pemateri kedua, Pak Dicky Jatnika
Sebagai pemateri kedua, pak Dicky selaku perwakilan dari ASPI akan membahas mengenai pembayaran. Dalam hal ini “bagaimana caranya” melakukan pembayaran dengan menggunakan uang elektronik atau E-Money. Sebelum berlanjut pada materi yang akan di presentasikan, Pak Dicky terlebih dahulu bertanya kepada peserta, apakah ada yang pernah atau sudah menggunakan mobile banking? Dari sekian banyak peserta, pengguna mobile banking masih terbilang minim.
Mengapa mobile banking di tanyakan? Karena mengingat perkembangan teknologi saat ini yang sudah canggih dan produsen banyak menghadirkan ponsel cerdas. Sehingga hal ini menjadikan perkembangan mobile banking ikut meningkat pula. Di sisi lain dengan adanya mobile banking, kita bisa melakukan pembayaran secara non tunai tanpa harus lagi repot-repot untuk melakukan penarikan secara tunai saat akan membayar.
Tak hanya itu saja, pak Dicky juga menjelaskan keunggulan dari konsep E-Money, di mana masih tetap mengikuti konsep uang tunai. Namun bedanya E-Money mudah di simpan, mudah digunakan, dan kebocoran anggaran dapat di hindari. Bahkan sempat mencontohkan Pak Ahok sebagai salah satu penentu kebijakan, di mana beliau memiliki komitmen yang kuat untuk mengimplemantasikan uang elektronik. Salah satu contohnya dan belum lama ini diberitakan adalah mengenai kehadiran parkir meter. Di sisi lain, E-Money hadir karena masih banyak penduduk Indonesia yang belum memiliki akses ke bank atau dengan kata lain belum punya rekening. Sehingga kehadiran E-Money sangat cocok untuk di terapkan di Indonesia.
Pemateri ketiga, Ibu Agustina
Sebagai pemateri terakhir, Ibu Agustina berkesempatan untuk mengulas masalah Layanan Keuangan Digital (LKD). Tugas dari LKD ini adalah untuk memudahkan warga yang berada di berbagai pelosok dalam mengakses bank. Cara kerjanya adalah bank merangkul agen dengan harapan mereka yang tadinya excluded menjadi included. Tentu semuanya (Agen) harus melalui serangkaian tes dan di nyatakan lulus uji tuntas dari perbankan, dalam artian harus memiliki usaha dan deposit.
Setelah agen di nyatakan lulus, pihak bank baru kemudian akan melakukan kerja sama dengan agen perorangan, di mana agen sendiri merupakan penduduk setempat. Selanjutnya antara bank dan agen akan terhubung melalui jaringan teknologi yang sudah ada, termasuk di dalamnya mengenai pencatatan data nasabah.
Muncul pertanyaan, “kenapa harus ada agen di daerah pelosok?” Karena hingga saat ini, menurut fakta yang ditunjukkan dengan data valid, ternyata penduduk Indonesia (orang dewasa) yang memiliki rekening di bank baru mencapai 36%. Di mana sisanya yang tergolong besar, yakni 64% belum memiliki rekening yang di dalamnya di dominasi oleh penduduk di luar perkotaan. Selain itu, ternyata Indonesia merupakan negara paling rendah di dunia dalam hal kepemilikan rekening. Belum lagi di tambah dengan fakta lain, yakni presentase transaksi ritel secara tunai di Indonesia merupakan yang paling tinggi se-ASEAN, yakni 99,4%. Hal inilah yang mendorong lahirnya “Gerakan Nasional Non Tunai”, di mana tujuannya adalah mengajak masyarakat untuk aktif dalam menginvestasikan dananya, khususnya daerah pelosok yang masih minim pengetahuan akan masalah pengelolaan keuangan.
Terakhir dan merupakan pelengkap dari penjelasan sebelumnya, Ibu Agustina menampilkan dua video yang berhubungan dengan “Kebijakan Moneter Bank Indonesia” kepada peserta yang hadir, di mana salah satu videonya bisa anda temukan di sini.
Transaksi Non Tunai, Aman, Cepat, dan Praktis
Ya, kurang lebih seperti itulah tagline dari BI sehubungan dengan adanya “Gerakan Nasional Non Tunai”. Di mana lewat tagline tersebut BI mengajak para pengguna jasa keuangan dan konsumen untuk beralih dari transaksi secara tunai ke non tunai.
Sebagai pengguna jasa keuangan dan konsumen, saya pun tertarik akan gerakan yang di luncurkan oleh BI tersebut. Lebih tertarik lagi ketika mendengar pertanyaan dari Pak Deri saat memberikan sambutan di acara nangkring beberapa minggu lalu. Adapun pertanyaan yang aku maksud, yaitu “Mana yang lebih dahulu kalian lakukan saat berbelanja, narik uang dulu baru berbelanja atau berbelanja dulu baru membayar?”. Karena jawabannya rata-rata adalah “menarik uang dulu baru berbelanja”, maka Pak Deri pun mengajak untuk melakukan hal yang sebaliknya, yakni “Berbelanja dahulu baru membayar”. Dari ajakan tersebut aku sempat berpikir, kenapa gak sesekali mencoba yang demikian? Setidaknya sebagai pengalaman baru dan bisa dijadikan bahan perbandingan dengan saat bertransaksi secara tunai/cash.
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Apa yang aku pikirkan sebelumnya ternyata kejadian juga. Di mana kejadiannya kurang lebih seminggu yang lalu saat akan berbelanja di salah minimarket dekat aku nge-kost. Ceritanya begini; saat akan keluar berbelanja, salah satu dari adek saya ikut juga karena ada kebutuhan mendesak yang berhubungan dengan masalah wanita dan kebutuhan lain juga. Ketika akan melakukan pembayaran, ternyata uang yang aku bawa kurang dan tidak mungkin belanjaan tersebut di cancel karena memang sangat dibutuhkan. Di satu sisi, jarak ATM dengan minimarket kurang lebih 1,5 Km yang artinya membutuhkan waktu juga untuk ke sana.
Setelah berpikir beberapa saat, aku kembali teringat sama yang dikatakn oleh Pak Deri, yakni “Belanja dahulu baru membayar”. Dengan spontan aku pun menanyakan kepada petugas kasir, “apakah di tempat tersebut sudah menerima pembayaran secara non tunai?”. Dari jawabannya ternyata bisa, maka tanpa berpikir panjang aku pun mengeluarkan kartu ATM untuk melakukan pembayaran secara non tunai. Yang perlu aku lakukan hanyalah mengikuti prosedur yang sudah berlaku dan tidak memakan waktu lama seperti saat menggunakan uang tunai/cash. Selain cepat dan praktis, aku pun tidak perlu repot-repot lagi menunggu kembalian yang kadangkala ada uang recehan di dalamnya. Di sisi lain, tidak perlu lagi ke ATM untuk melakukan penarikan terlebih dahulu yang kadang memakan waktu juga.
Dari pengalaman singkat tersebut, aku semakin percaya bahwa transaksi Non Tunai tak hanya Aman, Cepat, dan Praktis, melainkan lebih efisien juga.
Makassar, 14 Juni 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H