LATAR BELAKANGÂ
Prabowo Subianto lahir di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1951. Prabowo merupakan anak ketiga dan putra pertama dari ayahnya Soemitro Djojohadikusumo, orang asli Kebumen, Jawa Tengah dan ibunya Dora Soemitro yaitu seorang Protestan berdarah Minahasa, keturunan keluarga Maengkom di Langowan, Sulawesi Utara. Ayahnya adalah ekonom dan politikus Partai Sosialis Indonesia yang pada saat itu baru selesai menjabat sebagai Menteri Perindustrian di Kabinet Natsir; pada bulan April 1952, tak lama setelah kelahiran Prabowo, Soemitro diangkat kembali menjadi Menteri Keuangan di Kabinet Wilopo. Prabowo memiliki dua kakak perempuan yang bernama Biantiningsih Miderawati dan Maryani Ekowati; dan seorang adik laki-laki yang bernama Hasyim Djojohadikusumo.
Personal branding pada dasarnya suatu hal yang tentunya ada setiap orang yang dimana menjadi sebuah jati diri seseorang dalam membrandingkan dirinya terhadap suatu tujuan tertentu. Menjadi seseorang yang akan menjabat serta sekaligus orang no 1 di Indonesia selama 5 tahun, tentunya membutuhkan sebuah branding diri agar dapat memenangkan hati masyarakat di era sekarang. Para anak muda atau mahasiswa adalah target dari branding prabowo dengan  slogan "gemoy" nya diberikan juga oleh anak muda yang mendukungnya melalui potongan klip video perihal gerak -- geriknya di sosial media seperti tiktok dan instagram. Gemoy sendiri merupakan sebuah kata yang berarti menggemaskan, lucu, ataupun imut yang tentunya cara branding seperti ini belum pernah kita temukan sebelumnya di pilkada sebelumnya. Jika ditarik berbelas tahun lalu mengenai pilkada capres dan cawapres, cenderung cara berkampanye yang monoton dan kaku, karena hal tersebut ada akan pengaruh faktor zaman serta generasi masyarakat. Generasi millenial dan generasi Z di era sistem demokrasi saat ini menjadi pengaruh yang cukup krusial, pasalnya menurut saya sebagai penulis artikel ini dua generasi tersebut sudah bisa dibilang sebagai bagian penting dari revolusi bangsa di segi sistem demokrasi, intelegensi, dan pemerintahan semenjak perkembangan teknologi yang sangat pesat. Semisal contohnya yakni wakil dari Prabowo sendiri yaitu Gibran Rakabuming Raka merupakan salah satu potret anak muda berprestasi yang bisa menjadi pendamping Prabowo di kursi capres dan cawapres. Bagaimana tidak, Gibran adalah satu -- satunya cawapres termuda saat ini di Indonesia dan pasti banyak muncul pertanyaan dari segala penjuru mengenai kredibilitasnya untuk menjadi calon wakil presiden. Â
Dikutip dari Kompas.co.id, Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sedang melakukan transisi politik terkait sikapnya dan kini bersikap lebih terbuka. Adi menilai Prabowo ingin mengubah citra politiknya, dari yang tadinya dikenal karena berlatar belakang militer, menjadi politisi sipil. Masyarakat sudah lama menganggap Prabowo sebagai sosok yang sulit didekati, tidak dapat disentuh, dan terlihat sangat sulit untuk diajak berkomunikasi. Belakangan ini, Prabowo tampak sangat mudah didekati, ramah, dan nyaman berada di dekat kelompok media dan pembuat konten. Menurut Adi, apa yang dilakukan Prabowo saat ini belum pernah ia lakukan sebelumnya. Adi menilai, Prabowo ingin mengubah gaya politiknya secara perlahan agar bisa seperti politisi sipil lainnya. Adi menilai upaya yang dilakukan Prabowo merupakan salah satu bentuk upayanya menyikapi ceruk Generasi Z dan pemilih baru untuk meraih suara berarti di Pilpres 2024 mendatang. Adi menambahkan. Hal ini bertujuan untuk mendekatkan diri dengan pemilih, misalnya dengan rutin aktif di media sosial. Dimasukkannya media sosial adalah bagian dari pendekatan yang diadopsi untuk mendapatkan lebih banyak simpati dan dukungan.
Pertanyaan : Bagaimana pengaruh personal branding yang ditampilkan Prabowo kepada publik terhadap keberlangsungan kampanye miliknya di sosial media?
Tujuan : Melihat bagaimana respon publik dalam menggunakan hak pilih terhadap pengaruh personal branding gemoy Prabowo di sosial media.
Tinjauan PustakaÂ
Personal Branding berasal dari Bahasa Inggris yaitu personal yang memiliki arti pribadi, dan branding sendiri diambil dari Bahasa Inggris branding yang memiliki arti membentuk brand atau merk. Sehingga Personal Branding dapat diartikan sebagai aktivitas  yang dilakukan seseorang dalam menciptakan sebuahpersonal brand. Pada dunia usaha, brand diartikan sebagai pandangan atau emosi dari calon pembeli yang terbentuk melalui bermacam pengalaman pembeli terhadap suatu produk. Jika definisi tersebut diterapkan pada seseorang atau secara personal, dan personal brand merupakan sebuah pandangan dan emosi yang dimiliki seseorang pada diri orang tersebut yang mengartikan secara keseluruhan pengalaman dalam hubungan antarpersonal tersebut (McNally & Speak, 2009). Pada tulisan milik Bambang Priyono ia menemuka bahwa personal branding merupakan sumber daya yang dimiliki pada setiap individu yang dapat diolah dan dikembangkan, dan faktor penentu utama dalam keberhasilannya adalah sumber daya itu sendiri (Priyono, 2014).
Personal Branding dalam kampanye politik mencakup tiga elemen yaitu partai, Â kepemimpinan dan kebijakan. Ketiga elemen ini yang menjadi dasar adanya perbedaan tipe personal branding dalam politik dan pendekatan pemasaran politik. Perbedaan ini memperluas cakupan dan perbedaan tipologi dalam implementasi branding politik pada pemimpin partai, partai dan kebijakan. Pada branding pemimpin partai politik, kredibilitas dan brand image menjadi krusial (Jain & Ganesh, 2020). Dalam studi yang dilakukan oleh Jain dan Ganesh (2019) menunjukkan media sosial juga memiliki peran untuk membentuk persona yang kredibel dan autentik secara konsisten. Selanjutnya, dalam konteks kepemimpinan, personal branding memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan publik dan autentisitas (Susila, Dean, Yusof, Setyawan, & Wajdi, 2020). Ketika pemilu brand yang dapat dipercaya dapat memobilisasi pemilih dan meningkatkan partisipasi dalam pemilu. Hampir sama seperti konteks parlementer, personal branding pada kepemimpinan juga memiliki dua dimensi yaitu tidak berwujud seperti simbol dan nilai serta dimensi berwujud seperti pakaian dan gaya berpakaian (Susila et al., 2020). Kemudian, personal branding dalam konteks kebijakan, khususnya parlemen juga menunjukkan keunikan sendiri. Studi yang dilakukan Armannsdottir, Carnell dan Pich (2020) menunjukkan dalam konteks parlemen memerlukan strategi manajemen impresi untuk membentuk identitas positif dan mengkomunikasikan impresi yang diinginkan.
Metode Penulisan ( Kepustakaan )Â
Dalam pembuatan jurnal ini studi kepustakaan (library research) yang menjadi Metode penelitian yang dipilih oleh penulis, yakni dengan memanfaatkan sumber yang ada di perpustakaan guna memperoleh data penelitian, dengan melakukan pembedahan dan pengkajian pada berbagai sumber yang erat kaitannya dengan judul yang dikaji dalam jurnal ini. Studi pustaka itu sendiri adalah rangkaian beberapa kegiatan dimana berhubungan dengan adanya sebuah metode atau cara pengumpulan data pustaka, dimana disini penulis membaca dan mencatat bahkan juga mengolah beberapa bahan penelitian yang ada misalnya seperti ; buku, jurnal, dokumen, dan literasi dari media cetak atau elektronik juga informasi pendukung yang sekiranya relevan dengan penulisan artikel ini. Penelusuran ini dilakukan dengan membaca berbagai sumber yang manual maupun digital lewat website dan file. Disamping itu untuk mempermudah penulisan jurnal ini metode analisis isi (content analysis) menjadi pilihan yang digunakan oleh penulis, yang berfokus pada membaca dan mencermati isi dari sumber yang akan diteliti juga dijadikan referensi pembuatan jurnal ini yang akhirnya bisa memberi kemudahan di dalam menuangkan statement atau gagasan berkaitan dengan judul yang diambil oleh penulis.