Cila meringkuk kesakitan, matanya berkunang melihat darah yang mengalir disekujur kakinya. malangnya dia tidak dapat meminta tolong pada siapapun. sekuat tenaga dia berjalan tertatih meraih gagang pintu kamar mandi. Tangannya bergetar hebat, basah oleh keringat, jantungnya berdetak sangat kencang, nafasnya tersengal. Dia hanya bisa memandangi darah yang terus-menerus mengalir dari vagina menuju kaki dan sekejap memenuhi lantai kamar mandinya. Tangannya tak henti-henti menyiram cairan berwarna merah segar itu dengan shower yang ia pegang namun cairan itu terus mengalir bahkan semakin deras. Seumur hidupnya, Cila tidak pernah mengalami hal seperti ini.
"K..kk..Kamu ga apa-apa kan?" kata seseorang yang terdengar panik di ujung telepon. "Gimana keadaan kamu?" tidak ada jawaban..."Cilaaaa, ngomong dong" Kata Dylo setengah berteriak. Dylo terdengar sangat frustrasi menunggu jawaban Cila.
Cila terus menyiram darah yang seakan tiada habisnya mengalir, dia termangu menatap cairan merah yang telah bercampur air itu. Tanpa ia sadari matanya basah, Cila tetap diam tanpa menyeka air mata yang mengalir deras bak air terjun itu. Untuk waktu yang lama ia tetap melakukan kegiatan itu berulang-ulang tanpa memerdulikan suara Dylo yang makin gelisah.
"Maafin aku..." isak Cila. "Banyak banget darahnya, Lo, ngalir terus ga mau berenti" ucap Cila sambil menahan sakit dan tangis. Hatinya kini tengah sakit, mengalahkan sakit perut yang sedang bergejolak. Dylo terus menguatkan hati Cila. Apa lagi yang bisa ia lakukan selain menguatkan wanita yang dia tau sangat kaget dengan kejadian yang sedang menimpanya.
Ada rasa bersalah yang teramat besar yang dirasakan Cila, rasa yang semakin mengoyak-ngoyak hatinya. Penyesalan yang akan selalu ia ingat dalam hidupnya.
****
Satu Tahun yang Lalu...
Cila
Tidak ada yang tau perjalanan seseorang akan berakhir dimana, pun tidak ada yang tahu kapan dan dimana kita akan bertemu seseorang yang dapat mengubah jalan cerita kehidupan kita. Mungkin itu yang sedang terjadi pada Cila dan Dylo. Siapa sangka pertemuan dua insan ini mengubah jalan hidup mereka. Cila yang pada saat itu baru saja selesai mengaudit sebuah perusahaan besar di Jakarta, menyempatkan untuk singgah sejenak ke toko buku. Penatnya seakan hilang ketika melihat tumpukan buku berjejer rapi di depannya. Ia menemukan sebuah judul buku yang menarik mengenai investasi. Buku yang memang akan segera dia lahap untuk memenuhi rasa laparnya. Di sela-sela kesibukannya, Cila selalu menyelipkan waktunya untuk membaca. Itu hal kecil yang selalu ditanamkan oleh bunda sedari ia kecil.
"Sori, lo Cila kan?" Tanya seorang pria jangkung yang tiba-tiba muncul dihadapannya
Cila mengalihkan pandangannya dari buku yang ia pegang, ia sedikit mengernyitkan dahinya "Iya, siapa ya?" Tanya Cila dengan tatapan bingung
"Gue Dylo, kita pernah ketemu di acaranya Dea"
Cila berusaha keras mengingat kejadian beberapa bulan lalu, saat itu acara launching produk terbaru dari brand milik temannya itu. Ada begitu banyak orang dan Cila masih belum menemukan sedikit kepingan memori di dalam otaknya mengenai Dylo. Mungkin karena terlalu banyak orang yang datang kesana, dan terlalu banyak yang dikenalkan oleh Dea mmebuat Cila sulit mengingat sosok Dylo.
"Sori, gue beneran ga inget" ucap Cila
"Ga apa-apa, kenalan lagi aja kalo gitu. Gue Dylo, tetangga Dea dulu"
"Cila, hmm.. kayaknya gue mulai-mulai inget deh, lo yang perform di acara Dea kan?"
Dylo mengangguk sembari tersenyum lega, "By the way, lo sendirian aja nih?"
"Iya, abis ngaudit tadi terus bingung mau ngapain, ya udah, gue kesini aja, lo?"
"Gue, lagi ada yang mau dibeli sih, mau beli pensil warna sama drawing book."
Percakapan Cila dan Dylo terus berlanjut dan mengalir begitu saja hingga mereka selesai dengan urusannya masing-masing di toko buku tersebut. Â
"Eh, Lo, gue minta nomor WA lo dong, ya kalo boleh sih" kata Cila
Dylo tertawa "Lo, percaya ga, gue juga kepikiran hal yang sama, tapi keduluan lo"
"Ah lambat lo" celetuk Cila yang membuat mereka berdua akhirnya tertawa.
Cila bukan orang yang dengan mudahnya bisa membaur dengan orang baru, tapi Dylo, mampu membuatnya merasa sedang berbicara dengan teman-teman di circlenya, sehingga dia tidak perlu jaga image ataupun berpura-pura di depannya. Bagi seorang introvert seperti Cila, berkenalan dengan orang baru itu sangat menguras energinya. Tapi entah kenapa kali ini berbeda bagi Cila.
Dylo
Dylo merasa ada sesuatu yang menarik dari wanita yang ada di hadapannya ini, semakin dia ngobrol dengan Cila, semakin dia ingin tahu lebih banyak tentang Cila. Ada sesuatu seperti magnet yang menariknya untuk terus mendengarkan cerita Cila.
Bertemu Cila sekali lagi, mungkin memang suatu kebetulan. Kebetulan yang memang pernah menjadi harapan Dylo hingga hari ini. Kebetulan yang tentu saja tidak akan disia-siakan olehnya kali ini. Dylo memang sangat ingin sekali mengenal Cila, bahkan saat acara Dea waktu itu. Ekor matanya selalu mengikuti setiap gerak-gerik Cila walaupun dia tengah mengobrol dengan teman-temannya sekalipun. Sayangnya ketika dikenalkan Dea, Cila begitu cuek dan terkesan tidak mau membaur dengannya.
Kali ini dia menemukan sisi lain dari Cila, ternyata benar dugaannya, Cila sosok yang ramah dan sebenarnya mau berteman dengan siapa saja. Dia pribadi yang sebenarnya bisa membuat siapa saja terkesan dengan pembawaannya. Dan entah kenapa Dylo yakin kalau wanita inilah yang akan dia dekati, bagaimanapun caranya. Ada lirikan mata yang membuat Dylo yakin jika dia pasti berhasil mendekati Cila. Rasa penasraan Dylo terhadap Cila inilah yang membuat Dylo nekat melakukan apapun. Dia hanya perlu menunggu waktu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H