Kenapa begitu? Bagaimana mungkin publik bisa menerima pidato tersebut sementara presiden sendiri belum membaca maksud atau tujuan detail dan terperinci dalam UU Omnibus Law.
Apalagi di akhir pidatonya, presiden mempersilakan publik, buruh atau mahasiswa yang menolak UU Omnibus Law untuk mengajukan uji materi atau mengajukan judicial review UU Omnibus Law ke MK.
Artinya apa? Presiden sejak dari awal, sebagaimana publik protes terhadap UU Omnibus Law, menyadari bahwa UU Omnibus Law cacat prosedural. Tapi, presiden mempersilakan mengajukan judicial review ke MK.
Buktinya, naskah akademis RUU Omnibus Law yang disusun oleh Tim Perumus (Timsus), Panitia Kerja  (Panja) dan Badan Legislasi (Baleg) di DPR tidak jelas. Draf final RUU Omnibus Law di Rapat Paripurna DPR tidak dibagikan ke anggota DPR.
Setelah pembahasan dan pengesahan, draf final UU Omnibus Law berubah-ubah; dari 1.035 halaman menjadi 812 halaman, padahal UU Omnibus Law sudah disahkan oleh DPR bersama dengan pemerintah. Jadi, pidato presiden di Istana Negara itu hoax.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H