Di dalam mobil menuju bandara, Charaka sibuk dengan pikirannya sendiri. Tentu saja dia tahu Nandita mencintainya. Meski hanya sekejap kebersamaan mereka, selalu ada cinta dalam setiap apa yang dilakukan gadis itu untuknya. Ada cinta dalam binar matanya, ada cinta dalam senyumnya, dan ada cinta juga dalam setiap masakan yang dihidangkannya.
Charaka tahu itu. Karena cinta yang sama juga dirasanya sejak pertama bayang sosok cantik itu terperangkap retina matanya. Tapi gadis itu salah sangka. Dia bukan pemuda seperti yang dipikirkan Nandita. Charaka bukan keponakan majikannya yang kaya raya itu. Charaka hanya pemuda yatim piatu yang ingin mengadu nasib di Jakarta.
Charaka tak sengaja bertemu Aryadinata di Palembang, kala konglomerat itu tak sengaja menjatuhkan dompet tebalnya tanpa sadar. Ketika Charaka mengembalikan dompet itu, Arya merasa berutang budi. Lalu ketika Charaka bertutur kalau dirinya ingin ke Jakarta, Arya memaksa pemuda itu berangkat bersamanya. Namun Arya perlu ke Bengkulu terlebih dahulu untuk menyelesaikan beberapa urusan bisnisnya.
Dan begitulah. Utang budi Arya akan terbayar lunas begitu mereka tiba di Jakarta. Charaka akan kembali menjadi pemuda yatim piatu yang hidupnya tak jelas. Mana kan pantas untuk gadis semanis dan selembut Nandita? Charaka sengaja meninggalkan kesan buruk, agar gadis itu melupakannya. Oh, sungguh kasihan. Tidakkah pemuda itu tahu kalau cinta sejati tak pernah mengenal kasta?
Charaka menghela nafas panjang. Dipeluknya erat sebuah bungkusan plastik yang diberikan Ibu Nandita tadi pagi. Bungkusan itu berisi makanan, cukup awet untuk bisa disantap Charaka sesampainya kelak di Jakarta. Ikan pais sisa kemarin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H