“Kepedulian terhadap orang-orang berkebutuhan khusus dan memang orang-orang yang tidak beruntung hidupnya, dan yang terlantar itu menjadi prioritas utama kami,” ucap Suster Ester.
Pada tahun 2015 silam, musibah menimpa rumah PA Bhakti Luhur yang lama, yang berada di Komplek Pembangunan 1, Jalan Pandan. Saat magrib menjelang malam, terjadi konsleting listrik yang bersumber dari bangunan di lantai dua Panti, dan mengakibatkan arus pendek yang berujung kebakan.
“Puji Tuhan, saat kebakaran terjadi seluruh anak semuanya selamat, walaupun ada beberapa yang luka-luka karena terkena pecahan kaca, tapi mereka semua selamat,” ujarnya.
Dan karena peristiwa itulah, saat ini Panti berada di dua tempat, karena bangunan terdahulu masih dalam tahap renovasi.
Terlepas dari kenangan pahit satu tahun silam, kini anak-anak PA Bhakti Luhur menjalani hari mereka dengan penuh semangat. Bersekolah, melakukan terapi, bermain bersama aktifitas yang tidak akan pernah dilewatkan anak-anak.
“Kami bangun jam setengah lima, dan saat kami bangun anak-anak juga bangun. Kami membantu anak-anak yang memang belum mampu mandi dan makan, mereka bersekolah. Jam 12 semua anak sudah pulang ke rumah, setelah pulang anak makan siang, piket dan ada kegiatan di siang hari, ada anak-anak yang belajar bersama secara klasikal dan ada namanya MASTER, itu kegiatan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki masing-masing anak,” kata suster Ester.
Wanita yang akrab di panggil Mama tersebut mengatakan, bahwa walaupun anak-anak ini cacat, tetapi para pengasuh tidak mau menggangap mereka cacat, mereka kami perlakukan sama seperti orang normal lainnya. Mereka bisa menyapu, mengepel, mereka bisa bantu pekerjaan rumah.
Tanpa kenal lelah Mama Ester dibantu lima suster dan lima perawat lainnya mengurusi, dan mendidik keseharian 27 anak didalam panti dengan penuh suka cita. Tanpa henti mereka terus belajar memahami kondisi dan hambatan anak, memberikan layanan terapi okupasi dan speech-theraphyuntuk anak-anak.
Anak-anak di Panti Bhakti Luhur pun memiliki hobi di bidang atletik, menyanyi, menari, dan menggambar. Kegemaran yang mereka miliki itulakah akar dari bakar terpendam yang masih harus digali. “Setiap hari kamis kami ada latihan menyanyi dan menari yang musiknya kami ciptakan sendiri, karena terbatas” ucap Mama Ester sambil tertawa lirih. Memang pada hari kamis anak-anak latihan menyanyi dan menari tertapi karena tidak memiliki alat penunjang seperti alat musik, tape-recorder sehingga dilakukan dengan seadanya saja.
Terkadang Mama Ester sedih dengan kurang pedulinya masyarakat di lingkungan Panti sementara ini, yaitu saat ada anak-anak yang terlewat dari pengawasan lalu keluar dari halaman pagar dan berlari di pinggir jalan raya, “Mereka melihat kami berlari mengejar anak itu, mereka lihat itu. Tetapi mereka tidak membantu, hanya menonton saja” cerita Mama Ester lirih.
Dalam menyekolahkan anak-anaknya, terkadang Mama kesulitan, “Apakah karena saya ini suster sehingga anak kami tidak diterima ? Padahal sekolah tersebut adalah salah satu sekolah Inklusi (sekolah yang menerima seluruh anak tanpa pengecualian apapun), tetapi tetap saja mereka menolak, dengan alasan kuota anak sudah penuh,” ungkap Mama Ester.