Mohon tunggu...
Mahmud
Mahmud Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca

Dan Penikmat Kopi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Oligarki, Omnibus Law, dan Hoax Presiden

19 Oktober 2020   06:40 Diperbarui: 19 Oktober 2020   07:09 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila partai politik tidak berfungsi lagi untuk menyampaikan aspirasi rakyat, DRR tidak bertaring lagi untuk menggonggong pemerintah, oposisi tidak mempunyai kekuatan lagi untuk mengontrol pemerintah, maka jalan satu-satunya; LSM dan sipil harus ambil alih fungsi kontrol terhadap pemerintah.

Presiden berpidato di Istana Negara mengatakan bahwa gerakan penolakan terhadap UU Omnibus Law dilatarbelakangi oleh disinformasi dan pengaruh hoax di media sosial (9/10).

Kita mahfumlah, apa maksud presiden berbicara begitu? Ia sedang menyakinkan publik terhadap UU Omnibus Law, yang menurut presiden, membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi para pencari kerja atau pengangguran, memudahkan masyarakat untuk membuka usaha, baik usaha mikro maupun usaha makro, dari investasi kecil-kecilan sampai pada investasi besar-besaran.

Omong kosong. Itu tidak benar, yang benar itu membuka kran besar-besaran bagi investor untuk investasi di Indonesia.

Regulasi yang tumpang tindih dan rumit yang menjadi penghambat bagi investor untuk investasi di Indonesia harus dipangkas dan itu sudah disederhanakan dalam UU Omnibus Law.

Pencegahan dan pemberantasan korupsi di birokrasi pemerintahan dan sederet persoalan-persoalan lainnya yang disebutkan oleh presiden. Kesemuanya sudah diatur dalam UU Omnibus Law.

Mulia sekali cita-cita UU Omnibus Law; mulia bagi para investor, hina bagi para petani, bagi buruh dan masyarakat adat.

Presiden meyakinkan publik terhadap UU Omnibus Law dengan hoax. Kenapa begitu? Karena presiden sebelumnya belum membaca UU Omnibus Law, tapi sudah bicara di publik bahwa UU Omnibus Law membuka lapangan pekerjaan, memudahkan masyarakat untuk berusaha dan untuk berinvestasi di Indonesia, mencegah terjadinya korupsi di birokrasi pemerintahan, dll. Tapi, presiden sendiri belum membaca UU Omnibus Law.

Boro-boro membaca UU Omnibus Law, sejak dari awal pembahasan RUU Omnibus Law di DPR sudah terlihat cacat, naskah akademis RUU Omnibus Law tidak jelas, draf final UU Omnibus Law berubah-ubah, presiden di Istana Negara sudah bicara klaster-klaster umum UU Omnibus Law (9/10) sementara draf final UU Omnibus Law baru diserahkan oleh DPR kepada pemerintah pada Rabu, 14 Oktober 2020.

Di sini terlihat dengan jelas, jarak waktu yang berbeda antara penyerahan draf final UU Omnibus Law dengan pidato presiden di Istana Negara mendahului pembacaan dan analisis terhadap UU Omnibus Law. Ini kan sangat ironis, diluar dari tradisi intelektual.

Pidato presiden di Istana Negara menanggapi protes publik terhadap UU Omnibus Law dan menyakinkan publik terhadap UU Omnibus Law agar publik tidak menolak dan menerima UU Omnibus Law adalah hoax.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun