Didalam kereta, aku meraba saku jaketku, untuk memastikan bahwa kenangan itu baik baik saja. Aku mendekatkannya ke hidung, ia masih sama segarnya saat aku memetiknya tadi malam. Aromanya dengan cepat menyebar dan memenuhi langit langit gerbong. Dalam hitungan detik, aroma kenangan ini mampu mengusir bau peluh yang menyengat. Berpasang pasang mata menatapku , ketika kenangan itu berkilat di terpa cahaya matahari yang menyusup dalam gerbong.
” Bunga apa ini Dik?”
Aku tersenyum.” Ini bukan bunga, ini kenangan”
“ Wah! Harum sekali!!”
” Indah sekali ia”
“ Kau sungguh beruntung!”
“ Boleh aku memegangnya?”
Mereka tak henti hentinya berdecak kagum menyaksikan setangkai kenangan yang indah ini.
***
Aku memasukkan setangkai kenangan itu dalam gelas dan meletakkannya di sudut meja, agar aku dapat menikmatinya kapan pun. Aromanya masih tetap bertebaran. Dua hari kemudian, kenangan itu layu, sepasang daun dibawah kelopaknya sempurna menguning. Pada hari berikutnya, ia mulai mengering ,dan satu persatu kelopaknya berguguran. Pada hari hari berikutnya setangkai kenangan itu mulai rapuh. Mungkin inilah akhir dari semua kenangan ini. Aku menanam bijinya dihalaman rumah. Mungkin esok, lusa atau entah kapan waktunya, ia akan tumbuh dan aku dapat memetiknya sekali lagi. Tapi biji kenangan itu tak bisa bicara, dan ia tak pernah memberi tahuku kapan ia akan tumbuh. Mungkin di suatu pagi yang ajaib,kenangan itu akan kembali tumbuh dan mekar.
Pekanbaru, 17 maret 2014