Mohon tunggu...
Arayu
Arayu Mohon Tunggu... Lainnya - writer

Dare to dream and reach it!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"My Wedding's Deal" (1)

31 Juli 2018   19:11 Diperbarui: 31 Juli 2018   23:08 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sori, gue ga ada waktu buat basa-basi. Lo udah pasti tau kan kenapa kita berdua ada di tempat kayak gini?", ucap Kalia pada laki-laki yang ada dihadapannya, tegas. "Lo juga udah pasti tau tentang gue, kan?", lanjut Kalia sembari memberikan tatapan sinis pada laki-laki tersebut.

"Wow... i like you already, gue rasa lo cocok jadi partner gue". 

"What?!?" 

"Oke, lets make it easy, waktu gue juga ga banyak. Gue juga udah bosen dikenalin sana-sini sama nyokap, gue rasa lo juga ngerasain hal yang sama kayak gue. let's make a deal. Gimana kalo kita nikah?"

"Are you crazy?, gue bahkan ga kenal sama lo. Gimana gue bisa nikah sama lo?"

"Anggep aja kita nyelametin hidup kita masing-masing, dari orang-orang yang "terlalu" care sama kita. Gue ga akan ngerepotin lo, ga akan ngelarang-ngelarang lo, lo bebas ngelakuin semua yang mau lo lakuin"

"Sakit lo" bisik Kalia ditelinga laki-laki yang bahkan dia belum tau namanya namun sudah sangat menyebalkan baginya. Kalia bergegas meninggalkan cafe bernuansa klasik tersebut. Sejam yang lalu dia masih di kelas dimana ia mengajar, sampai telepon dari bundanya yang bernada memohon untuk ia pergi menemui laki-laki yang bunda harap bisa cocok dengannya.

Bunda memang begitu, selalu mencari segala cara agar Kalia mau berkenalan. Entah sudah berapa banyak laki-laki yang bundanya kenalkan, tapi Kalia tetap masih ingin sendiri.

Kalia bukan wanita yang berparas cantik, dia juga tidak punya pekerjaan pasti selain mengajar. Postur tubuh kalia juga tidak seperti model-model, cuma 155 cm dengan berat hampir mendekati 70 kg, umurnya juga sudah tidak muda lagi, 30 tahun dan belum memikirkan pernikahan. Bagi sebagian besar wanita, umur 30 masih single itu seperti momok, mengerikan. Tapi bagi Kalia, itu tidak masalah, justru ia masih bisa melakukan semua hal yang ia mau bahkan yang belum pernah ia lakukan. Kalia sengaja membebaskan diri dari dogma-dogma yang tidak sejalan dengan dirinya.

Di dalam tasnya selalu ada laptop, kamera poket, agenda, pulpen, dan smartphone kesayangannya yang sebenernya udah ga terlalu smart. laptop selalu ia bawa kemanapun ia pergi karena ia harus selalu update tulisan di tumblr atau kompasiana tempat ia berkeluh kesah, dua media itu tempat yang nyaman baginya untuk mengeluarkan segala ide yang ada di kepalanya.

Walaupun satu yang masih susah ia laksanakan adalah komitmennya untuk kembali menulis masih belum sepenuhnya timbul lagi. Kalia merasa kebanyakan tulisan-tulisannya adalah sampah yang tidak bisa ia publish di kompasiana. Banyak faktor yang menghambat ia untuk kembali menulis, tapi Kalia tetap akan berusaha menepati komitmennya. Kamera poket, agenda dan pulpen  yang selalu dibawa Kalia juga bukan tanpa tujuan yang jelas. Barang-barang tersebut digunakan just in case semua gawai elektroniknya mati dan tidak ada tempat lagi buat mengisi daya.

Kalia berhenti sejenak di sebuah warung yang ada di seberang cafe untuk membeli minuman, kerongkongannya terasa sangat kering. Ia hampir meneguk semua isi dalam botol minumannya. "Haus banget kayaknya" kalia merasa pernah mendengar suara orang ini sebelumnya, ia pun berbalik sambil tetap meminum minumannya. Hampir saja ia tersedak melihat orang yang ada di depannya. "Ngapain lo?" ucapnya tak senang. 

"Gue belum selesai ngomong, lo udah ninggalin gue. Gue Thian" Thian mengulurkan tangannya pada Kalia

"Gue ga ada waktu ngeladenin orang gila kayak lo, kenal juga ga, udah ngajakin nikah" 

"At least, diantara orang-orang yang dikenalin sama nyokap lo, cuma gue yang langsung ngajak lo nikah, ga pake pacar-pacaran yang menurut gue wasting time" 

"Iya sih... tapi..."

"Tapi apa?" tanya Thian. "Kecepetan? atau lo takut buat nikah?

"Ng...gak, gue ga takut. kata Kalia sedikit tergagap. Gue cuma ga bisa aja nikah sama orang asing kayak lo"

"Makanya gue kenalin diri biar lo bisa kenal sama gue, Athian Maulana tapi lo bisa panggil nama kecil gue, Thian" ujarnya kembali mengulurkan tangan pada Kalia

"Kalia Putri, panggil aja gue Kalia" Kata Kalia sembari menyambut tangan Thian

"Oke, Kal, gini deh gue kasih waktu lo buat mikirin omongan gue di cafe tadi, Gue ga akan maksa lo, kalo lo emang ga mau. Tapi gue akan sangat berterimakasih sama lo kalo lo mau nolongin gue".

Seumur hidup Kalia, dia sudah biasa dimintai tolong oleh teman-temannya bahkan oleh orang yang baru saja ia temui. Tapi diminta untuk menikah?? itu bukan hal main-main. sepanjang perjalanan pulang, dia cuma diam sembari sesekali melihat Thian yang sedang mengemudikan mobilnya. Kalia memastikan kalau ia tidak sedang berhalusinasi, ia mencubit-cubit tangannya.

Thian tersenyum melihat kelakuan Kalia, "Sakitlah itu tangan dicubitin" Kalia seketika menghentikan cubitannya, mukanya memerah, tidak menyangka kalau Thian memperhatikannya

"Abis pertigaan kemana?" tanya Thian

"Oh, lurus aja terus sampe ada belokan di ujung jalan terus berhenti disitu"

"Disitu rumah lo?"

"Bukan, gue mau beli buku tulis di minimarket itu. Lo bisa turunin gue disitu aja, rumah gue udah deket dari situ soalnya"

"Oke deh" Thian kembali memperhatikan jalan sambil bersenandung kecil. "Disini aja?" tanya Thian

"Iya. Thanks ya Thian, besok gue kabarin keputusannya. Nih save nomor lo di hp gue" Ucap Kalia menyerahkan hpnya. Thian mengambil hp Kalia dan memasukkan nomornya, ia pamit kemudian meninggalkan Kalia

                                                                                                                                         ***

"Kalia!!!" teriak Cia, sahabatnya semenjak kuliah. Cia ini yang dipercaya oleh Kalia buat mengurus taman bacaan mini dan sekolah RIANG yang menampung anak-anak yang tidak bisa meneruskan sekolah formalnya. Kebetulan Cia juga mempunyai concern yang sama mengenai pendidikan khususnya untuk anak-anak yang tidak mampu tapi masih ingin terus belajar. Kalia dan Cia setiap bulannya selalu menerima teman-teman yang ingin bergabung untuk memberikan materi-materi kepada anak-anak di sekolah RIANG. 

"Mau kemana, kok buru-buru? ada ngajar lagi?"tanya Cia menghampirinya

"Iya nih, takut telat gue. Tapi gue laper, makan dulu yuk di warung". Cia mengangguk dan mengikuti sahabatnya ini. Mereka segera memesan paket nasi ayam dan es teh manis andalan warung tersebut. 

"Kal, bulan depan bedah buku apa?" Kalia menepuk jidatnya

"Ya ampun, Ci, gue lupa... kemarin gue janjiin apa ya ke anak-anak? kayaknya something about Fable deh, untung lo ngingetin gue, Ci. Minggu depan gue kasih judul bukunya ya, biar lo bisa baca juga. 

Selain sekolah, Kalia juga aktif dalam memberikan materi mengenai karya sastra, seperti cerpen, novel hingga puisi. Kalia memang teramat mencintai sastra. Bedah buku yang diadakannya selalu sukses menarik animo masyarakat, mungkin karena bahasa yang disampaikan tidak kaku, dan topik atau buku yang dibedah juga dari karya-karya yang sedang digandrungi anak muda sehingga anak-anak hingga mahasiswa tertarik dengan kajian itu.

Handphone Kalia bergetar, tanda ada pesan masuk. THIAN.

"Bentar ya Ci, gue bales dulu" Ucap Kalia tersenyum ke arah Cia

"Did i miss something?" tanya Cia penuh selidik

"Apa, gimana?" jawab Kalia pura-pura tak mendengar pertanyaan Cia

"Who is Thian?"

"Panjang ceritanya Ci, nanti gue ceritain ya, but i gotta go. First, gue beneran bakalan telat kalo nyeritain Thian sekarang. Second, gue ternyata lupa kalo gue juga ada janji sama ni orang, Ci. But i promise u, i will tell u everything about him. See you, Ci"

Kalia segera memesan ojek online agar segera sampai tepat waktu. dia tidak mau melanggar aturan yang sudah ia tetapkan pada mahasiswanya. Sejujurnya ia masih belum tau jawaban apa yang akan ia berikan pada Thian. Ia masih benar-benar bingung. Di satu sisi ia masih berpikiran waras untuk menerima ide gila dari Thian, namun di sisi lain ia juga ingin melihat kecemasan di wajah bunda hilang. Ah, sudahlah... apapun yang akan terjadi nanti, maka terjadilah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun